"'Biarlah roda waktu ini berjalan dengan cepat, andai kamu tahu, aku ingin malaikat kecil ini segera lahir dan bernapas di bumi.' Itu yang kamu katakan padaku, jika saja kamu tahu di hari itu aku juga akan pergi, apakah kamu akan tetap mengatakannya?"
***
Pandangan matanya tidak berhenti untuk meneliti setiap kata demi kata dan membacanya di dalam kepala. Berusaha memahami isi dari buku tersebut dengan otaknya yang pas-pasan.
Beberapa kali ia menggaruk-garuk kepalanya karena pusing dengan buku tebal di depannya. Dan beberapa kali juga ia mengeluh karena tidak dapat mencerna isi dari buku ini.
BRAKK!!
"Hahh! Bodo amat gue nggak mau ngerjain tugas dari lo, dasar dosen nyebelin!!" umpatnya sembari menyumpah serapahi pria paruh baya yang ada di kepalanya.
Tak lama ponsel perempuan itu berdering lama, menandakan jika ada seseorang yang menelponnya. Tanpa berlama-lama lagi, ia segera meraih ponselnya dengan kasar dan mengangkat telepon itu.
"Hallo?!" tanyanya dengan amarah yang masih tersisa.
Sontak orang yang berada di seberang panggilan itu reflek menjauhkan ponselnya dari telinga, sangat berbahaya bagi pendengarannya.
"Kenapa kamu teriak duluan sih? 'Kan biasanya aku yang teriak!" omel wanita yang menelponnya.
Kini Vira-lah yang menjauhkan ponsel dari telinganya seraya mengucap istigfar karena terkejut.
"Hahh iyaa deh maap, bumil emang beda,"balas Vira yang memilih mengalah dan tidak ingin berdebat dengan sahabatnya itu.
Padahal dirinya sangat ingin berteriak kepada seseorang saat ini, namun ia tidak bisa melampiaskan amarahnya kepada Lui yang sedang hamil. Sangat tidak boleh, bisa-bisa nyawanya hilang dalam sekejap jika ia melakukan hal itu. Bisa dibunuh Aldy dia.
"Napa lo? Tumben nelpon gue jam segini, insom lo kumat?" Vira melimpahkan banyak pertanyaan sekaligus kepada Lui.
Vira hanya mendengar keheningan dalam waktu yang cukup lama, membuat dahinya mengerut.
"Lui? Lo masih di sana 'kan?" tanya Vira mencoba tenang.
Sebuah feeling aneh mulai merasuk ke dalam kepalanya melalui celah-celah kecil. Seketika penyakit overthingking-nya kambuh.
"Lui? Lo--"
"Iya Vira, maaf ya tadi aku ke dapur ambil minum hehe," potong Lui ketika Vira kembali memanggilnya.
Ada yang aneh pada suara wanita itu, Vira semakin merasa aneh dengan sahabatnya ini. Apa yang sebenarnya terjadi pada Lui? Mengapa Vira merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan sahabatnya itu? Apakah ada hal buruk?
"Lui lo nggak kenapa-napa 'kan?" tanya Vira cemas.
"Hah? Eng-enggak, kenapa Vira?" jawab Lui yang terselip nada ragu di setiap kata yang ia ucapkan.
Vira menghela napas, bukan lega, melainkan muak karena sahabatnya itu tidak akan pernah mampu membuat orang-orang terdekatnya khawatir dan cemas karenanya. Itu sudah menjadi ciri khas Lui sejak dulu, sejak pertama kali Vira mulai merasa dekat dengan Lui dan pertama kali dalam hidup Vira, ia merasa bahwa dirinya harus melindungi Lui bagaimana pun caranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Astheneia 2: End With You
Storie d'amore(SEQUEL ASTHENEIA) Kembali lagi dengan mereka berdua.. Mereka yang seperti matahari dan salju.. Mereka yang seperti tetesan air hujan dan batu.. Mereka yang sekarang telah bersatu dalam hangatnya cinta.. Dan mereka yang sekarang telah bersatu karena...