Part 15

3.3K 148 5
                                    




"Dy.." Ketukan pintu kamarnya mengalihkan pikiran Dyra.

"Iya Mams."

Pintu kemudian terbuka, menampilkan sosok Mami yang tampak lesu dan pucat.

"Mami ngga enak badan, anterin ke rumah sakit bisa? Mami ngga kuat nyetir sendiri."

Mami adalah Mami. Sosok manusia yang kelihatannya memang selalu bisa melakukan hal apa saja tanpa merasa lelah, tapi Mami juga manusia, ada saatnya dia lemah dan parahnya Papi tidak ada.

Kadang Dyra merasa kesal dengan pekerjaan Papinya yang tidak kenal waktu. Minggu ini di Jakarta, minggu depan di Kalimantan, lima hari kemudian ke Samarinda, besoknya terbang ke Jepang, baru pulang dua hari kerumah besoknya sudah harus ke Singapore lagi. Seperti tidak ada batas untuk pekerjaannya dan tidak ada waktu yang sempat dia luangkan untuk keluarganya.

Tapi tanpa Papi, hidupnya tidak akan seperti ini. Dyra tetap sayang sama Papi.

Beberapa jam kemudian, Dyra mendudukkan tubuhnya lemas diruang tunggu selagi menunggu Mami yang namanya baru saja dipanggil untuk diperiksa. Ini hari Senin, bukan jam kerja, tapi kenapa Jakarta macetnya makin gila?!

Dyra mengibaskan tangannya didepan wajah, berharap bisa mengurangi rasa panas tubuhnya yang tidak tau muncul dari mana karna ruang tunggu rumah sakit ini berpendingin udara yang cukup dingin.

"Sakit deh gue." Gumamnya sendiri setelah meraba keningnya yang terasa hangat.

Ting.

Suara dari notifikasi handphonenya.

Masih dengan satu tangan yang memegangi keningnya, Dyra melotot melihat dari siapa chat itu berasal.

Radithya. Begitu nama yang tertulis dihandphone nya. Akhirnya setelah menunggu berjam-jam pria itu menghubunginya juga. Dyra tersenyum melihat isi chatnya, Radith mengirimkan foto dapur di penthouse nya dengan caption,

Tadi lagi dijalan, maaf ngga keangkat.

Kemarin masih ada kamu disini, sekarang ngga ada rasanya jadi aneh.

Saya kangen kamu.

Dyra kembali mengibaskan tangannya didepan wajah, rasa panas itu kembali lagi, tapi kali ini Dyra tau apa penyebabnya.

Entah kenapa Dyra menyukainya, menyukai isi chat Radith yang sebenarnya sangat murahan, bukan gayanya sama sekali, tapi dia suka. Seperti ada yang berbeda kalau Radith yang melakukannya.

Oh-My-God. Apa gue suka sama Radith? Gila ini ngga benar! Ngga benar kalau gue jatuh cintanya secepat ini. Murah banget ga sih gueee???

"Dyra?" Mami memanggil dengan suara cukup tinggi, yang berarti Mami sudah memanggilnya beberapa kali sejak tadi.

"Ya Mams? Udah selesai?"

"Kamu kenapa senyum-senyum gitu? Serem deh ih." Mami menatapnya curiga.

"Apaan sih." Dyra mencoba menyembunyikan senyumnya tapi entah kenapa kali ini rasanya sulit.

"Tadi apa kata dokter?"

"Mami kurang istirahat katanya, sama tensi darah Mami agak tinggi."

"Tuhkan, Mami sih ngga pernah diem dirumah, pergi-pergian melulu sama squad nya."

"Itu tuh Mami arisan."

"Arisan kok tiap hari. Udah yuk pulang."

"Mami mau tebus obat dulu. Eh tapi dokternya ganteng banget loh tadi, masih muda lagi."

Dyra menatap Maminya ngeri, "Mami, inget Papi!"

"Yee! Kamu pikir Mami naksir? Tapi tetap gantengan Radith sih dari pada si dokter tadi."

Dyra kembali tersenyum mendengar nama Radith.

Ah gue belum bales chatnya!

Dyra sudah tidak mendengarkan ocehan Mami yang sedang menceritakan dokter yang baru saja memeriksanya. Dyra tidak perduli, dia memanfaatkan kesempatan ini untuk diam-diam membalas pesan Radith. Ternyata Radith sudah mengiriminya pesan lagi.

Radithya :

Kok cuma di read?

Saya ganggu?

Dyra semakin melebarkan senyumnya, dengan gerakan jari super cepat Dyra mengetik balasannya.

Ladyra :

Aku lagi di rumah sakit.

Tak sampai satu menit, ponselnya kembali berdenting. Balasan dari Radith.

Radithya :

Kamu kenapa?

Kamu sakit?

Apa kata dokter?

Menemukan Radith terlihat sangat cemas, membuat hati Dyra kembali dihujani perasaan aneh yang membuatnya bahagia.

Ladyra :

Bukan aku, tapi Mami.

Katanya kurang istirahat,

Sama tensi darahnya tinggi.

Satu menit, dua menit, tidak ada balasan lagi, yang ada justru suara teriakan kaget dari mulutnya sendiri saat tubuhnya menghantam tubuh seseorang yang lebih tinggi darinya. Ponselnya jatuh, Dyra melihat case dan ponselnya sudah terpisah dibawah sana, menandakan bahwa tabrakan yang terjadi cukup kencang.

"Aduh maaf-maaf saya lagi buru-buru karna ada pasien gawat darurat."

Dyra melihat sesosok pria berjubah putih dengan rombongan suster dibelakangnya dengan wajah cemas sedang memungut ponselnya yang sudah dalam keadaan mati. Dokter itupun mengembalikan ponselnya dengan wajah menyesal, tapi reaksi Dyra berbeda dengan dokter itu, Dyra tampak terkejut.

"Eh Dokter Fadly. Saya Dygta, yang tadi periksa."

"Oh iya Ibu Dygta. Obatnya sudah ditebus?"

"Sudah ini saya mau pulang sama anak saya."

Dyra masih dengan tatapan terkejut tidak bisa mengatakan apa-apa, dalam hati dia mendengus sinis. Dyra tidak mengerti apa maksudnya, apa ini sejenis hukuman? Atau apa? Dyra mencoba menyadarkan dirinya sendiri hingga dia memanggil satu nama.

"Fadly?"

Dan dokter yang sedang berbicara dengan Mami menoleh, seketika raut wajahnya berubah, terlihat bingung sekaligus terkejut.

"Ladyra?"

Kini Mami sama terkejutnya dengan Dyra.

"Kalian saling kenal?"

*****

Yak mari kita mulai bikin Dyra dilema.
Aku suka bau-bau perpecahan wks~

My Ex - My NextTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang