Zia terbangun karena dirinya merasa terusik oleh sinar mentari yang mulai memenuhi kamarnya, Zia mendudukkan dirinya di tepi ranjang namun masih enggan membuka matanya.
Zia mulai membuka matanya perlahan dan meregangkan otot-otot tubuhnya. Padahal dia baru bangun tidur, tapi kenapa merasa pegal? Ini aneh.
Zia melangkahkan kakinya ke kamar mandi untuk sekadar membersihkan tubuhnya. Zia keluar kamar dengan keadaan sudah rapih mengenakan baju kantornya. Zia menuruni anak tangga sambil mengenakan jam tangannya. Sesampainya Zia di ruang makan, matanya melihat Banu yang sudah rapih dengan jasnya tengah duduk sambil menikmati sarapannya.
"Pagi, Mas Banu," sapa Zia lalu mendudukkan dirinya di kursi makan.
"Pagi juga adik ku sayang, ayo habiskan sarapan mu lalu kita berangkat bersama." titah Banu dengan nada dingin.
Zia terdiam sebentar ketika sadar nada bicara Banu yang berbeda, "Okay," sahut Zia seolah tidak tahu apa-apa.
***
Hari sudah siang, Zia menyenderkan tubuhnya di kursi kerjanya. Pekerjaanya sedikit lagi selesai dan itu bisa membuat Zia bersantai. Zia membuka ponselnya dan membaca pesan dari Aditya semalam. Iya, Aditya mengirim pesan semalam namun baru Zia baca sekarang.
From : Aditya
Zia, maafkan aku. Aku terlalu larut mengobrol dengan Naufal tentang kantor, aku melupakan janjiku padamu untuk menjemputmu, sungguh maafkan aku.
Zia mematikan ponselnya dan meletakannya di meja. Memang Aditya tidak melakukan kesalahan besar, Zia juga memaklumi karena Aditya sama sibuknya dengan Zia. Namun, yang menjadi permasalahannya yaitu Banu. Banu tidak akan mengampuni seseorang jika mereka melakukan kesalahan jika itu terkait Zia, meskipun orang itu adalah Aditya yang selaku pacar Zia. Di tambah Aditya sendiri yang bilang jika dia yang akan menggantikan Banu untuk menjaga Zia.
Memikirkannya saja mampu membuat kepala Zia pening. Zia meminum teh di samping laptopnya.
Drrrt drrt!
Zia kembali meletakan cangkir tehnya dan mengamit ponselnya. Zia membaca sederet nama yang menghubunginya.
"Reza," gumam Zia.
Tanpa berpikir Zia menarik ikon hijau itu ke samping dan menempelkan speaker ponselnya di telinga kirinya.
"Zia, pulang sekarang aku mohon."
"Lho, ada apa, Za?"
Pip!
"Za, Halo Reza!" ujar Zia.
Zia mendengus kesal namun dirinya menurut untuk segera pulang ke rumah. Pikirannya sudah kalut mengenai segala hal. Apa yang tengah terjadi di rumah menjadi pertanyaan paling atas di benak Zia.
Zia keluar dari gedung kantor dan segera menghentikan taksi, setelah menaiki taksi Zia menggigiti bibir bawahnya, Zia sangat cemas sekarang. Apakah ini mengenai Banu yang bersikap dingin tadi pagi?
Zia keluar dari taksi setelah mengulurkan beberapa lembar uang. Dirinya seketika sedikit berlari memasuki rumah.
Di halaman rumahnya terdapat beberapa satu motor yang Zia tahu itu motor milik Reza, dan di tambah sebuah mobil yang Zia tahu itu mobil milik Aditya.
Perkiraan Zia semakin kuat jika Aditya sudah berada di rumahnya, Banu pasti sedang mengamuki Aditya perihal kemarin malam.
Zia dengan bringas membuka pintu dan mendapati Aditya yang sudah tersungkur dengan wajah yang penuh luka lebam. Dan lagi matanya melihat Banu yang sedang di tahan oleh Reza beserta Naufal.
Zia dengan segera membantu Aditya untuk berdiri.
"Ada apa ini? Aditya, kamu baik-baik saja? Astaga wajahmu banyak lebam," ujar Zia.
"Mas Banu, apa yang kamu lakukan?!" ujar Zia tegas.
"Dia sudah membuatmu hampir celaka karena semalam lupa menjemputmu, Zia. Dia benar-benar harus di beri pelajaran karena telah membuat adikku celaka!" ujar Banu lalu melangkah maju untuk kembali menghajar Aditya, namun tubuhnya kembali di tahan oleh Reza dan Naufal.
"Nu, sudah Nu. Lagian bukannya sengaja Aditya tidak menjemput Zia," sela Reza.
"Adikku di ikuti dua orang anggota Draco kemarin malam, jika saja Yudha tidak membawanya kabur, kemungkinan besar adikku akan celaka!" ujar Banu menatap Aditya garang.
"Draco? Oh astaga, bagaimana bisa mereka mengusik keluargamu?" ujar Reza.
"Aku juga tidak tahu," sahut Banu.
"Sungguh maafkan aku Mas, aku semalam sibuk karena kantorku, Jika tidak percaya Mas Banu bisa tanyakan kepada Naufal," ujar Aditya.
"Seharusnya jika kamu berhalangan, kamu menghubungiku, kamu masih punya ponsel, kan?" ujar Banu dengan nada tegas.
"Iya baiklah, aku salah maaf Mas, maaf," ujar Aditya mencoba untuk mengalah dari pada nanti semakin runyam.
Banu menghela napasnya untuk menetralisir emosi yang sempat menguasainya. Reza dan Naufal melepas pegangannya yang erat pada lengan Banu.
Banu mendudukan dirinya di kursi untuk mencoba mengontrol emosinya.
"Bi Irma, tolong buatkan secangkir teh untuk Mas Banu, ya."
Asisten rumah tangga itu mengangguk saja dan melenggang pergi.
Beberapa saat kemudian setelah kepergian asisten rumah tangga yang membawakan teh Banu. Semua orang di sana mendudukan dirinya di kursi tamu, terkecuali Zia yang kini sedang mengambil kotak p3k untuk mengobati luka lebam Aditya.
"Kita harus menyusun rencana, Za."
"Iya, Nu. Aku akan menghubungi anak-anak lain untuk berkumpul," sahut Reza.
Zia kembali sambil membawa kotak p3k di tangannya dan mendudukan dirinya di samping Aditya.
Zia membuka kotak itu dan mengambil kapas beserta obat merah. Zia meneteskan kapas itu menggunakan obat merah dan menarik Aditya menghadap dirinya.
"Kalo sakit bilang ya, aku akan lebih lembut melakukannya," ujar Zia dan di angguki paham oleh Aditya.
Aditya meringis ketika Zia mulai mengobati beberapa titik lukanya.
"Kenapa kamu keras kepala sekali? Jika kamu tidak sanggup untuk menggantikan Mas Banu, kamu bisa mengembalikan kewajibannya," ujar Zia.
Aditya tersenyum sebentar menatap Zia.
"Jika kita bertukar peran, maka apa kamu akan melakukan hal yang sama sepertiku kepada orang yang benar-benar kamu cintai?" tanya Aditya.
Zia terdiam sejenak. Tangannya meletakan kapas bekas mengobati luka Aditya itu di atas meja dan kembali menatap Aditya yang masih menatapnya.
"Dan apa kamu sanggup ketika melihat orang yang kamu cintai terluka begini?" tanya Zia balik.
Aditya tersentak atas ucapan Zia. Bahkan perkataanya pun tidak bisa di bantah dengan alasan apa pun sama sekali. Seketika keduanya saling tatap.
"Ekhem!"
Deheman Naufal mampu membuat keduanya gelagapan dan tersadar dari lamunannya.
"Di sini ramai, jangan menganggap dunia hanya milik kalian berdua," celetuk Naufal.
"Apaan sih," gerutu Zia sedikit kesal sambil mempuotkan bibirnya.
"Aditya, kamu masih sanggup mengemban kewajibanku? Atau mengembalikannya kepadaku?" tanya Banu serius.
"Beri aku kesempatan, Mas. Aku berjanji untuk tidak melanggarnya lagi kali ini," pinta Aditya.
"Aku pegang janjimu," sahut Banu.
Zia tersenyum lembut ke Aditya, Oh astaga Zia tersadar kembali, Zia mulai mencintai Aditya lagi, lagi, dan lagi. Zia bersyukur akan hal itu. Dan lagi Zia semakin bersyukur karena di sekitarnya adalah orang-orang yang sangat menyayangi dirinya.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
A SONG FOR YOU (REVISI)
Teen Fiction(END) Menyakiti dan Di sakiti. Menghina dan Di hina. Melukai dan Di lukai. Kata yang berawalan dengan Di bernilai plus di mata Tuhan. Mencintai itu tidak salah. Karena dengan tiba-tiba timbul ke permukaan dan mendesak hasrat untuk segera mengungkap...