"Jadi jajanan kamu cuma ini aja?" Tanya Dyra yang kemudian teringat foto Radith sedang memakan ice cream.Radith tersenyum, tapi jelas bukan karna melihat mulut gadis itu yang sudah berantakan karna ice cream yang tengah dilahapnya. Melainkan karna adanya pergantian panggilan untuknya. Dan Radith menyukai itu.
Radith mengangguk. "Enak, kan?"
"Yang namanya ice cream dimana-mana sama aja rasanya, ngga ada yang spesial. Kecuali kalau Gucci yang ngeluarin ice cream, mungkin jadi spesial."
Radith tergelak mendengar lelucon Dyra, tapi dia tidak akan mengomentari guyonan garingnya karna hari ini adalah hari terakhir mereka, Radith harus memberikan kesan yang tidak boleh menjadi kenangan buruk untuknya.
"Gimana New York menurut kamu?" Tanya Radith santai sambil menjilati ice creamnya yang sudah mulai meleleh.
"Nice, I love New York."
"How about me?" Tanya Radith dengan seringai yang terlihat penuh arti.
"Muka kamu udah pernah dilempar ice cream belum?" Dyra menyodorkan ice cream miliknya tepat didepan wajah Radith seakan dia benar-benar ingin melemparnya. Radith hanya tertawa saja menanggapi tingkah konyol gadis itu yang tak pernah habis membuatnya terkejut dengan tingkah-tingkahnya yang tidak wajar.
"Kalau suka New York, kamu disini aja sama saya, ngga usah pulang."
"Emangnya kamu ngga balik lagi ke Jakarta?"
"Balik, tapi nanti. Between two weeks, maybe. Pokoknya sampai semua urusan saya disini selesai."
Dyra mengangguk, tidak terlalu perduli dengan pekerjaan Radith. Dia hanya ingin memastikan kalau Radith akan berada jauh dari jangkauannya setidak-tidaknya untuk beberapa minggu kedepan, dan itu bisa membuatnya bernapas lega. Yang sebenarnya Dyra sendiri tidak tau untuk apa rasa lega itu.
"Kesibukan kamu apa sekarang?" Tanya Radith dengan tatapan yang tak pernah lepas dari Dyra.
"Kesibukan aku setelah bangun pagi yang pasti gosok gigi, sarapan, nonton home shopping sambil mikir mau beli barang yang mereka iklanin atau ngga, mandi, ..."
"Wait-wait, kamu ngga kerja?" Potong Radith tak percaya.
"Ngga. Aku ngga pernah beruntung kalau soal nyari kerjaan. Psikotest-psikotest doang, sekali-kalinya udah sampai tahap interview sama user malah gagal. Jadi aku nyerah, jadi ibu rumah tangga aja lebih gampang kayaknya."
"Jadi pembantu maksudnya?" Radith menyindir Dyra dengan seringai yang persis seperti tadi.
"Ya sejenis itulah." Tanggap Dyra sebal. Mengakui kekalahannya secara terus terang.
"Yaudah, kalau gitu kita nikah aja sekarang. Yuk ke Tiffany&Co abis itu ke KUA."
Radith menggandeng tangan Dyra dengan tawa yang hampir meledak, Dyra yang tak percaya hanya bisa melotot dan mencoba menghentikan langkah Radith yang terasa menakutkan baginya. Tapi akhirnya mereka berdua tertawa, entah menertawakan apa, yang jelas mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang saling jatuh cinta, ditambah Radith sekarang mulai melingkarkan tangannya dipinggang Dyra yang tak dipermasalahkan oleh gadis itu.
Dan hari kepulangannya pun tiba. Lagi-lagi Radith rela meninggalkan pekerjaannya demi mengantar Dyra ke bandara. Sesuai dengan perkataan Radith waktu itu, dia benar-benar meminjamkan koper miliknya agar Dyra bisa membawa semua barang yang sudah dia beli disini tanpa perlu membeli koper baru lagi.
"Walaupun urusan kita belum selesai, but thank you for everything." Ucap Dyra tulus.
Radith tersenyum, urusan mereka belum selesai. Benar. Urusan mereka memang tak akan pernah selesai, Radith berjanji dalam hati.
"Some goodbyes are not really the end of the story, but may be a beginning of a new journey." Radith kembali tersenyum, diselipkan seringai mengejek yang dibalas cibiran dari Dyra.
"Can I hug you?" Radith tau dia sudah meminta hal yang sulit untuk dikabulkan, tapi sekali ini dia mencoba peruntungannya. "Please?"
Dyra masih melongo, tidak tau apa yang ada dipikirannya. Dia diam, masih mencerna kata-kata Radith yang terdengar sesukanya saja. Tapi Dyra tidak keberatan, mungkin hanya untuk kali ini dia tidak keberatan, karna tak bisa dibohongi dia pun menginginkan hal yang sama. Wait, what?!
Tanpa persetujuan, Radith sudah menarik tubuh Dyra kedalam dekapannya. Terasa pas. Sama seperti bayangannya. Sejak dulu Radith ingin melakukan hal ini, ingin menyentuhnya tapi dia terlalu takut. Jadi dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatannya lagi.
"I told you, you were in danger, dude!" Kata gadis itu tapi membalas pelukan Radith. Sama eratnya, sama hangatnya.
Selang beberapa detik pelukan mereka, Dyra merasakan kepalanya tertutupi sesuatu. Saat Dyra mengangkat kepalanya untuk menatap Radith, pandangannya tertutupi oleh topi berwarna hitam pekat.
"Gucci memang ngga ngeluarin ice cream, tapi mereka baru aja launching hats for this winter."
Dyra tak tau ingin menjambak rambut Radith yang terlihat selalu rapih atau berteriak histeris sambil melompat kegirangan. Tapi dia menahannya, bukan karna mereka sedang berada dibandara yang terlalu banyak manusia didalamnya, karena Radith masih berada dihadapannya. Tapi dia tidak bisa menahannya!!! Oh my!!!
"Jakarta memang ngga turun salju, tapi akhir tahun mulai sering hujan. Pakai itu buat lindungin kepala kamu dari hujan, atau bisa kamu pakai pas kamu lagi kangen sama saya." Radith tertawa sambil mencubit hidung Dyra gemas.
"Ngga usah kepedean!" Dyra mendorong tubuh Radith menjauh, tapi dia tertawa. Entah apa arti tawa itu. Apa dia akan merindukannya?
"Oh, ada satu hal lagi." Radith merogoh sakunya.
Dyra mulai merasa jantungnya berdebar, apa Radith akan memberikan cincin? Apa Radith akan melamarnya lagi? Apa Radith... hah? Ponsel? Dyra memiringkan kepalanya bingung saat Radith mengeluarkan ponsel miliknya.
"Kita belum punya foto berdua."
Radith merangkul Dyra dan menekuk kakinya untuk menyejajarkan posisi tubuh mereka. Tanpa disadari Dyra pun ikut tersenyum, memberikan kesan manis difoto berdua pertama mereka. Radith tersenyum puas dengan hasilnya, dia tidak akan pernah menghapusnya, ingatkan dia untuk mengganti wallpaper ponselnya nanti.
"Udah ya, nanti ketinggalan pesawat lagi." Dyra menarik dua kopernya berbarengan menuju tempat check in.
"Take care, call me when you touch down in Jakarta." Radith melambai padanya.
"I will." Dyra membalas lambaiannya dengan tangan yang sedang menggengam passport dan tiket.
Setelah Dyra sudah berada diatas pesawat dan mendapati kursinya, Dyra membuang napas panjang sambil membuka jaket, syal, dan topi yang dia kenakan. Dyra tersenyum melihat topi yang diberikan Radith, entah kenapa Radith seperti selalu mengerti apa yang sedang diinginkannya. Ingatkan dia untuk membalas kebaikan Radith nanti.
Setelah melipat syal dan menyembunyikannya didalam tas tangannya, ponsel Dyra berdenting. Dari Radith. Dia mengirim foto mereka tadi dengan caption, have a safe flight, my dear. Dan untuk yang kesekian kali, Dyra benar-benar tak bisa menyembunyikan senyumannya.
****
Ada yang kangen gasi sama tulisan aku 🥲
Kayanya rata-rata readers aku udah pergi yaa haha.
Baiklah, aku persembahkan tulisan ini untuk siapapun yang masih setia sama aku.
Maaf yaa aku terlalu lama hilangnya 💔
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ex - My Next
RomanceTentang cara kerja takdir mempertemukan kembali masa lalu dan menghancurkannya lagi dengan cara yang sama. #1 in fiksiremaja (12-12-2023) #1 in keluarga (29-12-2023) #2 in selingkuh (14-08-2024)