SHENNA. 56

25 3 2
                                    

"Rasanya, lelaki yang selama ini aku banggakan selama ini adalah sosok yang begitu antogonis."
-Ami Nur Wijaya-































56.
Pagi yang cerah datang bersamaan dengan suara burung yang candu untuk di dengar, Andini sudah bangun lebih awal karena baru saja menyelesaikan sholat subuh. Saudaranya belum juga tersadar dari alam bawah sadarnya, hari ini dia akan izin tidak masuk sekolah karena akan menjaga Shenna.

Dia juga sudah memberitahu wali kelasnya jadi tidak akan kena marah atau mendapatkan hukuman. Seketika dia terpikir untuk membawakan makanan saat saudaranya itu telah sadar dari tidur nyenyaknya.

Baru saja Andini turun untuk mengambil makanan, Shenna mengerang pelan di sekujur tubuhnya lalu menyesuaikan cahaya kamar dengan kedua matanya. Dia juga berusaha untuk duduk walau rasa sakitnya masih sangat terasa, dia tersenyum tipis karena melihat seragam Cafe nya telah terganti dengan piyama yang nyaman.

Di singkirnya selimut lalu menggeser kedua kakinya yang terbalut perban, dengan sekuat tenaga dia berjalan pelan ke arah kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Walau susah payah namun akhirnya Shenna berhasil selanjutnya dia beranjak dari kamar mandi dan memulai solat subuh dengan posisi duduk karena tidak kuat berdiri.

Sedangkan keadaan di ruang meja makan tampak ricuh sebab menanyakan keadaan Shenna kepada Andini. Gadis yang tengah menyiapkan makanan untuk Shenna hanya menghela nafas, memandang keluarganya dengan tatapan malas.

Bukan karena dia iri, karena dia malas menanggapinya. Jelas ia sudah memberitahu kalo Shenna belum sadar dan masih tidur nyenyak. Tapi, dia tersentuh karena keluarganya begitu menyayangi Shenna.

"Yah, Mah, Ras. Aku ke atas lagi ya mau antar makanan ini buat Shenna. Ayah, Mamah, dan Faras hati-hati ya, Shenna pasti akan aman sama aku," ujarnya menghangatkan suasana, keluarganya menggangguk di selingi senyum ramah.

Selepas itu Andini melangkahkan kakinya menuju kamar dengan tangan yang menangkup beberapa makanan lezat, dia berharap Shenna sudah sadar dari tidurnya.
Saat hendak membuka pintu kamar dia terkejut karena Shenna sudah bangun dari tidurnya.

Segera dia letakan nampan berisi makanan itu di meja lalu menghampiri saudaranya yang baru saja menyelesaikan solat subuh, sang empu menyadari kehadirannya dia menoleh dengan senyum manis.

"Alhamdulillah, kamu udah sadar. Gimana masih sakit?" tanya Andini mengecek keadaan Shenna.

Shenna menggeleng pelan. "Udah enggak kok, buktinya aku bisa solat subuh," jawabnya mencoba baik-baik saja.

Andini menuntun agar saudaranya duduk lalu membantu untuk menyuapini makanan yang dia bawa tadi, namun Shenna menolak dan mengambil alih makanan itu dari tangan Andini.

"Aku gak mau lebih banyak ngerepotin kamu dan keluargamu, terima kasih ya karena kamu sudah nolongin aku kemarin malam," ujarnya dan dibalas pelukan oleh Andini.

Untung saja makanannya tidak tumpah karena respon Andini yang tidak aba-aba terlebih dahulu.

"Jangan gitu, aku khawatir setengah mati liat kamu gak berdaya kaya kemarin. Jangan buat aku khawatir lagi, ya. Kamu sudah bagian dari keluargaku," lirih Andini membuat Shenna tersentuh, membalas pelukannya dengan mengusap lembut punggung gadis itu.

Shenna tertawa kecil. "Makasih ya, kalo gitu sehabis sarapan temenin aku ke toko baju ya. Aku mau beliin kado buat keluargaku," ajak Shenna dengan senyum manisnya.

Dia tersenyum tipis karena gadis di hadapannya ini masih saja peduli pada keluarganya, sungguh dia tidak mengerti akan hati gadis di hadapannya ini.

SHENNA [SELESAI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang