~ Extra Part

21.6K 724 15
                                    

Naya sedang membantu Bibi memasak. ART di rumah mereka memang Arka tambah dua orang lagi. Mbak Danik bertugas membersihkan rumah. Dan Mbak Rani bertugas mengurusi pakaian. Sedangkan untuk memasak, tetap Bibi dan Naya yang menyiapkan.

Hari ini hari Minggu, Arka serta dua anaknya sedang lari pagi dari selepas Subuh tadi. Kegiatan rutin yang mereka lakukan setiap Minggu semenjak Agil mengajak sang Papa dulu.

Kini bocah tampan itu telah berusia sepuluh tahun dan duduk di bangku kelas 5 SD. Ketampanan dan kecerdasannya tak perlu diragukan lagi. Sejak kecil, kedua anugerah Tuhan itu sudah Agil miliki. Arka dan Naya sampai tidak habis pikir kenapa orang tua kandung Agil dulu sampai hati meninggalkan bayi tampan itu di depan pintu Panti Asuhan.

Saat di adopsi dulu, Agil masih kecil dan belum mengerti apapun. Jadi sampai dia berusia sembilan tahun, yang dia tahu dia adalah putra sulung sang Papa dan Bundanya. Tapi kenyataan pahit yang Agil dengar membuatnya jadi pemurung. Waktu itu dia jatuh sakit dan harus dilakukan transfusi darah. Dari perawat yang berjaga, Agil bisa mendengar kalau bukan Papa atau Bundanya yang mendonorkan darah untuknya karena golongan darah mereka tak sama. Bocah cerdas itu sudah tentu tahu artinya, tapi dia memilih tak bertanya pada orang tuanya. Dia hanya tahu dan hanya ingin Arka dan Naya yang menjadi orang tuanya, hingga Agil lebih memilih memendam semua pertanyaannya sendirian. Dia takut mendengar kenyataan yang keluar langsung dari mulut sang Papa atau sang Bunda.

Tapi Naya yang peka terhadap setiap perubahan anak atau suaminya, mengetahui kalau anak lelakinya tampak berbeda. Naya mencoba melakukan pendekatan lebih agar bisa mengetahui apa yang sudah terjadi dengan putra sulungnya. Tapi Agil tetap menyimpan rapat kegundahan hatinya.

Hingga beberapa minggu kemudian, Naya mendengar suara tangisan Agil. Diam-diam Naya menyelinap lebih dulu ke kamar Agil dan bersembunyi. Begitu bocah itu masuk dan duduk di tepi ranjang, Naya kemudian bisa mendengar tangisan anaknya. Naya langsung tergesa keluar dari persembunyiannya dan mendapati Agil sedang menangis sambil memeluk pigura foto keluarga mereka. Bocah tampan itu pun tak lagi bisa mengelak, lalu dia pun menceritakan kegelisahan hatinya di hadapan sang Bunda dan Papanya.

Dengan penuh kasih sayang, Arka dan Naya memberikan pengertian. Mereka tidak pernah menganggap Agil bukan darah daging mereka. Bagi mereka berdua, sampai kapanpun Agil adalah putra sulung mereka. Arka atau pun Naya tidak pernah sekali pun membedakan kedua anaknya. Mereka tidak ingin Agil atau siapa pun membahas tentang status hubungan darah di antara mereka. Karena mereka menyayangi Agil sama seperti mereka menyayangi Alma. Mereka sudah menganggap Agil sebagai putra kandung mereka sejak memutuskan membawa bocah itu masuk ke keluarga kecil mereka.

Hingga setelah peristiwa itu, Agil pun kembali bersikap ceria. Bocah tampan itu kemudian tahu betapa kedua orang tuanya begitu menyayangi dirinya. Tak ada alasan untuk Agil bersedih dan takut ditinggalkan oleh mereka. Karena Agil pun menyadari, selama ini orang tuanya tidak pernah menyinggung perihal hubungan darah di antara mereka sebelumnya.

Setelah kelahiran Alma dulu, Naya dan Arka tidak pernah ikut program keluarga berencana. Tapi mungkin Tuhan belum memberi mereka rezeki kembali. Sampai sekarang, Alma belum mempunyai adik. Arka tak pernah mempermasalahkan hal itu. Dia sudah merasa cukup dengan memiliki istri dan dua anaknya, yang dirasa Arka sudah begitu sempurna. Dia tidak ingin membebani Naya dengan menginginkan adik untuk Agil dan Alma.

Masakan pun sudah matang dan Naya pun sudah menatanya di meja makan. Beberapa menit kemudian terdengar salam dari suami dan kedua anaknya. Mereka bertiga segera berhambur ke dekat Naya. Setelah itu, Naya mendapatkan satu kecupan di pipi dari Alma, Agil dan Arka bergantian.

"Mama masak apa, Ma? Adek lapar," ucap Alma yang kini berusia lima tahun dan sudah masuk TK.

"Mama dan Bi Yani masak semua makanan kesukaan kalian. Mandi dulu, setelah itu kita sarapan ya," sahut Naya.

Istri Pertama (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang