Selasa, 29 April 1997, 09.31
Hali meninggal.
Dia dibunuh Sabtu, 5 April 1997, pukul 08.00.
Senjatanya adalah benda tajam semacam pisau. Keadaan Hali mengenaskan, sudahlah dia sangat pucat dan ringkih sekarang, aku tak sanggup melihatnya. Penutup mata kirinya terlepas, memperlihatkan mata kiri Hali yang sudah hancur. Aku tahu kalau dia memang buta sebelah, tapi aku tak pernah menyangka matanya hancur sampai seperti itu.
Luka sayatan terdapat di tangan dan mata kanan Hali yang kini juga terluka. Telinga kiri dan beberapa jari tangannya lepas. Jantungnya juga ditusuk sampai menembus. Siapapun pembunuhnya, aku berani bersumpah dia orang yang gila.
Bagaimana mungkin anak jalanan tak bersalah macam Hali dibunuh dengan begitu kejam?
Tubuh Hali penuh darah. Darah bahkan muncrat sampai buku diari bersama kami.
Anehnya, Hali tersenyum.
Seorang Halilintar, seorang tsundere, pendiam, dingin, dan balok es itu,
Tersenyum saat ia dibunuh.
Senyum itu tulus.
Walaupun aku tak akan sudi melihat mayatnya lagi, aku sungguhan merasa kalau senyuman itu menenangkan.
Gempa yang menemukannya. Dia baru saja menjenguk Blaze dan akan menjenguk Hali, saat ia melihat pembunuh itu membunuh Hali. Entah sebenarnya apakah saat Hali ditusuk jantungnya atau saat kejadian yang lain, Gempa tidak mau bercerita. Gempa gemetar memanggil polisi.
Aku tidak tahu apa yang terjadi, karena aku dan Thorn masih ada di kamar saat itu. Kami tidak bisa kemana-mana dulu lantaran aku harus pakai kursi roda dan Thorn punya masalah keseimbangan.
Kira-kira jam 08.25, suster memanggil kita dengan panik. Suster langsung membawaku dengan kursi roda dan memegangi Thorn agar tidak kehilangan keseimbangan. Aku sempat bingung, kenapa suster membawa kami ke kamar Hali.
Semua itu terjawab ketika kami melihat Gempa yang menangis tersedu dengan posisi terduduk di lantai dan memeluk mayat Hali diatas tempat tidur. Tangan dan bajunya merah karena darah Hali. Beberapa polisi menatap kami dengan pandangan bersimpati.
Thorn berteriak-teriak, bertanya-tanya, berseru ini tidak mungkin, kan... kak Hali pasti akan bangun, kan...
Tapi melihat luka Hali, bayi juga tahu kalau Hali takkan pernah bangun lagi.
Waktu seolah membeku. Aku tak bisa berkata-kata melihat mayat Halilintar yang dingin. Kedua matanya yang hancur. Keseluruhan luka yang hanya akan membuatku menangis lagi jika menjabarkannya ulang.
Perih sekali melihatnya begitu. Aku hampir mensyukuri seruan-seruan Thorn yang membuatku harus menenangkannya dengan memeluknya.
Aku masih sangat ingat, salah satu polisi yang menyentuh bahuku berkata...
Ayo... kita baringkan dia ke dipannya yang terakhir.
Hali dimakamkan disamping Taufan, di dekat Ice. Thorn sambil terisak menghiasi nisan batu Hali dengan dandelion. Dandelion. Cocok sekali dengan bocah satu itu.
Gempa depresi. Selama berminggu-minggu, sampai hari ini, dia tidak berselera makan, selalu memuntahkan makanan yang diberikan, menangis tiap malam, dan tidak mau berbicara. Kami masih bisa melihat Gempa yang biasa hanya saat shalat.
Depresinya Gempa sebenarnya berdampak besar bagi penyelidikan kasus pembunuhan Hali. Dia satu-satunya saksi hidup yang mereka punya, karena atas motif apa seorang anak kecil bisa dibunuh orang dewasa? Mereka punya banyak tersangka, dan Gempalah satu-satunya harapan mereka.
Namun mereka juga tahu, melihat sebuah pembunuhan dengan mata kepala sendiri pasti membuat anak sekecil Gempa shock. Karena itu pihak kepolisian bersedia memberi waktu pada Gempa.
Mereka sempat mengira kalau Hali meninggalkan petunjuk karena dia menuliskan sesuatu di buku diari bersama kami, tapi itu bukan petunjuk sama sekali.
Hali hanya menulis pesan terakhirnya, kata-kata yang kerap dia tuliskan.
Halo kegelapan, teman lamaku.
Aku langsung tahu apa maksud Hali menuliskannya dengan darahnya.
Anak itu tidak dendam.
Dia tidak dendam pada pembunuhnya.
Dia tidak dendam pada akhir hidupnya.
Dia tidak dendam pada siapapun.
Dia memaafkan semuanya.
Dia justru menyambut akhir hidupnya dengan mengatakan itu sebagai 'teman lamanya'.
Hali...
Untuk seukuran anak jalanan yang makan dari mengais-ngais sampah dan mencuri...
Hatimu... sangat bersih.
Mungkin terlalu bersih untuk dunia yang kotor ini.
Beristirahatlah di surga sana,
Halilintar Firdaus.
Salam,
Solar.
![](https://img.wattpad.com/cover/264731925-288-k583662.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Room 309's Diary
FanfictionMinggu, 4 April 2021 Kak, tidak terasa kita sudah berpisah selama 20 tahun, ya? Aku sudah menunaikan janji, kak. Aku sudah bertahan hidup. Keren kan aku? Hehe. Kak, hari ini, ada seseorang yang spesial ingin membuka kenangan kita. Boleh kan kak? K...