SHENNA. 36

28 3 19
                                    

"Apa yang kau lakukan di masa lalu, akan menjadi buah di masa depan."
-Me-
































36.
Adzan subuh berkumandang dengan merdunya, Shenna terbangun karena medengar panggilan tersebut. Terlebih dahulu ia merenggangkan otot kaku sembari duduk agar kepalanya tidak pusing, setelah itu dia berjalan menuju kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya.

Sedangkan Erika masih saja tertidur tanpa tahu kalo sudah masuk ke waktu solat subuh, 15 menit Shenna menghabiskan waktunya untuk mandi, ya tidak terlalu lama karena air masih sangat dingin, lalu membuka koper dan mengambil seragam sekolah untuk ia kenakan, selepasnya ia membangunkan sahabatnya.

"Erika bangun, yuk solat subuh dulu." ucap Shenna menggoyang-goyangkan lengan Erika agar terbangun dari mimpinya.

Erika pun menggeliat. "Eh? Iya ya, lo duluan aja ambil air wudhu," jawabnya dengan suara serak, Shenna menggangguk lalu bergegas untuk melaksanakan solat subuh. Kemudian, Erika bangun lalu mandi agar wajahnya terlihat segar.

Akhirnya, mereka berdua dapat menjalankan solat subuh dengan khusyuh-nya. Erika menoleh ke jam dinding yang terpasang, sudah pukul 05. 40 WIB mereka harus bersiap untuk ke sekolah. Namun, sebelum itu dia khawatir dengan kondisi psikis sahabatnya, Shenna.

"Emm, lo yakin mau masuk sekolah?" tanya Erika ragu.

"Iya, lagipula kalo gua hanya diam di rumah lo, pikirin gua tambah jadi beban," jawab Shenna sendu.

"Yaudah, ayo kita sarapan dulu!" ajak Erika bersemangat, Shenna mengangguk sebagai jawaban.

Mereka berdua turun dengan tas yang sudah bertengger di pundak masing-masing, kunci mobil pun sudah dipegang oleh Erika. Baru mereka keluar dari kamar aroma masakan Mba Endang menyeruak masuk ke dalam rongga hidung mereka berdua, membuat cacing di perut mereka seakan ingin dimanja.

Shenna dan Erika terburu-buru untuk turun, bahkan suara hentakan kaki mereka membuat seisi rumah bergetar, seperti geteran gempa sedang mampir ke rumah mereka. Hasilnya, Shenna yang menang karena dibantu oleh kaki jenjangnya, sedangkan Erika hanya menekuk wajahnya.

"Lagi sih, gak mau kurusin badan. Kalah kan? Sama seorang Shenna," ucapnya bangga dengan wajah sombongnya.

"Kebetulan aja itu mah! Daripada, nanti gua kejungkal kaya Beruang guling!"

"Pea! Ngejelekin diri sendiri!"

"Bagen deh!"

Mba Endang yang mendengar suara mereka berdua, langsung mensajikan nasi goreng spesial dengan telur mata sapi setengah matang ke dalam piring. 'Tak lupa mengambil susu cair putih di lemari es, setelah semuanya siap Mba Endang membawanya ke meja makan.

Shenna dan Erika terpana melihat sarapan lezat yang disajikan oleh Mba Endang, mereka lansung melahap nasi goreng tersebut.

           ___________________________

Ami bangun terlambat karena semalam dirinya begadang, lebih tepatnya sebab ia menangis. Ia pun segera mandi dengan sangat cepat, lalu mengenakan seragam sekolahnya dan menyemprotkan minyak wangi agar tubuhnya harum seperti bunga mawar. Setelah itu, ia bergegas turun dengan sangat buru-buru, di meja makan Mamah dan Papah sudah menunggu.

Wijaya menoleh. "Kamu tumben telat bangun? Apa kamu semalam begadang?" tanya Wijaya kepada putri bungsunya.

Ami menggangguk. "Iya pah, semalam aku belajar untuk persiapan Olimpiade IPA-ku." ucapnya berbohong, namun dirinya memang menjadi calon perserta Olimpiade IPA tingkat Nasional.

"Yaudah, kamu segera habiskan sarapanmu."

Tiba-tiba suara ketukan membuat aktivitas sarapan keluarga Wijaya terhenti, terdengar dari suara seorang yang mengetuk, ialah Pak Toto - satpam pribadi rumah Wijaya.

Nadia beranjak dari tempat duduknya. "Biar aku saja yang membukanya." ucap Nadia lalu berjalan menuju pintu utama.

Saat pintu dibuka, Nadia sedikit terkejut dengan raut wajah pucat yang tergambar di wajah Pak Toto, seperti habis di teror oleh seseorang.

"Pak Toto, kenapa? Tenang pak, tarik nafas dulu lalu ceritakan." ujar Nadia sembari menarik nafas.

"M-maaf, Nyonya, s-saya m-menemukan p-paket," jawab Pak Toto sangat gugup.

"Paket? Mana, coba saya lihat?" tanya Nadia yang sangat penasaran, sepertinya Pak Toto sudah tahu lebih dulu isi paket tersebut.

Pak Toto pun berlari menuju post-nya untuk mengambil paket yang sangat berat itu, lalu kembali dan memberikannya kepada Nadia.
Nadia mengerutkan keningnya, paket apa ini? Mengapa berat dan tidak ada nama pengirimnya? Tunggu! Bau anyir? Saya harus membukanya.

"Terima kasih, Pak Toto. Bapak bisa kembali ke post," ucap Nadia dan diangguki Pak Toto.

Nadia pun kembali ke dalam sambil membawa paket itu, bau hanyir yang sangat tajam dari bungkusan paket itu. Membuat Wijaya dan Ami menutup mulutnya.

"Kamu bawa apa? Mengapa baunya sangat tidak sedap?!" tanya Wijaya sarkas.

"Tidak tahu, mas. Pak Toto bilang paket itu sudah ada di depan rumah kita, tolong bantu buka paket ini, mas." jawab Nadia, sang suami pun datang untuk membuka paket itu. Disusul Ami yang juga penasaran.

Cukup lama untuk membuka paket yang dibungkus berkali-kali dengan plastik hitam itu, bungkusannya memang tidak rapih. Terlihat seperti terburu-buru, hingga di plastik hitam ke-4 terdapat bercak darah yang cukup banyak.

Mereka terkejut bukan main! Wijaya tidak berhenti membuka paket tersebut, sampai akhirnya mereka semua dapat melihat isi paket itu. Nadia menutup mulutnya rapat, bahkan Ami yang melihatnya hanya mematung tanpa ekspresi apapun.

Bayangkan saja! Isi paket itu adalah ikan yang sudah mati dengan dihiasi paku yang di tusukan di semua ikan tersebut. Bukan hanya itu! Terdapat selembar kertas yang pasti ditulis dengan darah bukan pulpen.

Tulisan dalam kertas itu, ialah sebuah ancaman. 'Saya pastikan semua keluargamu akan menderita! Seperti apa yang dirasakan keluarga saya!!!'

Wijaya sedikit memundur kebelakang sekarang raut wajahnya berubah pucat pasi, ia teringat akan teror-nya yang pertama. Ya, tulisan di kertas itu sama halnya dengan kertas yang ia terima sebelumnya, karena darah itu. Ya darah!

"Apa ini? Mengapa orang itu mengirimkan paket seperti ini?" tanya Nadia bermonolog pada dirinya sendiri.

"Mah ... aku takut mah, aku gak mau masuk sekolah!" ujar Ami sarkas diiringi rasa ketakutan.

Wijaya mendekat kepada mereka berdua. "Ya, Ami jangan masuk sekolah dulu, hari ini. Mah, kamu juga jangan kemana-mana dan tetap di rumah!" ujar Wijaya tegas.

Setelah itu, Wijaya membuang paket tersebut dan hanya mengambil kertas sebagai barang bukti. Lalu bergegas untuk berangkat ke kantornya, ia pun tak lupa berpesan kepada Pak Toto untuk menjaga rumah serta anak dan istrinya.

Sedangkan Nadia terus teringang, mengapa keluargaku di teror? Apakah diriku mempunyai kesalahan di masa lalu? Ya, Tuhan aku mohon lindungilah keluargaku.




























































































Halo!! Bagaimana kabar kalian hari ini? Semoga baik ya :)

Emmmm, di teror lagi dong :)
Sedikit, misteri akan mulai ada titik terang :)

Jangan lupa tinggalkan jejak :)

SHENNA [SELESAI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang