IT'S DA BIRTHDAY, BABY!
Woo hoo! Hari ini ulang tahun kami bertujuh!
Hari ini kami dibebaskan dari kemoterapi, pengecekan kesehatan, dan teman-temannya. Hari ini kami bebas! BEBAS! Hah!
Suster ngasih kita kue. Ngga gede, sih. Katanya biar langsung habis. Emang langsung abis sih, orang udah ada Ice si polar bear. Siap-siap buat hibernasi. Gempa ngelarang kita tiup lilin. Katanya budaya Kristen. Eh, apa nasrani? Au ah gelap.
Suster ngasih kita topi. Kembaran, ada durinya stegosaurus, tapi warna sama polanya beda. Kita juga pakenya gayanya beda-beda. Punyaku warna biru tua, aku pakainya miring.
Dan-ya allah, yang ini keren banget sih. Ampe aku terhura *cri*.
Solar, Gempa sama Hali patungan beliin aku HOVERBOARD!
Ya ampun terhura banget. Si Hali softie ternyata. Solar bilang jangan rusakin harganya mahal. Ya iyalah aku bakal jaga. Dia aja udah bilang mahal apalagi saia.
Thorn ngasih kita bunga. Sebenernya kita udah puas sama bunga, tapi bunga yang dipilih Thorn lucu. Aku dikasih bunga coreopsis. Solar dikasih bunga matahari, Ice oxeye daisy, Blaze dapat hyacinth, Gempa white heather, dan Hali amaryllis. Katanya bahasa bunganya cocok dengan kami semua. Aku nggak ngerti, sih, tapi seneng lihat dia senyum. Precious smile ÙwÚ.
Blaze dan Ice kasih ucapan selamat aja. Baaaiklaaaah.
Aku kasih semuanya biskuit yang kubikin diam-diam. Soal dimana, itu rahasiaku dan Tuhan... hehe.
Ah, mereka benar-benar bisa membuatku tersenyum. Bahkan lebih tulus, lebih lebar dari yang lalu. Bukan senyum palsu yang menyakitiku, tapi senyum yang sungguh karena rasa senang di hati.
Nggak kayak dulu.
Dulu, aku anak normal. Anak sekolah 'normal' yang divonis TBC sejak kelas 1. Oh, iya, normal banget.
Aku harus terus tersenyum biar nggak ada yang tahu. Harus terus tersenyum biar nggak ada yang tahu kalau aku sakit.
Yah, walaupun gara-gara itu aku dibuli terus sih.
Aku murid yang biasa-biasa aja. Nggak pinter, nggak ganteng, dan bukan tukang ngajak tawuran. Aku 'badut kelas'.
Tugasku melawak agar anggota kelasku tidak ada yang kena marah. Mempermalukan diriku supaya mereka tertawa. Menjahili orang-orang supaya mereka bahagia. Tersenyum dan tertawa supaya mereka mengira aku baik-baik saja.
Mudah?
Tentu saja TIDAK.
Awal-awal, aku nggak apa-apa. Makin hari aku makin terbiasa. Tapi pas aku kelas 2, mulai hariku nggak baik-baik saja.
Aku suka digibahin karena terlalu banyak tersenyum. Suka diomongin karena terlalu banyak tertawa. Suka diledek karena terlalu banyak bercanda.
Mereka kira aku nggak tahu. Oh, tolong deh, topeng mereka bahkan jauh lebih tebal dari punyaku. Enak banget. Mereka kira orang yang diomongin gak tahu? Orang yang diomongin seringkali punya indra keenam.
Dan aku masih nggak apa-apa. Seenggaknya mentalku nggak apa-apa.
Fisikku? Ah, tentu saja oke.
TIDAKLAH. Mana ada orang yang baik-baik saja saat divonis TBC? Anak kecil pula?
Aku sering sesak napas dan batuk darah. Kak Iung sering memergokiku yang malam-malam ke kamar mandi buat batuk. Aku harus menyuapnya dengan kukis cokelat favoritnya supaya dia tidak melapor ke ayah-ibu.
Kelas 3, aku masih menjadi 'badut' di kelasku. Bedanya, aku mulai sering dibuli. Bukan hanya digibahin, aku mulai sering dipojokkan dan dibuli secara verbal dan fisik. Kabar baiknya, mereka tidak bisa benar-benar menjauhiku. Aku masih diperlukan sebagai badut, untuk mengalihkan pembicaraan, untuk mencegah orang lain dihukum, untuk menghibur hasrat mereka.
![](https://img.wattpad.com/cover/264731925-288-k583662.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Room 309's Diary
FanfictionMinggu, 4 April 2021 Kak, tidak terasa kita sudah berpisah selama 20 tahun, ya? Aku sudah menunaikan janji, kak. Aku sudah bertahan hidup. Keren kan aku? Hehe. Kak, hari ini, ada seseorang yang spesial ingin membuka kenangan kita. Boleh kan kak? K...