SHENNA. 51

21 2 0
                                    

"Katakan apa yang ingin dikatakan, karena sesal begitu abadi karena tidak diutarakan."
-Adel Anugrah-

••

Note : Ada beberapa kata kasar, jangan dimasukan ke hati dan jangan di ucap.















































51.
Pagi ini begitu cerah dengan matahari yang sangat ceria, Shenna sudah bangun dari 20 menit yang lalu dia sudah merasa lebih baik walau luka kemarin masih amat terasa sakitnya.

Andini yang baru saja bangun mengerjapkan matanya lalu menemukan Shenna yang tengah bersiap melaksanakan solat subuh, dia tersenyum manis melihat keadaan saudaranya sudah lebih baik. Shenna benar-benar menuruti perkataannya.

Lalu, apakah Ros dan Sanjaya mengetahui? Tentu, tidak. Andini juga menepati janjinya, selepas dia mengobati luka Shenna. Shenna langsung tertidur hingga pagi ini, lagipula Kedua orang tuanya pulang larut malam. Dia pun hanya bilang kalo Shenna kecapeaan.

Mereka berdua melakukan solat subuh secara bersama, selepas itu bersiap untuk berangkat sekolah namun Andini mengkerutkan keningnya. Melihat Shenna yang juga sudah rapih dengan seragam sekolah miliknya, apakah Shenna akan masuk sekolah?

"Kamu mau masuk sekolah? Memang tubuh kamu udah enakan?" tanya Andini yang duduk disamping ranjang tidur.

Shenna mengangguk. "Iya dong, An. Supaya masa depanku cerah," ujarnya begitu bersemangat.

"T-tapi kan, luka kamu belum pulih banget. Aku khawatir kamu kenapa-napa di sekolah, nanti," keluh Andini dengan raut wajah sayu.

Shenna tertawa kecil. "Aku kuat, tenang aja. Gini, kamu kasih nomermu ke aku, kalo aku butuh bantuan aku bakal telpon kamu," usul Shenna dan diangguk setuju oleh Andini.

Andini pun memberikan nomer hpnya lalu Shenna mencoba untuk menelpon dahulu, suara berdering berasal dari hp milik Andini.

"Oke, nomermu udah aku simpan. Yuk, sekarang kita sarapan dulu."

"Iya."

Mereka berdua turun bersama dengan tas yang sudah bertengger di pundak masing-masing, mereka berdua saling menyapa Ros, Sanjaya, juga Faras yang sudah duduk manis di meja makan.

Selepas itu mereka semua sarapan bersama, tapi Sanjaya yang berada disamping Shenna mengkerutkan keningnya karena melihat luka lebam di tangan kiri Shenna.

"Shenna, tangan kirimu kenapa bengkak?" tanya Sanjaya sembari memegang tangan Shenna.

Deg!!

Bagaimana ini? Dia meneguk salivanya pelan, Andini pun ikut menegang karena ayahnya tipe orang yang akan sangat marah jika mengetahui anggota keluarganya terluka.

"Ehh — enggak kok om. Ini karena kemarin sore aku kepentok besi pas mau nyebrang kemarin," jawab Shenna berbohong.

Dirinya berusaha menyakinkan, tidak. Tidak ada yang boleh tahu, dia tidak ingin nama baik papahnya tercoreng.

"Kamu tidak berbohong kan, nak?" sahut Sanjaya merasa gadis dihadapannya ini sedang menutupi sesuatu darinya.

Shenna sudah seperti anak sendiri jadi jika ada yang menyakiti Shenna itu berarti seseorang itu harus berhadapan dengannya.

"Iya nak, jangan berbohong ya. Kamu bisa ngomong ke tante dan om, ya nak," sambung Ros.

Shenna mengangguk. "Iya, om tante. Terima kasih. Kalo begitu aku pamit berangkat sekolah, ya. Sehabis pulang sekolah aku langsung ke Cafe," pamitnya lalu menyalami Ros dan Sanjaya.

SHENNA [SELESAI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang