Pembuka

752 51 0
                                    

Jumat, 13 September 1995

Hari ini, penghuni kamar terakhir datang. Mereka kakak adik, namanya Solar dan Thorn. Kami nggak nanya-nanya soal penyakit mereka dulu. Kami tahu itu menyakitkan.

Thorn kelihatan cepat dekat dengan Blaze dan Upan. Walaupun dia agak lelet, sih. Kurasa itu karena penyakitnya berhubungan dengan otak. Trauma benturan, mungkin. Aku pernah membaca tentang itu.

Solar sendiri kayaknya butuh lebih banyak waktu. Aku tahu masuk rumah sakit itu mengagetkan, tapi setidaknya kan dia tidak disini sendiri. Dulu aku setahun penuh sendirian dan aku kesepian. Aku benci merasa kesepian, seperti bukan aku.

Suster bilang kami tidak boleh keluar hari ini. Mau bilang bosan juga mustahil bosan kalau sekamar dengan duo kamvret itu. Sekarang jadi trio. Gempa kayaknya bakalan capek. Kasian sih, tapi yang penting bukan aku yang ngurus mereka. Walau pasti nggak akan baik buat kesehatan Gempa.

Mereka mungkin tidak tahu kekhawatiranku dari hari ke hari. Mengingat mengapa kami bertujuh  ada disini, aku selalu khawatir betapa dekatnya maut dengan kami sekarang. Kami berbeda, dan kami tahu. Kami tahu betapa dinding rumah sakit telah mendengar lebih banyak doa dibanding masjid. Kami hafal betapa bunga-bungaan--terutama anyelir dan krisan--disini melebihi toko bunga. Kami juga tahu pesan-pesan kertas disini banyaknya melebihi yang ada di kotak pos artis ternama. Tapi tentu saja aku tidak bisa memberitahu mereka. Mereka sudah cukup stress. Biar aku saja yang memikirkan ini, toh memang penyakitku yang paling ringan.

Semoga besok kami membuka mata, dan masih menemukan pemandangan seperti ini.

Halilintar.

Room 309's DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang