Naya tak kembali ke depan menikmati pesta Arum. Dia memilih keluar dari pintu samping, lalu bergegas mengambil motor matic'nya. Dia pun segera melajukan motornya keluar dari pekarangan rumah mewah keluarga Arum.
Setelah berada agak jauh, Naya melajukan motornya pelan-pelan. Buliran bening keluar dari sudut matanya. Pikirannya kembali melayang pada ucapan Arka tadi. Begitu rendahkah pandangan Arka terhadapnya?
Naya menghentikan motornya saat melewati taman kota. Setelah melepas helm, dia pun turun dari motor dan mencari bangku kosong di sana.
Setelah duduk, Naya memesan secangkir jahe hangat. Pandangannya mengedar ke sekeliling. Ramai..... itu kata yang tepat untuk menggambarkan situasi taman kota malam ini.
Tapi Naya kembali termenung. Di tempat seramai ini, dia merasa sendirian. Tak ada orang tua hangat tempat berbagi suka dan duka. Suami pun tak pernah menginginkan kehadirannya. Walaupun punya sahabat-sahabat yang menyayanginya, tapi Naya tak bisa berkeluh kesah tentang kenyataan hidupnya pada mereka. Dilema bukan?
Naya sibuk memperhatikan orang-orang di sana. Sambil menikmati secangkir jahe hangat, Naya sesekali larut dalam lamunan. Dia termenung memikirkan alur cerita hidupnya. Jika dia terus bersikap seperti sekarang ini, sudah dipastikan bagaimana akhir perjalanan hidupnya kelak. Karena Arka tak akan mungkin menceraikannya. Pemuda itu sudah berjanji.
Tapi Arka juga tak mungkin bisa menerima kehadirannya sebagai seorang istri sepenuhnya. Arka tak mungkin bisa menjadi suami seutuhnya untuk Naya. Pemuda itu tak akan bisa mencintainya. Suaminya itu begitu memuja dan mencintai istri keduanya.
Sebenarnya aku tak ingin berada di tengah-tengah hubungan kalian. Aku tak ingin menjadi duri dalam kisah percintaan kalian. Maafkan aku.....
Naya kembali menghapus buliran bening yang meleleh di pipinya. Setelah ini, dia berjanji tak akan lagi menangisi pernikahannya. Keadaan tak akan berubah hanya dengan air mata. Arka tak akan peduli itu.
Naya memejamkan matanya sebentar. Kenapa dari tadi Arka terus yang dia ingat? Kenapa rasanya sakit saat mengingat Arka yang tak menganggapnya? Apa mungkin.....?
Naya menggeleng-gelengkan kepalanya. Jangan..... jangan sampai. Dia tidak boleh sampai jatuh cinta pada pemuda itu. Tak dianggap sebagai istri saja sudah menyakitkan. Apalagi jika Naya mencintai suami yang tak menginginkannya. Itu akan sangat menyakitkan.
Naya meraup wajahnya lelah. Dia hanya bisa berharap Tuhan tak akan memberikan dia rasa itu, rasa yang hanya akan lebih menyakitinya.
Aku harus bisa menata hatiku. Aku gak boleh jatuh terlalu dalam. Aku gak boleh lemah. Kalau Kak Arka tak bisa meninggalkan aku, maka aku yang harus bisa menjauhinya. Dan mungkin aku akan pergi saja suatu hari nanti.
Naya tersenyum getir. Untuk sekarang, dia hanya harus tekun belajar agar bisa segera cepat menyelesaikan kuliahnya. Setelah lulus, baru nanti dia akan mencari pekerjaan. Dan juga memikirkan langkah terbaik untuk hati dan hidupnya kelak.
Terdengar suara pesan masuk ke ponsel Naya. Dia pun membuka pesan yang ternyata dari Anung.
"Dek, kamu di mana? Kok Mas gak liat kamu dari tadi?"
Naya tak berniat membalas pesan itu. Dia ingin mulai menjauh dari pemuda itu. Setelah mendengar pengakuan Anung, Naya tak ingin memberikan harapan palsu padanya. Menjauh mungkin adalah pilihan yang terbaik selanjutnya. Bagaimanapun juga, Anung adalah pemuda yang baik. Dan Naya tak ingin menyakitinya.
Ponsel Naya berdering menandakan ada panggilan masuk. Anung ternyata benar-benar mencarinya. Naya menghela napas pelan, tapi tak juga mau menjawab panggilan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Pertama (END)
General Fiction{18+}..... "Aku tau kehadiranku tak kau inginkan. Tapi akupun juga terluka. Aku menanggung banyak luka seorang diri sejak dulu. Hingga aku hampir terbiasa dengan semua luka itu." ~ Kanaya Maheswari "Loe itu penganggu! Kehadiran loe cuma ngerusak mas...