"Sudah, sayang..... berhenti menangis ya. Nanti mata kamu bengkak loh," ucap Arka tak tega melihat wajah sembab Naya yang menangis sedari tadi.
"Semua ini karena Kakak. Kakak banyak maunya sampai kita tidak punya waktu untuk rutin menengok Agil. Sekarang dia sudah di adopsi orang, Kak," balas Naya sambil terus menangis.
Mereka masih di dalam mobil, perjalanan pulang dari Panti Asuhan. Sejak pagi tadi, Arka membawa Naya keluar untuk jalan-jalan. Sampai jam satu siang, Naya meminta Arka untuk mengantarkannya ke Panti.
Dan betapa terkejutnya Naya saat Ibu Panti memberitahu kalau Agil sudah dibawa keluarga barunya tadi pagi. Bocah tampan itu ternyata sudah diadopsi. Tangisan Naya tidak membuat hati Ibu Panti luluh untuk memberitahu informasi tentang pengadopsi Agil. Akhirnya Naya pun menangis sampai sekarang.
"Kakak kan tidak berpikir semua ini akan terjadi. Kalau Kakak tahu, Kakak pasti akan membawamu ke Panti pagi tadi," ucap Arka.
"Kakak tadi juga tidak membantuku meluluhkan hati Ibu Panti. Aku hanya ingin tahu keluarga seperti apa yang mengadopsi Agil, Kak. Bagaimana kalau Agil tidak benar-benar mereka sayangi?..... Bagaimana kalau mereka malah menyuruh Agil mencari uang, menjadikannya peminta-minta? Atau..... bagaimana kalau mereka menjual Agil?" ucap Naya tak bisa lagi berpikir jernih.
"Sayang..... kamu berlebihan. Tidak mungkin hal seperti itu terjadi," ucap Arka menenangkan.
"Mungkin saja, Kak. Aku pernah lihat berita di tv," sahut Naya.
"Tenangkan diri kamu dulu ya. Kakak sedih lihat wajah kamu sembab seperti ini. Sudah ya, berhenti menangisnya," ucap Arka sambil mengelus lembut rambut hitam gadis itu.
"Pokoknya aku marah pada Kakak. Ini semua gara-gara Kakak. Kakak terlalu banyak menyita waktuku, jadi aku tidak bisa lagi sedekat dulu dengan Agil," sungut Naya.
"Jangan begitu, sayang. Jangan marah pada Kakak," rayu Arka.
Naya tidak menyahut. Dia lalu memalingkan wajahnya menghadap keluar kaca mobil. Dan sepanjang sisa perjalanan pulang, tak ada lagi pembicaraan di antara mereka. Hanya sesekali terdengar suara sesenggukan Naya di dalam mobil.
Begitu mobil berhenti di depan rumah, Naya bergegas turun dari mobil. Panggilan Arka sama sekali tak di hiraukannya. Dia memasukkan kunci ke lubang kunci, tapi pintunya sama sekali tidak terkunci. Naya mengernyit bingung. Seingatnya, dia sudah mengunci pintunya tadi pagi sebelum pergi.
"Ada apa?" tanya Arka yang sudah berdiri di belakang Naya.
"Pintunya tidak terkunci," jawab Naya.
"Kamu mungkin lupa menguncinya tadi pagi," balas Arka.
Naya menggelengkan kepala. Lalu dia pun memegang gagang pintu dan membukanya. Mereka berdua berdiri di ambang pintu, mengamati kondisi di ruang tamu. Semuanya masih tampak sama. Masih rapi.
Tapi Naya samar-samar mendengar suara nyala televisi. "Tv'nya menyala, Kak. Sepertinya di dalam ada orang."
"Ya sudah, ayo kita masuk," ucap Arka.
Lalu dia menggandeng tangan Naya dan membawanya masuk ke ruang keluarga. Ternyata benar, televisinya menyala dan Naya begitu terkejut melihat siapa yang ada di dalam rumahnya.
"Agil?..... Kamu kok bisa di sini, sayang?" tanya Naya heran. Dia melepaskan tangan Arka, lalu beranjak mendekat ke arah bocah tampan yang sedari tadi di tangisinya.
Agil pun turun dari pangkuan seorang wanita paruh baya. Bocah itu lalu berlari ke arah Naya. "Assalam mu'alaikum, Bunda."
Naya menerima uluran tangan Agil. "Wa'alaikum salam, sayang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Pertama (END)
Ficción General{18+}..... "Aku tau kehadiranku tak kau inginkan. Tapi akupun juga terluka. Aku menanggung banyak luka seorang diri sejak dulu. Hingga aku hampir terbiasa dengan semua luka itu." ~ Kanaya Maheswari "Loe itu penganggu! Kehadiran loe cuma ngerusak mas...