7

272 36 1
                                    

Bandung, 13 April 1996

Aku tidak bisa tidur.

Mau bagaimanapun juga, aku tidak bisa tidur.

Aku sudah mencoba segala macam pose tidur, memeluk Whaley, menarik topi sampai menutupi wajah, bahkan sampai menonton video tutor fisika dan video 2 jam nggak ngapa-ngapain, dan aku masih belum bisa tidur.

Langit Bandung kalau malam ternyata indah. Tidak ada tampilan city of light yang populer, tapi bintang-bintang asli dari alam ternyata lebih indah. Bahkan aku bisa melihat milky way yang cantik itu. Bayangkan Solar melihat ini. Sayang dia lelah sehabis kemoterapi dan tidur awal jam 8 tadi.

Harusnya malam bukan teman akrabku. Aku terlalu sering tertidur sampai tidak menyadari keindahan Sang Malam.

Orang bilang, insomnia berarti kita sedang ada masalah.

Tapi menurutku yang 'lahir sebagai pemalas' (kata Blaze), justru orang yang selalu tidurlah yang mempunyai terlalu banyak masalah. Mereka tidur untuk menutupi masalah mereka.

Karena itu, masih bisa terbangun di jam segini tanpa masalah apa pun, bagiku itu berkah.

Entahlah apa yang membuatku bisa begini. Barangkali karena mereka yang membuatku bahagia. Membuatku bisa beristirahat sejenak tanpa memikirkan dunia.

Alhamdulillah.

Apalagi yang bisa kuminta?

Biarpun aku lemah dan hanya jadi beban, aku senang ada 5 orang lain yang bisa menjaga Blaze.

Yah,

Aku tidak bisa membohongi diriku sendiri.

Memang ada hal yang aneh. Aku punya firasat aneh tentang penghuni kamar ini. Apa orang-orang bilang? Ah ya, indra keenam.

Mungkin aneh, tapi selama ini firasat itu selalu muncul begitu saja. Membuatku keringat dingin. Merinding.

Aku tak pernah mau kehilangan orang-orang ini. Mereka sudah kuanggap keluargaku sendiri. Kehilangan mereka mungkin akan sama menyakitkannya dengan kehilangan tangan.

Aku takut.

Aku takut akan kehilangan mereka lagi. Aku takut lebih banyak orang yang kusayangi terlepas dari jariku. Aku takut kalau cintaku pada mereka membuat malaikat maut mendekati mereka.

Saat menulis ini, tanpa sadar aku memilin bunga oxeye daisy pemberian Thorn. Aku menggunakan pena gel pemberian Hali. Dan aku memeluk Whaley yang dijahit Gempa.

Tanpa sadar pun, aku sudah bergantung pada mereka. Untuk kehilangan mereka?

Kupikir aku tidak sanggup.

Biar ini menjadi diskusiku dengan malam. Kami butuh istirahat mental. Kami sudah lelah menjadi dewasa sebelum waktunya.

Maka, Tuhan, tolonglah, biarkan kami beristirahat kali ini.

Walaupun sebentar.

Karena sesungguhnya otak kami masih terlalu kecil untuk memahami keadilan-Mu.

Kami ingin istirahat.

Ya Allah, tolonglah, untuk kali ini, biarkan takdir kami bahagia.

Karena hanya dengan masih bertahan hidup pun kami bahagia.

Aku tahu waktu tak bisa dihentikan.

Karena itu, aku akan menikmati setiap detik waktu yang disediakan.

Insomnia ini mulai berkurang. Aku mengantuk. Kurasa sudah waktunya tidur.

Salam,

Ice.

Room 309's DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang