"Aku panasi dulu supnya ya, Kak," ucap Naya sambil meraih mangkok sup di atas meja makan.
"Tidak perlu, sayang. Nasinya kan sudah panas. Kakak ingin cepat makan..... sudah kelaparan ini," sahut Arka.
"Iya. Makanya kalau di bilangin jangan bandel," balas Naya sambil mengisi piring Arka dengan nasi putih.
"Kakak kan hanya ingin menunjukkan rasa sayang Kakak yang begitu sangat amat besar ke kamu, Nay," ucap Arka terkekeh pelan.
"Lebay," balas Naya sambil terus mengambilkan sayur dan lauk ke piring Arka.
"Tadi saja kamu malu-malu menggemaskan, sekarang jangan cemberut gitu sih," ucap Arka sambil menopang dagu dengan kedua tangannya.
"Tauk ahh," sahut Naya cepat.
Arka terkekeh pelan. Dia tahu penyebab istrinya itu marah. Sepanjang dia menyentuh gadis itu tadi, Arka merasa bahagia melihat Naya juga menikmati kebersamaan mereka. Tapi kemudian Arka melupakan sesuatu yang Naya larang untuk dia lakukan karena kebahagiaan yang Arka rasakan. Pria itu meninggalkan bekas merah keunguan di leher samping sang istri.
"Naya," panggil Arka manja.
"Hmm," gumam Naya acuh.
"Istriku," panggil Arka lagi masih dengan nada manja.
"Hmm," gumam Naya lagi.
"Sayang," panggil Arka lebih manja lagi.
"Apalagi, Kak?" desah Naya lelah.
"Maaf untuk kissmark di leher kamu..... Maaf juga sudah bercandain wajah marah kamu. Janji tidak akan Kakak ulangi lagi," ucap Arka sambil menarik kedua telinganya dengan tangannya sendiri.
Naya menghela napas pelan. "Iya, aku maafkan. Lain kali jangan diulangi lagi..... Malu, Kak kalau sampai ada yang lihat."
"Iya..... maaf," balas Arka.
Lalu dia menurunkan kedua tangannya. Dia juga tak habis pikir tadi, padahal dia sudah meninggalkan banyak bekas kemerahan dimana-mana tadi. Tapi dia tak bisa menahan diri untuk tidak melakukannya juga pada leher Naya saat di akhir kebersamaan mereka tadi.
"Ya sudah, cepat di makan sarapannya, Kak..... keburu dingin. Tadi katanya lapar," ucap Naya yang melihat Arka malah termenung.
Arka tersenyum. "Ralat..... ini sudah hampir jam makan siang, bukan lagi jam sarapan." Lalu dia pun menyuapkan nasi beserta lauknya ke dalam mulutnya.
"Siapa juga yang suruh tadi lama," sahut Naya pelan, tapi masih bisa Arka dengar.
Arka tertawa. "Tapi kamu suka kan? Iya kan?..... Bohong dosa loh!"
Naya tersipu malu. Dia tersenyum dengan semburat merah menghiasi kedua pipinya. "Jangan di bahas, Kak..... malu."
Arka kembali tertawa. Betapa menggemaskannya ekspresi wajah yang di tampilkan istrinya itu sekarang. Tangannya lalu terulur untuk meraih jemari tangan Naya, kemudian Arka mengecupnya mesra.
"Terima kasih ya, sayang," ucap Arka tulus.
"Terima kasih untuk apalagi, Kak?" tanya Naya bingung. Pasalnya entah sudah berapa kali pagi ini pria itu mengucapkan kata terima kasih.
"Terima kasih sudah memberi Kakak kesempatan kedua," jawab Arka sambil beralih mengelus puncak kepala Naya.
Dan satu hal lagi yang membuat Naya heran sekaligus senang, selain memanggil Naya dengan sebutan "sayang" dan "istriku", Arka juga menyebut dirinya sendiri dengan panggilan "kakak" dalam setiap ucapannya, saat kebersamaan mereka pagi tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Pertama (END)
General Fiction{18+}..... "Aku tau kehadiranku tak kau inginkan. Tapi akupun juga terluka. Aku menanggung banyak luka seorang diri sejak dulu. Hingga aku hampir terbiasa dengan semua luka itu." ~ Kanaya Maheswari "Loe itu penganggu! Kehadiran loe cuma ngerusak mas...