CHAPTER 9 : LUKA YANG MULAI TERKUAK

446 72 31
                                    

CHAPTER 9

LUKA YANG MULAI TERKUAK

Seorang pemuda tengah menuju lokernya, membuka pintu loker dan terkejut karena banyak barang berjatuhan. Banyak paket yang dibungkus dengan sangat cantik jatuh berserakan disamping kaki Mark.

Mark sudah kelas 1 SMA, dan hari ini hari pertamanya berangkat sekolah setelah beberapa hari lalu mengikuti MOS di sekolah barunya. Tidak pernah menyangka kejadian yang lalu terulang lagi.

"Paket-paket ini lagi!" Gumam Mark kesal, dia berencana meletakkan beberapa bukunya kedalam loker dan yang terjadi malah sangat membuatnya jengkel.

"TEMAN-TEMAN........." Mark berteriak, menarik atensi orang-orang disekitarnya.

"SIAPAPUN YANG MAU, AMBIL APA YANG KALIAN INGINKAN."

Setelah berucap seperti itu, teman-teman seusianya yang baru dikenalnya beberapa waktu lalu bergegas menuju tempat Mark berdiri.

"Terimakasih, Mark." Teman-temannya mengucapkan terimakasih.

Mark hanya mengangguk, berbalik meninggalkan teman-teman angkatannya yang merasa senang karena diberi hadiah.

Bagi Mark, berteman dengan manusia ada baiknya, seperti apa yang Pamannya katakan. Ibunya adalah seorang manusia, mau tidak mau Mark harus bisa bergaul dengan mereka. Meski Mark sangat dingin dan tak tersentuh, dia masihlah sosok yang baik di mata teman-temannya.

"Oi, Mark!" Panggilan itu memberhentikan langkah kakinya.

Pria tinggi yang berjarak dua tahun darinya, seorang pemuda yang sudah dikenalnya dengan baik. Cara bicaranya selalu sama, jiwa cassanovanya tampak sangat terlihat dalam wujud penyamarannya di dunia manusia. Benar-benar seorang penipu ulung.

Mark berdehem sekali, mengatakan jika dia mendengarkan.

"Adik kelasku yang tampan, ayo.... ku tunjukkan dimana ruang kelasmu." Mengusik telinga Mark dengan ajakannya yang meledek.

Tidak perlu bicara seperti itu juga, sungguh menggelikan!!

Mereka berjalan bersisian, sesekali pria tinggi itu tebar pesona pada para siswi. Mark sedikit tidak nyaman karena lagi-lagi harus menjadi pusat perhatian, terutama di sekolah yang baru saja dia masuki.

"Phi Blue kenal dengan Mark? Woah...." Seorang siswi menghampiri Mark, ahh maksudku menghampiri Blue yang terlihat sangat ramah.

"Dia temanku, kami sudah mengenal cukup lama." Jawaban Blue membuat Mark merasa lebih tidak nyaman, terutama para manusia itu pasti akan meminta Blue untuk bisa memberikan apa yang hendak mereka berikan padanya.

"Woah... pria tampan memang berteman dengan pria tampan lainnya." Beberapa dari teman-temannya memekik senang, serasa mendapat lotre.

Karena merasa Blue terlalu meladeni mereka, Mark akhirnya berjalan melewati siswi-siswi itu. Dia sangat muak dengan mulut manis para penjilat. Lagi pula dia sekolah hanya untuk menyamarkan identitasnya, haruskah meladeni para manusia itu?

***

Tidak banyak yang tahu jika rasa sakit amat sulit untuk ditahan. Jika otaknya tak kuat, maka hanya kegilaan yang didapatnya. Plan termenung sendirian di taman belakang rumah besarnya, beberapa tetes airmata jatuh membasahi pipinya yang kian hari kian menirus.

Seorang manusia yang juga telah menjadi Luna dari sebuah pack besar kini mencurahkan isi hatinya dalam diam. Diam-diam bersedih, diam-diam menangis, diam-diam merasa seakan Dewa akan segera mengambil nyawanya. Dia tak pernah bisa menunjukkan perasaan takutnya dimata suami dan anaknya. Biarlah dia merasakan perasaan tersiksa ini seorang diri, tanpa melibatkan Mean dan Mark. Rasa sayang dan cintanya terhadap keduanya mampu menutupi kesakitan yang dialaminya.

HIDDEN PIECES  (The Next Story of ALPHA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang