CHAPTER 59 BICARA

287 65 69
                                    

CHAPTER 59

BICARA

Mark mendapat tonjokan 2 kali di wajahnya. Yah, Title memukulnya ketika baru sampai di pack. Melupakan fakta bahwa pria muda yang dipukulnya adalah putra sang Alpha. Title tidak mengerti bagaimana cara bekerja Mark ketika menjaga putranya, tetapi ucapan sang Istri menyadarkannya.

"Mark itu ingin membahagiakan putramu, kenapa kau memukulnya?!" Tanya sang Istri ketus. "Gun sudah meminta ijin padamu, tapi lihat kau? Malah sibuk bekerja sampai larut malam dan melupakan permintaan kecil darah dagingmu sendiri!"

"Apa?! Kau bilang permintaan kecil?" Title melebarkan mata. Istrinya jarang sekali membela orang lain, tapi ini malah dia yang disalahkan.

"Gun itu nekat sepertiku, dia akan melakukan apa pun agar Mark mau menuruti permintaannya. Memangnya kau pikir dia akan menurutimu selamanya?!" Suara Earth sudah serak karena bicara dengan nada tinggi.

Title tidak dapat berkata-kata. Memang benar putranya semakin tumbuh tidak akan semakin menurut. Bisa menyimpulkan sendiri apa yang ingin dilakukan, membuat keputusan sendiri sesuai pemikirannya.

"Mark...." Pria cantik itu memanggil menantunya dengan lembut, tangannya memegang wajah Mark, "Kembali ke kamarmu dan obati lukamu ya? Jangan terlalu terbawa hati atas perilaku Phi Title. Dia itu memang sedang darah tinggi, jadi begitu!" Mencebik tepat di depan wajah Title.

"Ayah." Mark membungkuk hormat dalam waktu lama, "Maaf aku lalai dalam menjaga Gun." Pemuda itu sama sekali tidak merasa harga dirinya direndahkan. Mark sangat menghormati sosok pelatih, Ayah Mertua sekaligus sahabat Wolfnya.

Mark berbalik dan keluar dari kediaman Gamma dengan wajah yang memar. Memar yang tadi saja masih belum dibersihkan, sekarang Mark sudah mendapat pukulan yang meninggalkan wajah yang membiru.

Ketika sampai di kamarnya, Mark langsung membersihkan wajahnya agar lebih segar. Tubuhnya terasa sakit, pikirannya penuh, belum lagi kekhawatirannya tentang keadaan Gun.

"Sudah bertemu Ayah Mertuamu?" Plan masuk ke kamarnya dengan langkah tenang. Membawa obat-obatan dan peralatan untuk membersihkan luka.

Mark menatap Ibunya dengan wajah yang dipaksakan senyum. "Sudah Bu, aku dapat luka baru." Tidak ada nada rengekan.

Ibunya tidak menyahut lagi, tetapi tangannya dengan sigap menyiapkan obat untuk luka putranya. Menempelkannya pada luka sembari meniupnya agar mengurangi rasa sakit. Plan lupa jika putranya sudah kebal dengan rasa sakit, Mark tidak meringis meski Plan yakin dirinya sempat menekan bagian luka sang putra.

"Biarkan saja, tidak apa Bu. Aku sudah biasa." Ucapnya kala tangan Ibunya berhenti pada luka di atas alisnya.

"Ibu tahu kok. Ibu hanya tidak ada kerjaan, jadi sengaja mencari padamu." Plan bercanda guna mencairkan suasana.

Mark meresponnya dengan senyum simpul, "Aku bukan bos besar, Bu. Aku hanya putramu."

"Mark-ku akan jadi orang sukses nantinya, Ibu yakin!" Plan menutup kembali kotak obat. "Oh iya, Gun mencarimu. Dia mengkhawatirkanmu." Ucapnya kala teringat sesuatu.

"Nanti saja Bu, mungkin orang tua-nya ingin menemuinya."

"Di dapur ada banyak makanan, ke sana saja dan ambil apa yang ingin kamu makan." Mark mengangguk.

"Bu...." Mark memanggil Ibunya dengan suara lirih.

"Ada apa? Mark butuh sesuatu?" Suaranya Ibunya tetap selembut ini, padahal Mark baru saja dikatakan tidak becus oleh calon Ayah Mertuanya.

HIDDEN PIECES  (The Next Story of ALPHA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang