Zia mendengus kesal, sesekali Zia memegangi kepalanya yang terasa sakit. Jarum jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, namun dirinya masih saja di hadapkan dengan pekerjaan yang tidak kunjung habis.
Zia menjepit ujung hidungnya, matanya sudah blur karena kebanyakan melihat laptop.
Zia mendengus kasar lalu membanting pulpennya di atas meja. Zia menyenderkan tubuhnya di kursi kerjanya dan memejamkan matanya sebentar.
Drrtt drrrt!
Zia mendesah pelan, baru saja beristirahat namun istirahatnya terganggu karena getaran ponselnya.
Zia mengamit ponselnya dengan malas dan melihat sederet nama di layar ponselnya, Mas Banu.
"Iya halo," ujar Zia tanpa minat.
"Kenapa belum pulang juga?" tanya Banu di seberang sambungan.
"Pekerjaan Zia banyak sekali, Mas. Jika boleh, Zia ingin mengutuk Pak Presdir sekarang juga karena telah membuat Zia lembur dengan memberikan setumpuk map sialan ini," ujar Zia sambil mengumpat.
"Pulang saja, bawa pulang kerjaanmu. Kerjakan saja di rumah."
"Masih banyak sekali, Mas. Zia kerepotan membawanya nanti," jawab Zia sambil mempoutkan bibirnya.
"Sudah saja, sekarang Mas Banu akan berangkat untuk jemput Zia, Zia segera kemasi barang-barang Zia dan keluar dari gedung kantormu. Tunggu Mas Banu di depan gedung, Jangan pergi kemana pun sebelum Mas Banu sampai," ujar Banu panjang lebar.
"Iya baiklah," sahut Zia lalu mematikan ponselnya.
Zia menurut untuk segera mengemasi barang-barangnya dan beranjak keluar, tidak lupa juga tumpukan tinggi di dekapannya.
Beberapa saat kemudian, Zia sudah berdiri di depan gedung kantornya menunggu Banu.
Namun di detik berikutnya dirinya tersentak ketika seseorang menepuk pelan bahunya.
Zia berbalik dan nampaklah seorang pria yang tidak asing di ingatannya.
"Y-yudha, bukan?" tebak Zia memicingkan matanya untuk memperjelas penglihatannya karena memang lampu jalanan di sana tidak bersinar terang dan hanya remang-remang saja, hal itu membuat penglihatan menjadi sedikit tidak jelas.
Yudha tersenyum saja lalu mengangguk. Yudha melihati Zia yang masih rapih dengan baju kantornya dan beberapa map di dekapannya.
"Baru pulang?" tanya Yudha ke Zia.
"Iya, Sejujurnya pekerjaanku masih banyak, kamu bisa lihat sendiri tumpukan mapnya masih setinggi ini. Tapi Mas Banu memaksaku untuk pulang," sahut Zia sedikit menjelaskan.
"Sibuk sekali ya," ujar Yudha sambil terkekeh pelan.
Yudha menghela napas pelan dan menarik lengan Zia untuk duduk di bangku yang letaknya tepat di belakang Zia berdiri.
Zia mengerutkan keningnya ketika Yudha memangku sebuah gitar.
"Sedang apa kamu di sini?" tanya Zia.
"Aku? Aku hanya berjalan-jalan malam. Rasa bosan terus saja menghinggapi suasanaku ketika aku sedang menunggu Mba ku pulang dari kantor," sahut Yudha seadanya.
"Ku rasa, sebaiknya kamu segera pulang. Angin malam tidak baik untukmu," ujar Zia.
Yudha terdiam sejenak, "Pikirkan dirimu sendiri dahulu. Bahkan kamu masih berkeliaran disini," ujar Yudha tanpa menatap Zia.
"Aku tidak berkeliaran, sudah aku bilang aku baru pulang dari kantor dan sedang menunggu Mas Banu,"
"Baiklah, baiklah."
KAMU SEDANG MEMBACA
A SONG FOR YOU (REVISI)
Teen Fiction(END) Menyakiti dan Di sakiti. Menghina dan Di hina. Melukai dan Di lukai. Kata yang berawalan dengan Di bernilai plus di mata Tuhan. Mencintai itu tidak salah. Karena dengan tiba-tiba timbul ke permukaan dan mendesak hasrat untuk segera mengungkap...