Zia melirik ke arah jam yang melingkar manis di pergelangan tangannya, sudah sekitar lima belas menit berlalu namun Masnya belum juga kembali, Zia melepas earphone yang semula terpasang di kedua telinganya dan memasukkan earphone beserta ponsel pintarnya di tas selempangnya.
Zia memberdirikan tubuhnya dan berjalan mendekati stan es krim berniat menghampiri Banu yang masih mengantri demi dirinya. Jika di lihat-lihat sekarang sudah hampir giliran Banu.
"Mas."
Banu yang tadinya fokus sama ponselnya kini mematap Zia yang tiba-tiba datang menghampirinya.
"Ada apa? Kenapa kemari? Sesuatu terjadi?" tanya Banu sedikit khawatir.
"Tidak," sahut Zia sambil menggeleng pelan.
"Lalu? Ah iya sekarang giliran kita, mau menunggu sebentar lagi?"
Zia mengangguk pelan sebagai jawaban.
"Tolong buatkan rasa Cokelat, ya," ujar Banu kepada penjaga stan.
"Zia sudah tidak ingin," ujar Zia tiba-tiba.
"Lho, bukannya tadi kamu merengek minta di belikan? Sekarang tanggung jawab karena sudah membuat Masmu mengantri lama," ujar Banu setelah menerima sodoran es krim dari penjualnya dan menyodorkannya ke Zia.
"Tidak mau," tolak Zia sambil menggeleng ribut.
"Zia."
"Iya baiklah."
"Anak pintar," ujar Banu sambil mengusap lembut surai adiknya.
Setelah mendapatkan es krimnya Banu memutuskan untuk duduk terlebih dahulu, bagaimana pun mengantri adalah hal yang sangat melelahkan, bagi dirinya.
"Aduh, mba. Aku lupa," ujar seseorang yang kebetulan lewat di depan Zia dan Banu yang masih duduk dan membuat keduanya sontak menatap heran.
"Lupa apa?" tanya wanita yang di sebut Mba oleh orang itu.
"Tadi aku lupa membawa masuk gitarku."
Seorang yang disebut Mba itu hanya menghela napasnya pelan dan memegangi kepalanya yang tidak merasa sakit.
Banu memfokuskan penglihatannya ke sebuah benda perak yang nampak terjatuh dari saku wanita itu, Banu mengambilnya karena kebetulan jatuhnya tidak terlalu jauh dari dirinya duduk. Zia memakan sisa es krimnya yang hanya tinggal sesuap lagi lalu sedikit mendekat ke arah Banu untuk ikut melihat apa yang telah di temukan oleh Masnya.
"Sudah?" tanya Banu sedikit bergumam.
Zia mengangguk pelan sebagai jawaban. Banu tersenyum sebentar san jemarinya bergerak mendekat ke wajah Zia untuk sekadar membersihkan sisa es krim di sudut bibir Zia.
"Pelupa sekali sih, kamu masuk untuk makan sambil membawa gitarmu, jika kamu lupa," ujar wanita itu.
"A-ah iya, Mba benar. Astaga, ada apa dengan diriku," ujar laki-laki yang bernama Yudha itu sambil menepuk pelan dahinya.
Zia menatap kedua orang yang masih berada di depannya dengan tatapan tanpa arti.
"Astaga Yudha, Mba lupa dimana Mba menyimpan kunci mobil kita," ujar wanita itu setelah merasa sudah mengecek saku celananya dan nihil.
"Mba, jangan bercanda."
"Mba tidak mungkin bercanda di saat genting seperti ini, Yudha. Oh maafkan kami," ujar wanita itu ketika sadar ada orang di belakangnya.
"Tidak apa, itu bukan sesuatu yang besar. Kamu tidak perlu sampai meminta maaf seperti itu," jawab Banu sambil memberdirikan tubuhnya.
"Kami terlalu larut dalam urusan kami."
"Sungguh tidak apa, dan ini," sahut Baju lalu menyodorkan sebuah kunci mobil dengan gantungan bola bulu lembut berwarna hitam.
"Oh, ini kunci mobilku, bagaimana bisa?" tanya wanita itu setelah mengambil alih kunci mobilnya.
"Barusan kamu menjatuhkannya ketika kekasihmu berbicara mengenai gitar."
"Oh terima kasih banyak, dan lagi, dia bukan kekasihku, dia adikku," ujar wanita itu.
"Oh maafkan aku, aku kira ...."
"Tidak apa, dan terima kasih banyak telah menemukan kunci mobilku dan mengembalikannya," potong wanita itu.
"Sama-sama, Nona," jawab Banu sambil tersenyum ramah.
"Zia ayo kita ke sana sebentar," ajak Banu sambil menunjuk ke arah kanannya ke Zia yang berdiri di belakangnya.
Zia mengikuti arah tunjuk Banu dan mengangguk pelan untuk menyetujuinya.
Zia tanpa sengaja menatap wanita itu dan tersenyum tipis, begitu pun dengan laki-laki di samping wanita itu, Zia kembali tersenyum tipis ketika laki-laki itu melempar senyum lembut ke arahnya. Sempat beberapa waktu tatapan mata Zia terpaku, namun pikirannya membantu membuyarkan."Kami pergi dahulu," ujar Banu ke kedua orang di depannya.
wanita itu hanya mengangguk saja, bahkan senyum di wajahnya tidak kunjung hilang.
Banu tersenyum sebentar dan berlalu pergi dari sana di ikuti Zia di sampingnya.
"Zia mau apa lagi?" tanya Banu ke Zia yang berjalan di sampingnya.
"Mas punya waktu luang sampai kapan?"
"Hari ini Mas tidak ada jadwal apa pun, untuk itu Zia mau kemana lagi?"
"Hari hampir sore, sebentar lagi mau masuk jam makan malam, Mas ayo kita makan malam di kedai seafood pusat kota, katanya di situ sangat enak. Aku semakin penasaran ketika Reza membenarkan rumor itu," ujar Zia
"Baiklah, ayo kita ke mobil dan langsung berangakat ke sana," ajak Banu sambil menarik lembut lengan Zia.
Zia mengangguk semangat, hari ini adalah hari minggu, tak ayal jika keduanya memiliki masa luang yang panjang dan ketika hari libur seperti sekarang keduanya akan menghabiskan waktu bersama. Biasanya Zia dan Banu akan sedikit melakukan komunikasi jika di hari kerja. Terkecuali waktu sarapan sebelum berangkat ke kantor. Makan malam pun sendiri-sendiri mengingat jadwal pulang keduanya berbeda. Sejujurnya, walau pun keduanya kakak beradik, namun kantor keduanya tidak lah satu gedung.
Zia bekerja sebagai Direktur di salah satu sebuah perusahaan terbesar di pusat kota. Sedangkan Banu bekerja sebagai CEO atau Presdir dengan melanjutkan perusahaan mendiang Ayahnya di pusat kota juga namun gedungnya agak jauh dari kantor Zia. Zia pernah ditawarkan oleh Banu untuk bekerja bersamanya saja, namun Zia menolak dengan alasan bahwa ia tidak manja. Memang alasannya sedikit tidak masuk akal, namun Zia beranggapan seperti itu. Zia juga pernah di tawari oleh Banu untuk melanjutkan perusahaan mendiang Ayahnya yang berada di luar kota, namun Zia tetap menolak dengan alasan tidak mau jauh dari Banu. Zia memang pandai membuat beribu alasan. Pada dasarnya, Zia tidak mau jauh dari satu-satunya keluarga yang Zia miliki, yaitu Masnya, Banu.
Walau pun hanya memiliki sang kakak seorang, di rumah Banu dan Zia yang keduanya tinggal, rumah keduanya tidak pernah terasa sepi. Karena teman Banu dan dua orang asisten rumah tangga ikut meramaikan suasana di rumah keduanya. Terkadang teman sekolah Zia dulu saat sekolah menengah juga datang untuk berkunjung, namun hanya satu hari dalam satu minggu. Terkadang juga Aditya yang kini statusnya menjadi pacar Zia selalu berkunjung ke rumah Zia. Apa lagi sekarang Banu susah mempercayai Aditya untuk menjaga Zia di saat dirinya sedang sibuk.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
A SONG FOR YOU (REVISI)
Teen Fiction(END) Menyakiti dan Di sakiti. Menghina dan Di hina. Melukai dan Di lukai. Kata yang berawalan dengan Di bernilai plus di mata Tuhan. Mencintai itu tidak salah. Karena dengan tiba-tiba timbul ke permukaan dan mendesak hasrat untuk segera mengungkap...