Part 34

3K 117 9
                                    

Setibanya di Soekarno-Hatta, Radith segera mencari taksi dan meluncur ke Semanggi. Radith sengaja hanya membawa satu buah koper kecil yang berisikan beberapa kemeja saja agar dia tau diri, setelah menjenguk Eva dia harus kembali. Tempatnya sudah bukan disini lagi.

"Gimana?" Tanya Radith setibanya didepan ruang President Suite tempat Eva dirawat.

"Hi, Dith." Wajah Verlly terlihat pucat, dan disampingnya selalu berdiri Askara yang mengusap bahunya menenangkan.

"Eva harus operasi." Verlly menjawab pertanyaan Radith tadi.

Radith mengusap wajahnya, Verlly menceritakan kondisi terakhir Eva yang terserang usus buntu sejak dua bulan terakhir, dan dokter memutuskan harus dioperasi.

"Kapan?"

"Lusa. Jam 2 siang."

Radith mengernyit, persis dengan tiket penerbangan kepulangannya nanti. Radith merutuki dirinya, kenapa dia bersikeras memutuskan untuk pulang dalam waktu dua hari. Radith tau dia tidak akan bisa pulang sebelum melihat Eva sembuh seperti sedia kala.

Eva sudah dia anggap seperti anaknya sendiri, dia menyayangi Eva sejak gadis cantik itu terlahir ke dunia. Dan kalau kalian lupa, Radith lah yang menemani Verlly dalam proses persalinannya, jadi Radith pun sudah dianggap sebagai Ayah oleh Eva. Meskipun sekarang Askara sudah mengisi posisi kosong sebagai Ayah untuk Eva, tapi Eva tetaplah Eva yang dulu. Eva yang memiliki Radith kapanpun dia butuh.

Karna hari ini Eva masih dalam perawatan intensif, hanya keluarga yang boleh menemuinya. Jadi Radith memutuskan untuk pulang. Dan kepulangannya disambut baik oleh Mamah tapi tidak oleh Papah.

"Pulang lo." Kata Raymond. Tidak terdengar seperti sebuah pertanyaan.

"Cuma beberapa hari." Jawab Radith malas, walau dia tau Raymond tidak membutuhkan jawabannya.

"Kamu udah makan, Dith?" Terdengar pertanyaan Mamah dari meja makan, disana sudah tersedia berbagai masakan yang disajikan dengan baik.

"Udah tadi di rumah sakit."

"Rumah sakit? Kamu ngapain ke rumah sakit? Siapa yang sakit?" Suara Mamah terdengar khawatir.

"Eva, anaknya Verlly."

Brak! Terdengar suara bantingan majalah keatas meja, saat Radih menoleh Papahnya sudah berdiri dengan wajah tak suka.

"Satu tahun pergi, terus kamu tiba-tiba pulang karna anak wanita itu sakit?! Dimana sih pikiran kamu!"

Mamah maju untuk melerai, dia tau akan terjadi pertengkaran besar. Karna sejak kepergian Radith, suasana dirumah ini jadi berbeda. Nama Radith lah yang selalu dijadikan alasan kenapa keluarga mereka sekarang berubah, tidak sehangat dulu.

"Pah." Tegur Mamah lembut, ingin mendamaikan Radith dan Papah, tapi sepertinya usahanya akan sia-sia.

"Kalau kamu laki-laki yang bertanggung jawab, yang harusnya kamu urus itu istri kamu, bukan malah wanita yang melahirkan anak tanpa bapak itu!" Lanjut pria paruh baya itu dengan suara semakin tinggi.

"Pah cukup ya, Papah mulai keterlaluan." Sanggah Radith ikut tersulut emosi.

"Kamu yang keterlaluan! Menelantarkan istri kamu bertahun-tahun kamu pikir itu hal yang harus dibanggakan?!"

"Dia udah bukan istri saya."

"Tutup mulut kamu!"

"Papah yang harusnya ngerti sama posisi anak Papah sendiri! Kalau Papah perduli sama saya, setidaknya Papah bisa cari tau apa penyebab saya meninggalkan Ladyra pakai orang-orang yang kemarin Papah bayar untuk nyari tau tempat tinggal baru saya di New York."

Raymond maju, dan Radith muak melihatnya. Kenapa dia selalu berada dipihak Papah untuk setiap masalah apapun. Tapi Radith tidak heran, itulah yang menjadi alasan kenapa Raymond bisa menjabat jabatan tertinggi diperusahaan dan sekaligus menjadi anak kesayangan Papah.

"Istri lo nyariin lo, Dith. Dan gue tau, lo sengaja sembunyi supaya dia ngga bisa nemuin lo. Kenapa? Kalau bukan lo yang bermasalah, pasti lo ngga akan sepengecut ini."

"Gue jawab pun, kadar kepercayaan lo terhadap adik lo sendiri ngga sampai 50%, jadi buat apa gue capek-capek jelasin."

Plak! Tamparan keras mendarat dipipi kanan Radith. Raymond menamparnya. Keras. Dan dihatinya akan membekas.

"Ray! Stop! Apa-apaan sih ini!" Teriak Mamah nyaris menangis.

"Setau saya rumah adalah tempat untuk pulang. Ngga saya sangka, justru saya tersesat dirumah keluarga saya sendiri." Ucapan Radith membuat Papah dan Raymond sama terkejutnya.

Radith melangkah maju perlahan. "Entah tersesat, atau saya yang salah masuk rumah." Lanjut Radith tepat saat dia berdiri dihadapan Raymond.

Kemudian Radith berjalan kembali mendekati Papahnya, kini raut amarah sudah hilang dari wajah Papah, yang tersisa hanya raut kebingungan.

"Percuma saya anggap ini rumah, kalau isi rumah ini sendiripun udah ngga saya kenali lagi."

Radith menoleh kearah Mamahnya yang masih berdiri mematung sambil menghapus air matanya yang jatuh berulang-ulang. "Saya pergi." Kata Radith, dan suara tangisan itu semakin menjadi-jadi.

*****

Setelah menghabiskan satu potong rotinya, Ladyra mendapat notifikasi chatting diponselnya.

"Ladyra."

Ladyra mengerutkan keningnya, dadanya tiba-tiba sesak, napasnya memberat, dan suasana disekelilingnya mendadak diam. Bahkan sebelum si pengirim pesan menyampaikan tujuan ucapannya, Ladyra sudah tau. Ini kabar yang dia tunggu-tunggu.

"Radith sekarang ada di Gunawarman."

Hanya sebaris kata yang dikirimkan melalui WhatsApp-nya, tapi sudah cukup membuat pikirannya kacau tak terselamatkan.

******

Radith membanting tubuhnya diatas ranjang dan kemudian memejamkan matanya lelah. Dia masih jet lag akibat penerbangannya yang berjam-jam, dan tak lama kemudian pipinya mendapat tamparan keras yang nyaris membuat ujung bibirnya terluka, membuat perut Radith terasa mual.

Masih terngiang jelas caci maki Papah terhadapnya tadi, dan cukup membuat hatinya gelisah mendengar tangisan Mamah yang memanggilnya untuk kembali saat tadi dia memutuskan untuk pergi.

Entah keputusannya untuk pergi dari rumah adalah yang terbaik atau justru sebaliknya, pikirannya masih kacau. Dia butuh menenangkan dirinya sendiri sejenak.

Baru saja Radith ingin memejamkan matanya, telfon didalam kamar tempat dia menginap berbunyi.

"Selamat siang Bapak Radith, ada tamu yang ingin bertemu dengan bapak."

Radith mengernyitkan dahinya, siapa yang datang?

Setelah sambungan telfon terputus, Radith segera turun ke lobby untuk mengecek siapa yang datang mencarinya. Dan dia cukup terkejut mendapati Papah dan Raymond lah yang datang.

Radith tau anak buah Papahnya tersebar dimana saja, tapi dia tidak tau pekerjaan mereka untuk melacak seseorang sangat luar biasa cepatnya.

My Ex - My NextTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang