Hari Minggu pun akhirnya tiba. Arum berkunjung ke rumah Naya bersama Ayra dengan di antar oleh Randy. Tapi karena Arum ingin memiliki waktu berdua dengan Naya, Randy pun pulang setelah Ayra tidur.
Batita itu sepertinya memang merasa nyaman saat bersama dengan Naya. Ayra tampak gembira saat Naya menyuapinya. Tanpa harus rewel, dia segera tertidur setelah menghabiskan sebotol susu.
Karena Arum meminta Naya untuk menidurkan Ayra di ruang tv saja, akhirnya mereka pun menonton tv sambil menjaga Ayra. Mereka juga mengobrol, saling bertukar cerita.
"Jadi..... bagaimana akhirnya kamu bisa bertunangan dengan Randy? Lalu Sakti? Bagaimana kabarnya?" tanya Naya.
"Setelah kamu berpamitan waktu itu, aku mulai jarang bertemu dengannya. Saat aku telepon, dia bilang dia sedang sibuk ikut membantu kerja di kantor Papanya. Tapi semakin hari, aku kemudian sadar kalau sebenarnya dia menghindar dariku. Sampai setahun lebih hubungan kami tak jelas tujuannya. Dan Ayah mengetahui hal itu, lalu Ayah pun berniat menjodohkan aku dengan putra teman Ayah. Aku belum mengambil keputusan karena aku menunggu Sakti. Tapi tanpa aku duga, saat kami bertemu, dia memintaku untuk melupakannya. Dia bilang..... sejak awal hatinya memang bukan untukku..... dia tidak bisa melanjutkan hubungan yang lebih serius denganku. Tentu saja aku kaget..... karena ku pikir selama ini kami baik-baik saja. Tapi aku sadar, perasaan tidak bisa di paksakan. Dan akhirnya..... kami pun sepakat untuk berpisah. Mulai hari itu, kami pun tidak pernah bertemu kembali. Sampai setahun lalu keluargaku memutuskan untuk pindah ke sini karena urusan pekerjaan, aku tidak tau kabar Sakti. Mungkin..... dia sudah menemukan belahan jiwanya juga," tutur Arum.
Naya menggenggam jemari Arum. "Kamu mencintai Pak Randy?"
"Aku sedang berusaha, Nay. Aku mencoba menerima kehadirannya di kehidupanku..... semoga saja cinta itu segera datang pada kami. Karena Mas Randy pun sempat juga berkata jujur kalau dia akan berusaha menerima dan mencintai aku. Setelah kami bisa saling menerima dan mencintai satu sama lain, kami baru akan melangsungkan pernikahan," ucap Arum.
"Apapun yang kamu rasa terbaik untukmu, aku hanya bisa berdoa semoga kamu selalu bahagia, Rum. Semoga kalian berdua di beri kemudahan untuk ke depannya," ucap Naya.
Arum tersenyum. "Aamiin. Terima kasih ya, Nay..... Aku senang sekali bisa kembali bertemu denganmu."
"Aku juga," balas Naya.
"Lalu kamu sendiri bagaimana? Kamu bahagia dengan pernikahanmu? Bagaimana sosok suamimu itu? Ahh..... aku jadi tidak sabar untuk bertemu dengannya," ucap Arum.
"Dia tidak tinggal di sini," sahut Naya.
Arum mengernyit bingung. "Lalu?"
"Dia bekerja di luar kota. Kami..... menjalin hubungan jarak jauh. Tapi untuk selebihnya, maaf..... aku belum bisa cerita sekarang," ucap Naya.
Arum tersenyum. "Tidak apa-apa, Nay..... yang terpenting, kamu merasa nyaman dan bahagia dengan hubungan yang kamu jalani ini." Arum tidak mau mendesak Naya bercerita lebih jauh, karena Arum dulu sudah mendengar cerita dari Anung tentang status pernikahan Naya. Arum hanya bisa berharap semoga Naya selalu bahagia.
Naya mengangguk. Lalu mereka pun kembali mengobrol dengan berbagai topik. Naya bersyukur dia bisa di pertemukan kembali dengan Arum.
***
"Bagaimana dengan persiapan pesta perayaan hari jadi KA Company, Nay?" tanya Arka.
"Persiapan hampir 90% selesai, Pak. Ini berkasnya, silahkan Bapak cek lebih dulu. Jika ada yang kurang, saya akan memberitahu untuk mengubahnya," jawab Naya.
Arka pun lalu membaca berkas itu dengan serius. Setelah memberi beberapa masukan, Arka pun meminta Naya untuk membenahinya.
"Setelah beberapa hal itu di perbaiki, aku akan melihat langsung ke sana nanti," ucap Arka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Pertama (END)
General Fiction{18+}..... "Aku tau kehadiranku tak kau inginkan. Tapi akupun juga terluka. Aku menanggung banyak luka seorang diri sejak dulu. Hingga aku hampir terbiasa dengan semua luka itu." ~ Kanaya Maheswari "Loe itu penganggu! Kehadiran loe cuma ngerusak mas...