Chapter 21 SATU PER SATU DAPAT DI PAHAMI

350 67 45
                                    

CHAPTER 21

SATU PER SATU DAPAT DIPAHAMI
.
.
.

Ketika Mark keluar dari kamar orangtuanya karena tadi mengantar Ibunya ke kamar, Ayahnya sedang berada didepan tangga seperti sedang menunggunya. Wajahnya tampak sangat sedih, tentu saja karena Ibunya tadi marah dan menyalahkan diri sendiri. Mark tahu Ayahnya tidak pernah berpikir untuk menghabisinya apalagi ketika dirinya tengah remaja.

"Bisa kita bicara?" Ayahnya mengajaknya.

Mark terdiam, menengok ke pintu kamar yang tertutup.

Dia pikir Ayahnya akan masuk ke kamar setelah Mark keluar, ternyata ingin bicara dengannya.

"Ya, bisa Ayah." Jawab Mark tegas. Meski suaranya sengaja dipelankan agar Ibunya tidak bangun.

Yah, sekitar 15 menit yang lalu Plan tertidur sembari memegang tangan anaknya. Mark dengan telaten mengelus rambut Ibunya dan menenangkan. Meminta Ibunya untuk tidur tanpa memikirkan apapun.

Mark dan Mean telah duduk di sofa ruang tengah, tempat biasanya Mark menghabiskan waktunya sehari-hari ketika pulang sekolah. Mark suka membaca buku, meski di sekolah dia terlihat acuh tak acuh pada banyak hal, Mark tetap menempati peringkat terbaik di sekolah. Tapi dia tak pernah merasa bangga, karena Ayahnya tidak pernah memujinya.

"Ibumu sudah tidur?" Mean mencoba berbasa basi.

"Sudah." Dengan senang hati Mark menjawab.

"Aku hanya bermaksud menanyakan kenapa kau bisa ada di semua situs sosial media, tapi Ibumu tidak membiarkanku bicara tadi. Dan maaf karena kau melihat kami bertengkar." Ayahnya meminta maaf padanya, menyatakan tentang tujuan introgasinya tadi sebelum akhirnya tidak sempat menyelesaikan segala pertanyaannya pada sang putra.

"Aku mengerti, tidak apa-apa Ayah." Mark berusaha menjaga perasaan Ayahnya, tidak ingin menambah beban pikiran sosok yang dia hormati.

"Baiklah," Mean mengambil nafas dalam, "Ayah akan ceritakan sesuatu padamu, tentang____ Ibumu."

"...."

Mark bingung dengan sikap Ayahnya, jadi dia hanya menatap Ayahnya.

"Ibumu sudah seperti itu sejak beberapa tahun yang lalu. Dengarkan dulu, jangan dipotong!" Perintah Ayahnya ketika melihat Mark hendak memprotes ucapannya.

"Ya."

"Ibumu sudah seperti itu sejak beberapa tahun yang lalu. Dia sangat sensitif akan hal-hal yang dia sayangi. Dia mudah marah ketika pendapatnya tak ditanggapi dan Ibumu sering pingsan karena mengajakku berdebat. Mark, aku harap kamu tidak salah paham dengan sikapku selama ini." Mean mulai menjelaskan.

"Plan sangat bahagia ketika kau lahir, dia terlihat sangat hidup dan mencintai keluarga kecilnya. Dia menghabiskan waktu untuk merawatmu, aku sengaja membiarkannya agar dia merasa bahagia." Mean menarik nafas lagi, "Ketika usiamu menginjak 7 tahun, ulangtahunmu dibatalkan karena Ibumu sakit. Setelah itu, Ibumu menjadi sosok yang lebih tertutup dari pada saat pertama mengenalku dulu."

Mendengar penjelasan Ayahnya, Mark mulai memahami benang kusut yang selama ini hinggap di otaknya.

"Ibumu terkadang seperti orang yang kehabisan waktu, dia berusaha melakukan segalanya untuk kita. Melakukan banyak hal untuk pack, membaca banyak buku sampai matanya lelah dan dia kembali pada kebiasaannya telat makan." Mark hanya diam, mendengarkan kata demi kata yang Ayahnya ucapkan. "Plan sesekali terlihat sangat putus asa, apa kau juga melihatnya?" Tanya Ayahnya kemudian setelah bicara panjang lebar.

HIDDEN PIECES  (The Next Story of ALPHA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang