Arka keluar dari kamar dengan pakaian kantor yang melekat sempurna di tubuh tegapnya. Celana bahan berwarna hitam dan kemeja polos lengan panjang berwarna abu-abu. Juga dasi silver bergaris yang terpasang di kerah kemejanya, membuat kharismanya semakin terpancar.
Pria itu tetap bersikukuh untuk tinggal di rumah Naya meskipun gadis itu tidak menerima kehadirannya. Saat tadi malam Naya meninggalkannya begitu saja di ruang tamu, Arka segera mengikuti langkah Naya. Saat Naya membanting pintu kamarnya dengan keras, Arka sama sekali tak bergeming. Pria itu lalu menuju ke kamar yang lainnya. Setelah melihat kondisi kamar yang cukup rapi itu, Arka langsung masuk dan tidur di sana.
Arka menarik kursi meja makan dan mendudukinya. Manik matanya tak lepas memandang Naya yang sedang menikmati roti keju dengan secangkir teh.
"Kamu masak apa, Nay?" tanya Arka.
"Saya tidak masak. Malas," jawab Naya tanpa melirik Arka sedikit pun.
Arka paham, gadis itu belum bisa menerima kehadirannya di rumah itu. Mungkin juga, gadis itu akan membuat ulah, seperti sekarang ini agar Arka tak betah tinggal di sana. Tapi pria itu sudah memutuskan untuk tidak menyerah begitu saja. Dia akan berusaha menyiapkan keperluannya sendiri agar tak perlu membebani Naya.
Arka bangkit dari kursinya dan menuju ke dapur. Dia mencari kopi, tapi tak menemukannya di mana pun. Sepertinya Naya memang tidak menyimpan stok kopi. Arka pun membuat teh manis dan membawanya untuk kembali bergabung dengan Naya. Arka memutuskan untuk pergi belanja sepulangnya dari kantor nanti.
"Berangkat bersamaku saja nanti, Nay," ucap Arka.
Naya berhenti mengunyah roti kejunya lalu nenatap Arka sekilas. Kemudian Naya kembali mengunyah tanpa berniat menawari roti ke pria itu.
"Jika Anda tetap bersikeras ingin tetap tinggal di sini, terserah. Tapi Anda jangan pernah ikut campur urusan saya, apalagi mengatur saya," ucap Naya.
"Aku tahu dulu aku sudah berbuat tak adil padamu, Nay..... Aku akan membuktikan kalau aku sungguh menyesali yang terjadi masa lalu. Kalau sekarang hubungan kita belum bisa kembali menjadi suami istri, setidaknya bisakah kita berteman?" tutur Arka.
"Tidak! Saya tidak butuh teman yang hanya selalu mementingkan keinginannya sendiri," sahut Naya.
Gadis itu lalu berdiri dan membawa cangkir tehnya untuk langsung dia cuci. Setelah itu dia masuk ke kamar tanpa berkata apapun pada Arka. Sedangkan Arka hanya bisa menghela napas pelan lalu menyeruput teh manisnya.
Naya keluar dari kamar dengan menenteng tasnya. Dia pun tampak sudah mengenakan jaketnya. Arka pun segera bangkit dari kursinya dan mengambil tas kerja juga jasnya di kamar. Lalu dia bergegas keluar rumah. Naya berdiri di dekat pintu dengan helm yang sudah bertengger manis di atas kepalanya.
Setelah Arka keluar, Naya pun segera mengunci pintu rumahnya. Tanpa bicara, gadis itu langsung menuju ke motor maticnya.
"Hati-hati, Nay. Aku di belakangmu," ucap Arka.
Naya tidak menanggapi dan melajukan motornya begitu saja. Dia tak lagi memikirkan apakah pagar rumahnya nanti akan ditutup kembali oleh Arka atau tidak, sekarang Naya tak ingin peduli.
Gadis itu melajukan motornya dengan kecepatan sedang seperti biasa. Saat berhenti di lampu merah, mobil Arka tampak berhenti juga, tepat di sampingnya. Naya mencoba untuk tidak peduli, meskipun dia yakin pria itu masih terus memperhatikannya, seperti yang tertangkap ekor matanya tadi.
Setelah lampu berganti hijau, Naya segera bergegas melajukan motornya dengan kencang. Kehadiran Arka kembali sungguh mengusik ketenangan hatinya selama ini. Meski dia tak bisa melupakan pria itu, tapi Naya sudah tak ingin lagi menjalani pernikahan tak sehat seperti dulu. Dia cukup sekali saja merasakan menjadi istri pertama seorang Arkanza Putra Pradipta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Pertama (END)
Ficção Geral{18+}..... "Aku tau kehadiranku tak kau inginkan. Tapi akupun juga terluka. Aku menanggung banyak luka seorang diri sejak dulu. Hingga aku hampir terbiasa dengan semua luka itu." ~ Kanaya Maheswari "Loe itu penganggu! Kehadiran loe cuma ngerusak mas...