PROLOGUE

68 3 0
                                    

Terlihat seorang wanita cantik berpakaian formal yang sedang berdiri di sisi jalan nampak sedikit kesal jika di lihat dari raut wajahnya. Sesekali ia akan melihat ke kanan dan ke kiri seperti menunggu seseorang. Wanita itu juga tidak jarang melainkan bahkan sering sekali memainkan ponselnya dan menempelkannya di telinga kirinya beberapa saat kemudian, lalu menepuk ponselnya berkali-kali.

Setelah di rasa terlalu lama menunggu, wanita itu menghentikan taksi yang melintas di depannya dan segera menaikinya.

“Ke jalan Tambora, pak,” ujar wanita itu.

Supir taksi itu hanya menganggukkan kepalanya saja dan langsung menjalankan mobilnya.

Drrrt!

"Sayang?" seru seseorang dari seberang sambungan.

“Enyahlah saja kamu! Aku sudah menghubungimu berkali-kali kenapa tidak menjawabnya?” ujar wanita itu dengan nada penuh kesal.

"Maafkan aku, aku tadi sedang ada perlu dengan Naufal. Sekarang, aku juga sedang beeada di rumahmu."

“Alasan! Bukannya tadi pagi kamu sendiri yang bilang akan menjemputku ketika pulang? Kamu juga membiarkan aku kepanasan ketika menunggumu yang nyatanya tidak menjemputku.”

"Iya Zia sayang aku salah, maafkan aku ya, sekarang kamu sedang berada di mana? Aku jemput ya."

“Tidak perlu!”

"Tap ...."

Pip!

Wanita bernama Zia itu mematikan sambungannya secara sepihak dan memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas jinjingnya yang berada di pangkuannya.

“Pak, nanti berhenti di Cafe depan saja,” ujar Zia meralat tujuannya. Karena tadi Zia juga mendengar jika seseorang yang menghubunginya beberapa saat lalu, saat ini sedang berada di rumahnya.

“Depan, samping kiri itu ya?” tanya supir taksi itu memastikan.

“Iya, benar,” sahut Zia.

“Iya baiklah.”

Setelah sampai di depan Cafe yang di maksud, supir itu memberhentikan taksinya. Zia menyodorkan beberapa lembar uang dan kemudian keluar dari sana.

Zia melangkahkan kakinya memasuki Cafe dan mengambil tempat duduk di sudut paling belakang. Café nampak sepi karena terlihat hanya terdapat tiga sampai lima pengunjung saja. Zia mendudukkan dirinya dan menaruh tas di samping dirinya duduk, yang sedari tadi terus menggantung di lengannya, setelah itu Zia memanggil pelayan Café itu untuk memesan minuman. Zia melirik ke jam tangan yang melingkar manis di pergelangan tangannya. Jarumnya masih menunjukkan pukul empat lebih enam belas menit.

Pesanan Zia baru saja datang beberapa saat yang lalu. Namun Zia malah asyik memandangi pemandangan jalan yang ramai dan dapat di lihat dari dalam, karena Café itu sebagian temboknya hanya kaca bening yang tembus pandang.

Zia menghembuskan napasnya pelan dan mengamit minumannya lalu meminumnya.

“Zia!”

A SONG FOR YOU (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang