Sudah seminggu semenjak kejadian di mana Zia meminta putus dari Yudha. Selama itu juga Zia selalu menghindari Yudha ketika keduanya tidak sengaja bertemu, maka Zia akan menjauhi. Zia masih belum bisa bertemu Yudha untuk saat ini. Terkadang Zia merasa iba pada Yudha yang terus mengejarnya ketika tanpa sengaja berpapasan, Yudha masih berusaha untuk menjelaskan semuanya. Namun hati Zia sudah terlalu sakit untuk mendengar kenyataan nantinya jika Yudha benar-benar berselingkuh.
Saat malam Zia selalu merindukan sosok Yudha. Rindu akan senyumannya yang membuat lesung pipinya manis terlihat, rindu akan sikapnya yang selalu lembut, Zia benar-benar merindukannya. Zia ingin sekali memeluknya, ingin mengatakan jika Zia sangat menyayangi pria manis itu, tapi semuanya sirna ketika Zia mengingat di mana Yudha berduaan dengan wanita cantik sat itu.
Di minggu kedua Zia menjabat gelar jomblonya lagi, tanpa banyak yang tahu, Zia tengah dekat dengan Dimas selaku Presdir perusahaanya seminggu terakhir. Zia tidak tahu awal cerita kedekatannya bagaimana, ini sangat cepat sekali berlalu, membuat Zia dengan mudah melupakannya.
"Ini restoran yang selalu saya datangi, makanan di sini sangat cocok dengan lidah saya. Apa menurutmu juga seperti itu?" tanya Dimas.
"Saya lebih menyukai masakan kakak saya Pak Dimas. Entah lidah saya yang sudah terlalu biasa dengan masakan kakak saya atau bagaimana, intinya saya sedikit kurang cocok." sahut Zia sambil tersenyum lembut.
Saat ini Zia sudah bisa melupakan Yudha secara perlahan, walau sejujurnya Zia masih merindukan pria manis itu. Belakangan ini Zia jarang berpapasan atau sekadar lewat sekilas mata. Kemana Yudha pergi?
"Zia, apa ada hal yang mengganggu pikiranmu? Dari tadi kamu hanya melamun." tanya Dimas.
"Oh tidak kok Pak, maafkan saya." sangkal Zia.
"Saya penasaran akan rasa dari masakan kakakmu, lain kali bolehkan saya berkunjung ke rumahmu?"
Zia mengedipkan matanya beberapa kali, namun seketika seulas senyum tipis terukir di bibirnya.
"Tentu saja, Pak." sahut Zia.
---
Seminggu terakhir Yudha menjadi seorang yang gila kerja. Setiap harinya Yudha akan menghabiskan hari-harinya dengan dokumen-dokumen penting. Bahkan hobi bermain gitarnya perlahan tersingkirkan. Yudha tidak punya waktu untuk memanjakan gitarnya. Saking sibuknya Yudha, sampai lupa akan jadwal makannya. Hana merasa sangat khawatir jika nantinya Yudha akan kelelahan karena bekerja tidak ingat waktu.
Yudha menutup dokumennya dan menaruh bolpoinnya di atas meja. Menyenderkan tubuhnya di kursi kerjanya. Yudha sempat melirik ke arah jam yang terpampang di dinding. Jarumnya sudah menunjukkan pukul satu malam.
Yudha memijit pangkal hidungnya ketika dengan tiba-tiba pening mendera kepalanya. Ini efek karena Yudha kebanyakan menatap layar laptopnya.
Pekerjaannya sudah selesai, Yudha mulai membereskan meja kerjanya dan mematikan laptopnya.
Setelah semuanya beres, Yudha tidak ada niatan untuk segera tidur, besok Yudah tidak ke kantor, jadi Yudha bisa bangun sedikit siang. Yudha keluar ke arah balkon kamarnya memandang langit malam yang bertabur bintang.
Seketika Yudha menjadi ingat akan Zia. Yudha tersenyum miris ketika mengingat gadis manis itu.
Secara, Zia adalah gadis pertama Yudha. Gadis yang bisa membuatnya nyaman dan membuatnya harus menyayanginya. Yudha adalah tipe orang yang kalo sayang sama seseorang, ya sepenuhnya.
Sebagian besar di setiap hubungan itu pasti berakhir sang gadis yang akan meminta putus terlebih dahulu. Pria jarang sekali meminta lebih dulu untuk putus. Karena apa? Karena, seorang pria jika sudah menemukan sosok yang sudah membuatnya jatuh cinta telak, maka dia tidak akan pernah bisa melepaskannya. Jika mungkin ada, kemungkinan besar pria itu sudah berada di titik paling rendah rasa kekecewaannya, apa lagi jika sampai seorang pria sudah meneteskan air matanya, sudah bisa di tebak, itu sudah menjadi yang paling dasar rasa sakitnya.
"Ini tidak akan terjadi jika kamu memberikanku kesempatan untuk bicara." gumam Yudha sambil menatap layar ponselnya yang menampilkan nomor kontak bernamakan Mba Pacar. Yudha masih enggan untuk mengganti namanya, karena kenangan lama bersama Zia masih sangat membekas, dan butuh waktu lama untuk bisa melupakannya.
---
Zia melangkahkan kakinya keluar dari gedung kantornya. Hari masih tengah hari, namun Zia sudah menyelesaikan semua pekerjaanya, jadi sudah tidak ada alasan Zia berlama-lama di kantornya. Beberapa saat yang lalu Presdir Dimas menghubunginya untuk makan siang bersama, namun Zia menolaknya dengan alasan jika saat ini dia sedikit tidak enak badan dan akan segera pulang.
Zia paling malas jika susah begini, hari ini terik sekali, taksi juga entah kenapa tidak lewat-lewat. Zia mendengus kesal.
Beberapa saat kemudian, sebuah mobil berhenti di depannya. Zia mematung ketika seorang wanita cantik keluar dari mobil lalu menghampirinya.
"Menunggu taksi? Masuklah, aku akan mengantarmu. Tapi sebelum itu, aku ingin membicarakan sesuatu denganmu." ujar wanita itu.
Zia sangat mengenal wanita cantik itu, wanita itu adalah wanita yang sana di mana Zia memergoki Yudha dua minggu yang lalu. Zia ingin sekali menolak, namun Zia merasa tidak enak jika menolak. Akhirnya Zia menurut saja untuk memasuki mobil wanita itu.
Wanita itu membawa Zia ke sebuah Cafe pusat kota.
Setelah memesan dan pramusaji mengantarkan minuman keduanya, Zia meminum minumannya dahulu.
"Bagaimana kabarmu?" tanya wanita itu.
"Aku baik." jawab Zia singkat.
"Senang bertemu denganmu lagi setelah kejadian dua minggu yang lalu." ujar wanita itu.
"Kamu membawaku ke sini mau membicarakan hal apa? Jika membicarakan hal yang tidak penting, maaf aku masih punya urusan yang lebih penting." ujar Zia ketus.
Wanita itu tersenyum sejenak. "Sebelumnya perkenalkan, aku Riana. Sepupu Yudha." ujar wanita yang bernama Riana itu sambil mengulurkan tangan kanannya.
Zia menatap wanita itu tidak percaya, apa pendengaran Zia tidak salah dengar? Sepupu? Wanita yang waktu itu berdekatan dengan Yudha adalah sepupunya Yudha?
"Kamu pasti sangat terkejut, ya?"
"Apa kamu sedang bercanda?"
"Untuk apa? Waktu itu kamu salah paham mengenai kedekatan kami bukan, aku di sini ingin meluruskan masalah kalian. Aku ini sepupunya Yudha, bisa di bilang sepupu jauh sih." ujar Riana.
Zia merasa bingung sekarang, apa Zia benar-benar salah paham?
"Aku terus mencarimu, ingin menemuimu dan mengajakmu berbicara, tapi entah kenapa aku selalu tidak menemukanmu. Padahal hampir setiap hari aku melewati jalanan tadi saat aku mengajakmu. Apa gedung di belakangmu tadi adalah tempatmu bekerja?" tanya Riana.
ia mengangguk saja sebagai jawaban.
"Setelah kejadian dua minggu yang lalu, aku juga jarang menemui Yudha. Aku selalu mampir ke rumah Yudha ketika pulang dari kantor, namun Mba Hana selalu bilang jika Yudha akhir-akhir ini abai akan kesehatannya dan menjadi gila kerja. Entah apa sebabnya, yang aku yakini pastinya karena kejadian waktu itu. Yudha lebih memilih menyibukkan pikirannya dengan pekerjaan untuk menghilangkan kamu dari pikirannya." ujar Riana.
"Setelah kamu tahu hubungan kami hanya sebatas sepupu, apa tindakan yang akan kamu ambil selanjutnya? Jika saja waktu itu kamu mau mendengarkan Yudha untuk memberikan penjelasan, mungkin ini tidak akan terjadi. Aku marah sekali padamu, tapi aku tidak bisa apa-apa. Aku hanya bisa berharap Yudha akan baik-baik saja nantinya." ujar Riana.
"Maaf, aku ada keperluan mendadak, aku harus pulang. Terima kasih tumpangannya." ujar Zia lalu pergi dari sana dengan cepat.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
A SONG FOR YOU (REVISI)
Teen Fiction(END) Menyakiti dan Di sakiti. Menghina dan Di hina. Melukai dan Di lukai. Kata yang berawalan dengan Di bernilai plus di mata Tuhan. Mencintai itu tidak salah. Karena dengan tiba-tiba timbul ke permukaan dan mendesak hasrat untuk segera mengungkap...