🦋Happy Reading Everyone🦋
.
.
.
.
."Ketika dua insan disatukan,
sebuah kehidupan baru akan terbentuk
dan kebahagian akan menyertainya."***
DI DALAM rumah besar itu sudah berkumpul beberapa keluarga dari mempelai wanita dan mempelai pria. Mereka kini tengah mendiskusikan tentang pernikahan antara dua insan yang duduk saling berhadapan tidak berkutik.
"Jadi, bagaimana? Apa kamu setuju Nak, menikah dengan putra saya?" tanya seorang pria paruh baya yang bertanya kepada perempuan berusia hampir tiga puluh tahun di hadapannya.
Lida menundukkan kepalanya dalam-dalam, bingung harus menjawab apa, secara ia tidak mengenal pria ini. Reika menyenggol pelan lengan Lida untuk menyuruhnya menjawab pertanyaan dari ayah calon suaminya.
"I-iya, saya bersedia," ucap Lida dengan gugup dan memaksakan senyuman manisnya.
Lui dan Aldy yang mengintip dari balik tembok pembatas antara ruang tengah dan ruang tamu hanya bisa menghelanapas berat. Hari itu adalah hari dimana Lida dilamar seorang pria yang sudah dijodohkan dengannya oleh orang tuanya.
"Kak Lida emangnya gak mau ya, Mas?" tanya Lui setelah kembali ke posisi berdiri tegak.
"Nggak, Bunda bilang dia tadi malam berontak." Aldy menjawab dengan nada lelah karena kakak kandungnya itu memang tidak ingin menikah padahal usianya sudah memenuhi.
Lui menghela napas berat lalu kembali melihat mereka yang ada di ruang tamu. Namun, sebelum Lui sempat melakukannya, Aldy buru-buru menariknya dan memegang kedua bahu wanita muda itu.
"Jangan, Dek. Ntar dikira gak sopan," peringat Aldy tegas, hingga membuat Lui sedikit gemetar.
Lui menyadari kebodohannya dan hanya nyengir lebar ke arah Aldy. Aldy menggelengkan kepalanya pelan melihat tingkah Lui yang meresahkan.
"Oh iya, kamu udah minum obat belum?" tanya Aldy memastikan Lui tidak lupa untuk obatnya.
"Udah kok, Mas. Lui udah minum." Lui menjawab sambil megangguk.
Aldy mengelus kepala Lui lalu tersenyum. "Good girl!"
***
SEMENTARA itu, di ruang tamu rumah tersebut. Kedua orang tua mereka pindah ke dalam, membiarkan kedua orang ini berkenalan dengan bebas dan leluasa.
Lida menghela napasnya berat lalu menyandarkan punggungnya ke sofa. Ia menatap malas ke arah pemuda yang terlihat seumuran dengan dirinya.
"Kenapa lo mau dijodohin sama gue?" tanya Lida dengan bahasa santainya kepada pemuda itu.
Pemuda itu hanya mengedikkan bahunya dan ikut menyandarkan bahu di sofa sambil memainkan ponsel. Lida menelengkan kepalanya ke arah kanan, pemuda ini sepertinya sangat irit bicara.
"See? Lo aja kayak gak ada niat buat nikahin gue, mending sekarang lo suruh bonyok lo buat batalin pernikahan ini," balas Lida dengan suara yang sedikit kesal dan kasar.
Mendengar hal itu, pemuda tersebut menurunkan pandangannya dari ponsel dan mencondongkan tubuhnya ke depan. Tatapannya menjurus ke dalam bola mata hazel milik Lida.
"Andai segampang balikin telapak tangan, gue juga gak bakal jauh-jauh dari Bandung ke sini untuk dijodohin sama cewek kasar kayak lo," jawab pemuda itu dengan suara pelan.
Lida menggeram kesal, perempuan itu tiba-tiba berdiri dan berniat untuk melemparkan vas bunga yang ada di meja kaca di depannya ke kepala pria itu. Sangat kurang ajar sekali ucapannya barusan.
Tangan Lida mengepal kuat, ia harus menahan amarahnya demi melindungi nama baik orang tuanya di mata orang tua pemuda semprul satu ini. Dengan kesal, Lida berbalik dan masuk ke dalam kamarnya, langkahnya besar-besar ketika perempuan itu berjalan ke kamar.
Lui yang ada di ruang tengah cukup terkejut dengan Lida baru saja lewat. Lui menebak kalau kakak iparnya itu tengah kesal sekarang, sangat jelas kentara dari lagak Lida yang menahan kekesalan di hatinya.
Kemudian pandangan Lui terarah ke ruang tamu. Ia menatap sinis ke arah pemuda yang kini tengah bermain ponsel dengan santainya.
"Kayaknya Kak Lida kesal karena laki-laki itu deh," gumam Lui pelan.
Lui segera berdiri dan memutuskan untuk menyusul Lida ke dalam kamarnya. Sampai di depan pintu kamar Lida, Lui segera mengetuknya pelan.
"Kak Lida?" panggilnya dari luar.
Tok tok tok..
Tak lama Lida membukakannya dari dalam, mempersilahkan Lui untuk masuk ke dalam kamarnya.
"Kenapa, Lui?" tanya Lida setelah ia menutup pintu kamarnya.
Lui duduk di atas kasur Lida. "Laki-laki tadi kurang ajar ya? Kak Lida sampai kesel gitu."
"Hemm.. kurang ajar banget," jawab Lida sembari duduk di kursi meja belajarnya yang ia hadapkan ke arah Lui.
"Dia bilang apa emang ke Kak Lida?" tanya Lui semakin kepo.
Lida menghela napas berat. "Katanya gue cewek kasar."
"Keteraluan banget mulutnya minta dicabein!! Untung aja Lui gak bisa ngulek sambel, aman tuh bibir!"
Mendengar candaan Lui, Lida terkekeh geli. Bisa-bisanya Lui ingin menyumpalkan sambal penuh lombok ke pria yang tidak ia kenali.
"Hahaha, bengek banget."
Lui ikut tertawa mendengar Lida tertawaterbahak-bahak. Lui menyayangi Lida sebagai kakaknya sendiri, bukan sebagai kakak iparnya saja. Sedari dulu, ia sangat ingin memiliki kakak, namun sepertinya Tuhan tidak merestui hal itu, dan Lui malah menjadi anak tunggal tanpa saudara atau saudari.
"Tapi.."
Mendengar Lida bersuara, Lui mendongakkan tubuhnya dan tersadar dari lamunannya barusan. Lida kini menerawang ke arah jendela di sampingnya. Lui hanya diam menunggu kelanjutan kalimat Lida.
"Sebagai cewek, gue emang kasar, suka bentak sana bentak sini. Gak sedikit juga yang bilang kalau gue emang kasar dan keras kepala," jelas Lida dengan suara yang cukup menyedihkan.
Lui menghela napas, ia memang tidak mau mengakuinya, namun hal itu memang benar. Bahkan banyak karyawan kantor Lida yang mengatakannya secara terang-terangan.
"Sebenarnya gue juga belum ada pikiran mau nikah, menurut gue gak ada laki-laki yang bakal tahan sama sifat gue yang kayak gini," lanjut Lida.
Oh, jadi ini sebenarnya alasan Lida tidak segera mencari seorang pria yang akan ia nikahi. Lui baru tahu dan baru mengerti hal itu detik ini. Lui berpikir kalau Lida tidak atau belum mau menikah karena sangat ingin mengejar impiannya menjadi seorang designer terkenal.
Lui memutuskan untuk mendekat lalu memegang kedua bahu Lida dari belakang. "Kak Lida tennag aja, sekarang 'kan udah ada calonnya. Nah tinggal nyesuaikan diri aja, ntar kalau dia keterlaluan sama kakak, aku bakal maju buat ngecabein dia!"
Lida tertawa sekali lagi mendengar penuturan Lui yang sepertinya sangat serius dengan ucapannya barusan.
"Hahah iyaa, makasih ya Lui," ucap Lida tulus.
"Heheh sama-sama, Kak Lida."
Lida tersenyum senang, mendapat adik ipar seperti Lui sangat membuatnya bahagia dan sedikit membuatnya bersyukur. Lui sangat baik kepadanya dan merupakan sosok perempuan sabar. Menghadapi Aldy yang sedingin es batu saja ia sangat kuat. Lida rasa, Aldy sangat beruntung mendapatkan istri seperti Lui.
***
BERSAMBUNG
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN SUPAYA AUTHORNYA RAJIN UPDATE DAN SEMANGAT BUAR CERITANYAAAA.
KAMU SEDANG MEMBACA
Astheneia 2: End With You
Romance(SEQUEL ASTHENEIA) Kembali lagi dengan mereka berdua.. Mereka yang seperti matahari dan salju.. Mereka yang seperti tetesan air hujan dan batu.. Mereka yang sekarang telah bersatu dalam hangatnya cinta.. Dan mereka yang sekarang telah bersatu karena...