CHAPTER 62 PENYERANGAN DI RANAH PUBLIK

251 53 39
                                    

CHAPTER 62

PENYERANGAN DI RANAH PUBLIK

Dor!

Suara tembakan menggema memenuhi seisi kampus. Senjata laras panjang yang jarang dimiliki oleh manusia, bagaimana bisa diketahui? Karena Yanjun juga merupakan kaki tangan Paman mudanya. Yanjun melihat dengan jelas bagaimana dengan sigapnya Mark menghindar, meski tetap saja lengannya akhirnya menjadi korban.

Mark Phiravih, Lin Yanjun dan Blue Pongtiwat berada di kampus. Kedua pemuda itu menjemput Mark untuk membahas hal penting mengenai perang yang kemungkinan akan terjadi dalam waktu dekat. Belum sempat menyapa, mereka dikejutkan dengan suara tembakan yang memekakkan telinga. Yanjun dengan sigap menghampiri Mark, sementara Blue menelisik ke arah tembakan berasal. Mark merubah warna matanya menjadi merah tetapi hanya di sebelah kanan.

Dor!

Satu tembakan mendarat di perut sebelah kanan Mark. Saat telinganya mendengar ada bunyi peluru yang dilepaskan, Mark malah memperhatikan posisi kakak-kakaknya yang berada di dekatnya. Mark berjalan ke arah Blue guna melindungi sang kakak dari peluru yang siap bersarang pada tubuh Phi Blue.

"Arrghhh!" Mark berteriak kesakitan.

Darah mengucur deras dari seragam putihnya, menciprat di permukaan lantai taman kampus dan membuat suasana menjadi panik. Para mahasiswa berlari tunggang langgang mencari perlindungan ke dalam gedung karena takut tertembak.

Mark masih kokoh berdiri meski dua peluru bersarang di tubuhnya, masih dalam keadaan sadar.

"Arah jam 3 di sisi belakang gedung, arah jam 11 di atap gedung." Mark memberi petunjuk.

Blue dengan cepat berlari ke belakang gedung guna mengejar pelaku penembakan yang berani menyerang di tempat umum seperti ini. Berani sekali menantang ahli berburu sepertinya?!

Sementara itu, Yanjun memegangi perut Mark yang terus mengeluarkan darah. "Kita ke rumah sakit!"

Mark berjalan sembari menahan rasa sakit. Phi Yanjun baru selesei menelpon seseorang di rumah sakit. Saat kakaknya mencari kontak lain, Mark menahan pergerakan tangannya, "Menelpon siapa lagi Phi?!" Mereka berhenti berjalan ketika sampai di parkiran.

"Gun. Dia harus tahu kau terluka."

"Jangan gila!" Ucap Mark penuh penekanan.

"Dia matemu, tentu harus tahu keadaanmu!" Yanjun meringis ketika tangan kanan Mark dilepaskan dari perutnya sendiri. Darahnya sangat banyak.

"Gun sedang sekolah, jangan membuatnya panik!" Protes Mark. "Bawa saja aku ke rumah sakit!"

Yanjun mengangguk, benar kata Adiknya. Mark harus di rawat dulu, baru Yanjun bisa memikirkan hal lainnya. Mobil akhirnya meninggalkan tempat parkir dengan Blue yang masih berburu si pelaku penembakan.

__The Hidden Pieces__

Gun merasa sangat gelisah. Padahal pak Pod sedang mengajar di depan, tetapi Gun tidak bisa berkonsentrasi. Perasaannya sangat tidak enak, Gun mengkhawatirkan orang yang dekat dengannya.

"Ada apa?" Third berbisik.

Gun menatap Third nanar, "Aku merasa tidak enak..."

"Fokuslah, nanti pulang sekolah aku dan Mild akan bersamamu." Gun mempercayai sang sahabat sehingga kini dirinya mengangguk dan mencoba tetap fokus meski tetap saja hatinya khawatir.

Bel pulang sekolah berbunyi. Pak Pod memberi salam sebelum keluar dari ruang kelas.

Gun berulang kali mengusap tengkuknya karena merasa dirinya semakin dilanda kegelisahan, kakinya dihentakkan ke lantai dengan ritme cepat. Suhu tubuhnya memanas, bukan karena demam tetapi seperti temperature udara yang naik akibat sesuatu hal yang tidak diketahui.

HIDDEN PIECES  (The Next Story of ALPHA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang