Part 11

3.8K 182 5
                                    




"Udah ketemu sama Radith?"

"Udah Mams." Jawab Dyra malas sambil merapihkan isi kopernya yang berantakan hanya demi mencari gaun malamnya yang sengaja dia bawa dan akan dia kenakan malam ini.

"Terus gimana reaksi dia pas tau kamu nyusul kesana?"

"Biasa aja."

"Biasa aja gimana? Dia kan ngga tau kalau kamu mau kesana."

"Ya ngga gimana-gimana. Emang Mami maunya gimana? Dia kaget sampai jantungan?"

Dyra kesal. Ini sambungan telfon pertamanya dengan Mami, tapi tidak ada sepatah katapun yang menanyakan tentangnya. Dyra bahkan sempat berpikir ingin memutus sambungan telfonnya saja sekalian kalau masih soal Radith yang dibahas! Ada apa sih sebenarnya sama cowok itu? Kenapa semua orang sibuk nanyain dia!

"Ya jangan dong! Nanti Mami gagal punya mantu."

Kata-kata terakhir tadi membuat Dyra bergidik ngeri. Mantu?! Yang benar aja! Dia justru jauh-jauh datang kesini untuk merencanakan pembatalan perjodohan ini. Ha-ha.

"Mams udah ya, disana udah mau subuh kan? Mami ngga ngantuk? Udah ya, Dyra mau makan malam dulu. Bye!"

Dyra masih sempat mendengar pertanyaan, 'makan dimana, sama siapa' sebelum akhirnya dia benar-benar memutuskan sambungan telfonnya. Semakin lama dia berbicara dengan Mami, semakin besar juga keinginannya untuk cepat-cepat kembali.

Tapi tidak, dia tidak akan pulang sebelum melancarkan apa yang sudah di rencanakannya dari jauh-jauh hari. Radith memang bisa kabur ke New York, tapi dia bisa menyusulnya. Memang niat yang tulus selalu diberikan jalan yang lurus.

"Masih lama?" Terdengar suara berat milik Radith bersamaan dengan ketukan pintu dua kali.

"Bentar. Lagi dandan."

Diluar sana Radith sedang membetulkan letak sweaternya yang terasa tak benar, mengamati penampilannya sekali lagi, dan Radith merasa sudah cukup puas. Sesuai dengan janjinya pada Ladyra tadi siang, Radith akan mengajaknya makan malam direstoran yang cukup terkenal disini.

Saat Radith membenahi kembali tataan rambutnya, pintu kamar Dyra yang letaknya cukup jauh dari kamarnya terbuka, menampilkan sosok seorang wanita berbalut gaun hitam panjang dengan potongan sederhana tapi tetap saja menawan. Namun Alih-alih terpesona, Radith justru tertawa.

"Kenapa lo?" Tanya Dyra sinis.

"Lo mau ke pesta mana, hah?" Jawab Radith disela-sela tawanya.

"Kan lo bilang mau ngajak gue ke restoran, jadi gue harus berpenampilan sopan dari pada nanti gue diusir karna cuma pakai jeans belel."

"Kalo dikepala lo kebayang yang sekelas Satoo-nya Shangri-La, jauh-jauh dari situ."

Dan dengan perdebatan yang cukup sengit dan panjang, akhirnya Ladyra tetap pada pendiriannya dengan mengenakan gaun malamnya. Dan sekarang dia hanya bisa terduduk lesu sambil mengamati gaun malamnya yang terlalu sia-sia dikenakan hanya untuk makan pasta.

"Kan gue udah bilang sama lo." Radith tak bisa menyembunyikan tawanya saat Dyra hanya mengacak isi piringnya dengan wajah tertekuk.

"Udah ngga usah dibahas, gue bete."

"Jangan bete dong, masa mau dilamar, bete."

Dyra mengangkat wajahnya dan langsung menatap Radith. Tadi dia ngomong apa?

"Makan, nanti keburu dingin."

Dyra meletakkan garpunya yang langsung ditatapnya dengan serius, dengan tatapan yang mematikan pula.

"Gue mau kita batalin pernikahan ini. Lo juga udah janji mau bantu gue buat batalin perjodohan kita!"

Radith terlihat jauh lebih santai dari Dyra yang sudah mulai meluapkan emosinya. Radith masih bisa tenang melahap aglio olio pedasnya tanpa melirik Dyra sedikitpun sampai suapan terakhirnya selesai. Membuat Dyra lagi-lagi melontarkan hujatan untuk Radith dalam hati.

"Gue mau kita batalin acara jodoh-jodohan ini." Ulangnya dengan emosi yang sama.

"Apa alasannya?" Akhirnya Radith menanggapi.

"Gue yakin gue udah pernah ngasih tau ke elo alasannya."

Tentu saja Radith ingat, itu adalah penolakannya yang pertama.

"Dan alasannya masih sama?" Tanya Radith lagi.

Ladyra menganggukkan kepalanya mantap, seolah nilai keyakinannya sudah mencapai angka 1000%.

"Memangnya apa sih arti pernikahan yang sebenarnya menurut definisi lo?"

"Kiamat."

"Kiamat?" Ulang Radith dengan nada geli.

"Iya. Kalau buat para laki-laki mungkin nikah jadi surga, tapi buat cewek, nikah itu neraka. Harus stay dirumah 24 jam, pagi masak, siang nyuci baju, sore nyetrika, malam siapin makanan lagi, nunggu suami pulang kerja, harus patuh, harus ngikutin semua omongan suami. Hell!"

Radith yang baru saja meneguk minumannya langsung tertawa tak percaya. Gadis yang kelihatannya cuma suka hura-hura ternyata tau apa yang mesti dilakukan setelah menikah. Yah,walaupun dia menyebut semua kegiatan itu sebagai neraka. Tapi setidaknya dia sudah punya pondasi yang kuat, tinggal bangun atapnya, renovasi sedikit, jadilah seorang wanita seutuhnya.

"Bukannya itu memang kodratnya cewek, ya?" Tanyanya sambil menyuapi satu sendok kecil choco lava pada Dyra yang disambut dengan baik. Gadis itu mengunyahnya.

"Jadi pembantu?"

"Jadi istri."

"Emang apa bedanya?"

Radith mengerutkan dahinya, tadi neraka, sekarang pembantu.

"Nikah itu neraka, istri itu pembantu. Gue ngga ngeliat ada perbedaan dari dua kata itu."

Radith tertawa kembali, menyuapkan satu potongan terakhir makanan pencuci mulut yang mereka punya untuk Dyra yang menjadi pertanda bahwa makan malam romantis ala Radith selesai.

"Bagus deh, kebetulan gue memang lagi nyari pembantu. Elo kayanya lolos seleksi deh."

Kampret!

*****

Maafkan aku yang lupa publish kemarin, hiks.
Btw, hai teman-teman..
Semoga cerita ini bisa menebus dosa-dosa lama aku yang belum sempat aku tebus yaa.
Selamat membaca ❤️

My Ex - My NextTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang