SHENNA. 26

24 4 0
                                    

"Hari ini memang sangat menyakitkan, menusuk hingga raga tak mampu berdiri. Namun, aku percaya masih ada seseorang yang peduli denganku."
-Shenna Aprillia Wijaya-





26.
Shenna terkejut karena perempuan tersebut ialah Erika. Untuk apa dia berada disini sendirian dengan membawa mobil? Apakah temannya ini sehabis dari club malam?

"Harusnya gua yang tanya? Lo ngapain keluar malam gini terus lewat jalan sesepi ini?" tanya Shenna beruntun, Erika hanya terkekeh sambil menggulung lengan sweater abu - abu nya.

"Suka - suka gua lah. Lagi pula juga gak ada yang atur, lo tau kan? Kalo bokap sama nyokap gua, kerja kontrak di singapura?" Shenna mengangguk polos dan tidak menanyakan kembali.

Erika menatap koper serta tas ransel yang dibawa temannya itu, ternyata apa yang dikatakan Shenna tadi siang, benar adanya. Sungguh miris nasib sahabat nya, dia sangat tahu betul betapa kuatnya dia untuk tetap bertahan disemua rasa sakit dan ketidakadilan yang ia terima tersebut.

"Maemunah gaya - gayaan minggat dari rumah, terus minggat nya itu gak tau mau kemana? Ini sih calon gembel baru," ucap Erika dengan nada menyindir, sang empu tidak marah atau kesal. Dia hanya tersenyum getir.

Erika pun berdiri dari tempat duduknya, lalu menarik koper itu tanpa seizin pemiliknya. Sang empu menarik kembali kopernya, sedangkan Erika menatap datar dan tetap menarik koper tersebut.

"Lo mau tidur disini? Iya? Yaudah kalo gitu." ujarnya dengan melambaikan tangan, lalu masuk kedalam mobil. Dia belum sepenuhnya ingin meninggalkan temannya itu, ia hanya sedikit kesal karena Shenna yang tak peka dengan ajakannya.

Shenna tampak berpikir lalu menyadari jika tak mungkin dirinya tidur di halte tersebut. Bisa - bisa ia sudah tak bernyawa karena telah dihabisi oleh orang yang tak dikenal, pikirnya. Dia buru - buru memasukan kopernya kedalam bagasi mobil lalu duduk disamping sahabatnya.

Erika hanya tersenyum jahil sambil memberikan minum kepada sahabat nya, jangan tanyakan? Sebab Erika memang selalu menyetok makanan ringan dan minuman didalam mobilnya. Shenna menerima kemudian memakai sabuk pengamannya.

Mobil pun berjalan meninggalkan Halte yang telah kosong tanpa penghuni, didalam mobil Shenna dan Erika menikmati alunan lagu yang disetel dari radio. Dia sangat bersyukur karena ada yang menolong dirinya, terlebih lagi orang tersebut ialah sahabatnya sendiri.

Erika memang tinggal seorang diri di perumahan yang lumayan jauh dari halte, tempat mereka bertemu tadi. Kebebasan itu membuat nya suka menghamburkan uang, walau begitu ia suka sekali berbagi kepada yang membutuhkan. Tak jarang orang - orang suka datang kerumahnya, sekedar memberi kehangatan untuknya.

Mobil pun sampai didepan rumah megah berwarna putih itu. Dibukalah pintu gerbang oleh satpam yang memang menjaga dirumahnya, selain satpam ada dua asisten rumah tangga yang telah lama bekerja dikeluarga Erika. Jadi, tak sepenuhnya ia tinggal seorang diri dirumah megah tersebut.

Shenna tertidur lelap sehingga tak menyadari jika ia sudah sampai dirumah sahabatnya. Erika menoleh kepada sosok perempuan yang telah lama menjadi sahabatnya, cukup lama ia memandang, sekilas ingatan tentang persahabatan mereka muncul, dimana Adel masih menjadi sahabatnya juga.

"Lo tenang aja, gua pasti akan lindungi lo Shen, gak ada siapapun yang boleh nyakitin sahabat gua ini." gumam Erika seraya membuka sabuk pengaman miliknya dan Shenna.

Erika pun menyuruh satpam nya untuk membawa barang - barang Shenna menuju kamarnya, lalu masuk kedalam rumah seraya memanggil kedua asistennya yang sedang menonton tv di kamar mereka. Kedua asisten nya datang dengan sigapnya.

"Mba Embang dan kak Tika, tolong gotong temanku yang ketiduran dimobil, aku gak tega buat bangunin. Tolong ya, nanti tidurin di kamar aku," pungkasnya lalu naik ke atas menuju kamarnya.

Kedua asistennya mengangguk kemudian menuju garasi dan menggotong Shenna. Sang empu tertidur pulas, sesekali menggeliat karena merasa geli. Lalu diantarkannya ke kamar Erika dan menidurkannya di kasur, setelah itu kedua asistennya kembali ke kamar.

Sedangkan Erika yang sudah selesai mandi terkejut melihat gaya tidur sahabatnya. Bagaimana tidak? Kaki nya terangkat keatas tembok sedangkan tangannya terlentang keatas. Sungguh tidak enak untuk dilihat.

"Yaallah Shen. Kalo lo tidur nya aja kaya gitu, gua mau tidur dimana?" gumamnya kebingungan, terpaksa dia tidur di sofa. Untung saja ia terpikir untuk membeli sofa kalo tidak ia akan tidur diruang tamu yang dingin itu.

Sebelum memejamkan mata, ia mematikan terlebih dahulu lampu kamarnya lalu berjelajah kedalam mimpi.

____________
Lucas masih saja belum bisa memejamkan matanya, semua isi pikirannya hanya Shenna. Kejadian tadi sore sangatlah tak disangka, seharusnya ia sedang menghabiskan waktu bersama sang pujaan hati. Satu hal yang ia ketahui tentang dirinya, dia mengalami Amnesia atau hilang ingatan.

"Maafin aku Shenna, Aku gak tau apa - apa. Aku pun gak kenal sama Deana, aku gak mau kita jadi kaya gini. Hati aku udah kekeh buat kamu, Shenna. Kalo pun benar, Deana adalah tunangan aku. Aku akan tetap milih kamu, Shenna."

Sudah cukup lama dia memandang jendela kamarnya, kedua matanya mulai mengantuk. Lucas memutuskan untuk mengistirahatkan tubuhnya agar besok pagi, dirinya siap untuk menemui dan minta maaf kepada Shenna.

Rahma mengintip dari sela kamar putranya dia merasa bersalah karena telah membohongi Lucas. Namun, Rahma pun tak enak hati jika harus jujur tentang penyakit yang dialami putranya, dia ingin Lucas bahagia. Salahkah jika seorang ibu menginginkan anaknya bahagia?.

Tapi nasi telah menjadi bubur, semua rahasia yang yang dia simpan rapat - rapat telah terbongkar. Rahma pun juga tidak bisa menyalahkan Deana atas semua yang terjadi, mungkin jika dia berkata jujur dari awal. Semua nya tidak akan hancur lebur seperti sekarang. Dia hanya berharap putranya dapat memaafkan dirinya dan mau berbicara dengannya.

Rahma turun dengan rasa hampa menyelimuti dirinya, ia turun dan masuk kedalam kamarnya. Di tempat tidur sang suami duduk memikirkan nasib putranya. Pramono menoleh karena suara pintu yang terbuka, ia tersenyum sambil menepuk kasur agar Rahma duduk disampingnya.

"Lucas sudah tidur?" tanya Pramono dan diangguki oleh sang istri.

"Aku merasa bersalah mas, Lucas sedih karena aku. Maafkan aku mas," lirih Rahma dengan air mata yang sudah keluar dari kelopak matanya.

"Tenangkan dirimu. Kamu tidak salah, begitupun Deana tidak ada yang disalahkan. Semua yang terjadi karena memang sudah semestinya, putra kita pasti mengerti, dia sudah besar. Lucas pasti bisa menyelesaikan masalahnya sendiri."

"Iya mas, aku berharap hal yang sama seperti perkataan kamu mas."

"Ayo kita lanjut tidur, besok kita bicarakan kembali."









Hai semuanya aku kembali, emmm udara di wattpad sungguh kurindukan. Semoga kalian masih ingin membaca ceritaku ini. Tak banyak kata yang ingin kusampaikan, baik. Semoga kalian suka dengan cerita ku ini ya 🌻🌻

Salam hangat Win 😊


SHENNA [SELESAI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang