Zia memasuki rumahnya dengan gontai di ikuti Yudha di belakangnya. Zia mendudukkan dirinya di sofa sambil bersandar lalu memejamkan matanya. Moodnya sangat buruk sekarang. Yudha hanya bisa menatap Zia yang sekarang tengah tidak baik-baik saja. Yudha melirik ke sekeliling untuk mencari asisten rumah tangga di sana. Namun Yudha baru sadar, sekarang sudah hampir tengah malam, dan pastinya asisten rumah tangga di sana sudah pulang ke rumahnya masing-masing.
"Akan aku buatkan secangkir teh untukmu." ujar Yudha lalu berlalu dari sana.
Yudha memasuki dapur dan kini berdiri di depan kompor, Yudha merutuki dirinya sendiri karena bagaimana bisa ia menawarkan secangkir teh untuk Zia sedangkan Yudha baru pertama kali memasuki dapur rumah Zia. Yudha mendengus pelan dan mulai mencari keberadaan cangkir, teh, beserta gula pasirnya.
Beberapa saat kemudian Yudha sudah bisa menemukan semuanya, dan kini Yudha memasukan teh celup ke cangkir lalu mengisinya dengan air panas. Yudha mencelupkan tehnya berkali-kali hingga air panas itu berubah menjadi cokelat.
Setelah itu Yudha meletakan cangkir tehnya di nampan beserta satu toples gula, sebelum di bawa ke Zia, Yudha membuang teh gantungnya terlebih dahulu. Yudha lebih memilih biar Zia sendiri yang mengatur tingkat kemanisan tehnya.
Yudha mendekati Zia yang masih duduk di sofa. Dapat Yudha lihat wajah lelah kentara terukir di wajah cantiknya, bahkan matanya sudah terlihat sedikit membengkak karena terlalu lama menangis.
Yudha menarik napasnya dan membuangnya pelan untuk menghilangkan rasa gugup. Yudha meletakkan secangkir teh di meja tepat di depan Zia duduk.
"Zia tehnya sudah siap." ujar Yudha.
Hening, Zia tidak menjawab Yudha. Yudha merotasikan matanya. Namun kemudian Yudha tersentak begitu juga dengan Zia yang langsung membuka matanya ketika mendengar seseorang turun dari tangga.
"Kalian sudah pulang? Sejak kapan?" ujar Banu sambil mendekati keduanya dengan buku di tangan kanannya. Secara tiba-tiba cemas menghinggapi Yudha. Yudha dengan kencang menggigit bibir bawahnya.
Banu mendudukkan dirinya di samping Zia lalu membuka bukunya.
Zia beranjak pergi dari dan dan dengan cepat menaiki anak tangga lalu memasuki kamarnya tidak lupa menguncinya.
Yudha dan Banu saling pandang. Yudha memaksakan senyumnya sambil menganggukkan kepalanya ke arah Banu.
"Ada apa dengannya?"
"Tidak kok, Mas. Mungkin Zia terlalu lelah saja." ujar Yudha.
Banu mengangguk saja padahal hatinya menyangkal alasan tidak masuk akal Yudha.
Tidak berapa lama setelah Zia memasuki kamarnya, Yudha pamit untuk pulang ke Banu.
---
Banu terbangun seketika karena deringan di ponselnya. Dengan malas Banu mengambil ponselnya untuk mematikan alarm.
Banu mendudukkan dirinya, hari masih terlalu pagi, jadi Banu tidak terlalu terburu-buru ke kantor.
Banu berniat untuk mandi dahulu lalu membantu Bi Irma menyiapkan sarapan. Kedua asisten rumah tangga di rumahnya itu pulang setelah makan malam dan ke sini jam empat pagi dengan memegang kunci cadangan agar tidak kesusahan masuk ke rumah.
Banu keluar dari kamarnya dengan menggunakan pakaian kantornya namun jasnya belum di kenakan. Banu menggulung lengan bajunya hingga ke siku lalu memasang dasi sambil berjalan menuruni tangga. Kakinya bahkan masih berbalut sandal selop rumahan.
"Bi Irma, apa yang perlu aku lakukakan?"
"Duduk saja, Bi Irma sudah selesai." sahut Bi Irma.
"Baiklah, dimana Mba Alisyah?" tanya Banu setelah mendudukkan dirinya di kursi. Alisyah adalah asisten rumah tangga keluarga Wananda yang lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A SONG FOR YOU (REVISI)
Teen Fiction(END) Menyakiti dan Di sakiti. Menghina dan Di hina. Melukai dan Di lukai. Kata yang berawalan dengan Di bernilai plus di mata Tuhan. Mencintai itu tidak salah. Karena dengan tiba-tiba timbul ke permukaan dan mendesak hasrat untuk segera mengungkap...