SHENNA. 25

22 5 0
                                    

"Jika boleh, aku hanya ingin mengingat namamu dan melupakan semua masa laluku."
-Lucas Pramono-






25. 
Malam pun tiba ditambah hujan yang telah reda, ditepi jalan yang sepi dan hanya beberapa kendaraan berlalu lalang. Shenna duduk termenung  dengan seragam yang setengah kering, ia bimbang dengan perasaannya, rasa yang tak pernah dirasakan sebelumnya.

Malam ini juga, dia harus mengangkat kaki dan harga dirinya dari istana yang selama ini menjadi tempat pulang. Ia sudah berjanji dan janji harus ditepati. Dengan sisa tenaganya, ia berjalan menuju rumahnya.

Sesekali ia menatap arloji ditangan putihnya, sudah jam 18. 30 WIB. Pasti mamah dan adiknya sangat khawatir pada dirinya yang tak kunjung pulang, shenna hanya berharap sang papah belum pulang dari kantor.

Nadia terus saja melihat gerbang rumah, menunggu Shenna yang tak kunjung menampakan wajah cantiknya. Ia sangat khawatir dengan keberadaan Shenna, terlebih beberapa jam yang lalu hujan turun dengan sangat deras.

"Mamah ... kakak kok belum pulang?" tanya Ami yang tengah mengemut lolipopnya.

"Mamah juga khawatir sama kakakmu, gak biasanya kakak pulang telat." jawab Nadia sambil memeluk Ami.

Tiba - tiba suara ketukan yang sangat keras membuyar kekhawatiran mereka berdua. Mereka berharap seseorang dibalik pintu ialah Shenna. Namun, harapan mereka pupus. Ternyata Wijaya yang sudah pulang dengan tubuh yang basah kuyup.

Nadia segera mengambil handuk dari kamarnya, kemudian memberikan kepada sang suami dan diterima. Sedangkan Ami menatap nanar pandangan luar rumahnya, lalu duduk disofa yang empuk dengan tangan yang masih setia mengemut lolipop manisnya.

Nadia yang sudah selesai mengurusi sang suami, berjalan menuju sofa dimana putri bungsunya duduk termenung. Memikirkan sang kakak yang masih saja belum memberikan titik terang keberadaannya.

Tak lama keluarlah Wijaya dengan piyama panjang hitamnya, lalu menghampiri sang istri dan putrinya. Dia merasa ada yang aneh, ah ya! Ia teringat akan keberadaan anak tak berguna itu. Dimana anak itu? Dia pasti sedang berada diclub malam. Dasar anak tidak tahu diri!

______________
Shenna diam mematung sambil melihat rumah mewahnya, ia tersenyum getir dan menarik nafasnya dalam. Ia sudah siap melangkahkan kedua kakinya, kemudian membuka pintu perlahan. Shenna mematung sambil meneguk salivanya pelan, sang papah sudah pulang dan kini sedang menatap dirinya.

Hari ini lo habis Shenna, gak ada lagi alasan untuk lo gak ditampar dan dicaci maki sama papah lo. Lagi pula, lo akan terbebas dari semua ketidakadilan dirumah ini. Hahahah, ralat deh! Lo hanya akan dapat menghirup sedikit kebebasan, garis bawahi sedikit.

Shenna berjalan mendekatkan dirinya dengan Wijaya, ia menatap lekat lelaki yang sudah berumur 40 tahun itu. Lelaki yang memberikan luka abadi dalam hatinya, lelaki yang membuat dirinya harus mandiri dan tidak boleh menjadi perempuan manja. Sudah hampir 16 tahun tidak pernah merasakan kehangatan sosok papah dalam dirinya, raganya dingin tak tersentuh, ia hanya berharap keajaiban datang pada dirinya.

"Pah, aku pamit ya. Mungkin akan lama, dan papah gak akan cape - cape lagi buat marahin Shenna atau kotorin tangan hangat papah buat kasih luka, papah akan terbebas dari semuanya. Aku mau beresin barang - barang dulu, papah gak usah khawatir, aku gak akan bawa barang pemberian papah." Wijaya seakan tertampar akan semua perkataan putrinya, dia tidak bisa marah atau melukai Shenna. Entah, mengapa tubuhnya seakan susah digerakan dan mulutnya pun bungkam.

Shenna pun berjalan menuju kamarnya, di anak tangga ketiga ia menoleh sebentar, melihat raut wajah sang papah Datar lalu ia masuk ke dalam kamar dengan rasa hampa, sambil merekam setiap sudut ruang yang menjadi pelampiasan. Tanpa ingin mengganti seragamnya yang basah, ia mengambil koper kemudian memasuki semua baju, foto keluarga, dan semua buku pelajarannya.

Sesuai dengan ucapan yang dilontarkan kepada Wijaya, ia tidak membawa barang pemberian sang papah. Hanya ada satu, sebuah laptop merk apple yang dibelikan oleh wijaya karena terpaksa.

Setelah semuanya siap, ia menutup kamarnya seraya mengelus pintu tersebut. Kemudian, turun dengan tangis yang sudah tak bisa ia tahan. Diruang keluarga, Ami sudah menangis tersedu - sedu hingga seluruh wajahnya memerah.

Sedangkan, Nadia hanya mampu tersenyum untuk mengikhlaskan kepergian putri sulungnya. Jangan tanyakan, Wijaya dia bahkan tidak peduli dengan dirinya. 

"Kakak ... hiks ... hiks. Jangan pergi, aku sendirian kak. Gak ada lagi yang bangunin aku kalo aku kesiangan, terus yang jahilin aku sampe ngambek. Kakak jahat! Jahat! Kakak gak sayang lagi sama aku!" ucap Ami seraya memukul - mukul tubuh kakaknya.

"Hei, kok jadi cengeng gini? Adik kakak kan, berani dan anti cengeng. Masih ada mamah, kakak gak pergi jauh, setiap hari akan selalu aku pantau. Kamu bisa pegang ucapan kakak!" Ami kembali berontak dengan tangis yang tak henti - hentinya keluar. Shenna pun tak tega melihatnya, kemudian ia memeluk erat Ami sambil mengelus punggungnya.

Wijaya yang sudah muak dengan semua drama dirumahnya, bertindak kasar dengan memisahkan anak kesayangannya yang masih memeluk erat anak tak bergunanya itu.
Shenna merasakan perih di lengan tangannya.

"Pergi! Kamu ingin pergi kan? Tinggalkan rumah ini! Dan jangan harap, kamu dapat saya terima kembali dirumah ini!!" pungkas Wijaya sarkas, Shenna hanya menatap sendu dengan perlakuan papahnya. Memang seharusnya, ia pergi tanpa mengharapkan seseorang menarik dirinya atau mencegatnya agar tidak pergi.

Sudah, cukup. Shenna harus memulai kehidupan barunya, ia yakin tuhan selalu punya jalan terbaik untuk hambanya yang selalu berserah padanya.

Pintu utama pun ditutup dengan sangat keras oleh Wijaya, tangisan adiknya masih saja terdengar samar olehnya. Shenna termenung, hatinya sangat sakit. Namun ia bisa apa? Dirinya pun butuh kebebasan, ia tidak ingin terus menerus menjadi hama dalam keluarganya.

Dengan berat hati ia melangkah keluar dari gerbang rumahnya, sebelum itu ia berpamitan kepada satpam rumahnya. Setelah itu ia benar - benar meninggalkan rumahnya.

Shenna sudah sampai disebuah halte dengan koper dan tas ranselnya, dia hanya menatap kosong barang bawaannya. Bagaimana tidak? Hari ini adalah hari terburuknya, bukan karena ia menyesali untuk keluar dari rumahnya, namun, tentang seorang lelaki yang telah menghancurkan benteng hatinya yang kokoh.

Lelaki yang membuat nya terasa hidup dan dapat merasakan perhatian dari seorang yang tulus padanya. Apakah ini sebuah karma untuknya? Karena dia terlalu cuek dan saat Shenna telah membuka hatinya, lelaki itu juga yang mematahkannya kembali. Sekarang dirinya harus memikirkan, dimana tubuh rapuhnya dapat beristirahat dengan nyaman.

Suara mobil membuat Shenna mendangakan wajah untuk melihat, mobil siapakah? yang melewati jalan sesepi ini. Sinar lampu mobil tersebut mati bersamaan dengan mesinnya yang berhenti berbunyi.

Seorang perempuan keluar dari mobil tersebut, dia memakai sebuah sweater abu - abu bertuliskan Harvad university dipadukan Celana jeans hitam dan sepatu sneaker putih.

"Shenna? What are you doing here?














Hai hai. Where are you? I'm comeback again, yuhuuuuuu. Siapa nih yang kangen sama Shenna?Atau tidak ada (hiks sedihnya) baiklah, tak perlu panjang - panjang. Silahkan, baca part kali ini.

Sesuai perkataanku, aku akan update beberapa part. 😊🌻



SHENNA [SELESAI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang