Sudah sebulan lebih sejak Arka berjanji akan berubah bersikap baik pada Naya waktu itu. Perkataannya benar-benar dia tepati walaupun hanya saat berdua dengan Naya saja. Dia mencoba bersikap ramah pada Naya sebagai seorang teman. Tapi jika di hadapan Vanya, Arka terkesan lebih diam pada Naya.
Seperti sekarang, Arka baru saja ingin membuka pintu mobil, tapi Naya sudah pulang menaiki motor maticnya. Naya pun memarkirkan motornya di samping mobil Arka di dalam garasi. Dia lalu menghampiri Arka dan mencium punggung tangan sang suami.
"Dari mana?" tanya Arka singkat.
Walaupun sudah bersikap sedikit lebih ramah, Arka tetap saja berbicara pada Naya dengan kalimat-kalimat pendek.
"Abis nyari kado tadi," jawab Naya. "Eh iya, Kak..... aku lupa belum minta izin. Nanti malem aku boleh ya pergi ke acara ulang tahun temenku?"
"Adiknya Anung?" tanya Arka.
Naya mengangguk. Dia tak perlu bertanya dari mana Arka tau, pasti Anung yang memberitahu soal itu.
"Kakak diundang juga ya?" tanya Naya balik.
"Iya," jawab Arka.
"Oh, ya udah. Kakak mau pergi kan?" ucap Naya tersenyum. "Aku mau langsung mandi dan bersiap-siap."
"Gue mau jemput Vanya dulu terus langsung ke rumah Anung," balas Arka.
Naya menganggukkan kepalanya lalu beranjak pergi dari sana. Setelah mendengar suara mesin mobil menjauh, Naya melangkah gontai menuju ke kamarnya.
***
Naya tampil anggun malam ini. Dia yang selalu memakai celana jeans panjang setiap hari, tampak begitu berbeda saat memakai gaun. Dia terlihat begitu cantik dengan riasan yang natural.
Anung dan Sakti sampai tak berkedip menatap kedatangannya. Bahkan saat Naya berpelukan dengan Arum sambil mengucapkan barisan doa untuk sahabatnya itu, dua pemuda itu masih larut memandangi Naya.
Naya beralih menyalami kedua orang tua Arum lalu mencium punggung tangan mereka.
"Gimana kabarmu, Nduk? Lama banget kamu gak main ke rumah Ibu. Udah lupa sama Ibu ya?" tanya Ibu Arum.
"Alhamdulillah... Naya sehat, Bu. Naya gak mungkin lupa sama Ibu, Naya lagi sibuk sama tugas kuliah, Bu... jadi jarang main sekarang," jawab Naya sambil tersenyum.
"Walaupun sibuk, tetap jaga kesehatan ya," nasehat Ibu Arum.
"Iya, Bu," balas Naya.
"Duduk dulu ya, nanti Ibu temani kalo tamunya udah gak rame," ucap Ibu Arum.
"Iya, Bu," sahut Naya tersenyum.
"Mas temani yuk, Dek... biar kamu ada teman ngobrol," ajak Anung.
"Bilang aja mau modus, Mas," goda Arum sambil terkekeh pelan. Ibunya langsung mendaratkan cubitan ke pinggang gadis itu. Alhasil, Arum pun meringis sakit sambil mengelus pinggangnya pelan.
"Naya ke sana dulu ya, Bu," pamit Naya.
Ibu Arum mengiyakan. Lalu Naya dan Anung pun berjalan beriringan menuju ke salah satu meja untuk para tamu.
Sedangkan Sakti hanya bisa menatap sendu mereka berdua. Sebagai sesama lelaki, Sakti tahu kalau Anung menaruh rasa pada gadis itu. Biarlah Sakti menjadi pengecut dengan menyembunyikan perasaannya. Dia hanya tak ingin hubungan persahabatan mereka rusak jika dia mengungkapkan isi hatinya.
"Kamu bisa gabung sama mereka kalo kamu capek, Sak," ucap Ayah Arum yang melihat tatapan Sakti pada Anung dan Naya.
Sakti menoleh pada Ayah Arum. "Gak kok, Yah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Pertama (END)
General Fiction{18+}..... "Aku tau kehadiranku tak kau inginkan. Tapi akupun juga terluka. Aku menanggung banyak luka seorang diri sejak dulu. Hingga aku hampir terbiasa dengan semua luka itu." ~ Kanaya Maheswari "Loe itu penganggu! Kehadiran loe cuma ngerusak mas...