Bab 8

50K 3K 30
                                    

Alika sudah memeriksa waktu di ponselnya berulang kali, namun tidak ada tanda-tanda kalau dia akan beranjak bangun dari ranjang. Lebih dari apa pun Alika merasa sangat tidak tahu diri, sudah bertamu, meminta makan, dan menumpang tidur. Dengan konyolnya hingga pukul delapan pagi dia masih bermalas-malasan di kamar lelaki itu.

Bukan apa-apa, Alika hanya merasa tak ada muka. Rasanya malu luar biasa. Meskipun begitu, Alika tetap mempertahankan keputusannya untuk berdiam diri lebih lama di dalam kamar ini. Semalam, Alika menyesali keputusannya untuk mengikuti Darren ke apartemen laki-laki itu. Namun, daripada hanya menyulitkan diri sendiri dengan bolak-balik dan bingung harus menginap di mana maka Alika memutuskan untuk bertahan di apartemen Darren.

"Alika, udah bangun?"

Perempuan itu buru-buru menenggelamkan kepalanya pada tumpukan bantal. Suara Darren dari luar kamar membuat Alika ketar-ketir. Sungguh, tindakannya ini seperti bocah saja.

"Alika? Aku harus berangkat ke rumah sakit sekarang. Aku sudah siapkan sarapan, setelah bangun kamu makan dulu."

Lagi-lagi Alika menenggelamkan kepalanya, rasanya malu luar biasa. Jika ada nominasi perempuan malas tak tahu diri maka Alika yang memenangkannya. Dia sendiri heran mengapa Darren repot-repot menyiapkan sarapan untuknya, padahal Alika sendiri tidak yakin bisa membalas kebaikan laki-laki itu.

"Alika? Serius, kamu masih tidur?"

"Hm...."

Alika terpaksa menjawab pelan, berpura-pura kalau dia baru saja bangun tidur. Meskipun Darren tak bisa melihatnya langsung tetapi Alika tetap harus menjiwai perannya saat ini.

"Udah bangun?"

"He'em."

"Oke, kalau kamu mau lanjut tidur nggak apa-apa. Tapi, jangan lupa sarapan, ya."

"Hm...."

"Aku berangkat sekarang. Aku sudah telat."

"Hm ... hati-hati."

Bola mata Alika seketika membulat. Sebenarnya dia refleks mengatakan hati-hati. Namun, rasanya tetap saja malu. Apalagi setelah dia tidak sengaja mendengar suara Darren yang terkekeh pelan. Pasti laki-laki itu merasa besar kepala.

Untuk perhatian Darren itu Alika merasa tidak berhak menerimanya. Kebaikan Darren yang bersedia menerimanya menginap saja dia sudah sangat bersyukur. Apalagi semalam Darren benar-benar menjalankan janjinya. Begitu sampai di apartemen, Darren langsung menanyakan apakah Alika butuh ditemani atau tidak. Karena kalau tidak, Darren akan tidur di rumah orang tuanya daripada membuat Alika merasa tidak nyaman. Dan, Alika dengan polosnya menjawab tidak keberatan kalau Darren mau menemaninya. Bukan, lebih tepatnya Alika merasa kurang sopan bila membiarkan laki-laki itu meninggalkan tempat tinggalnya sendiri. Dan, sejujurnya Alika merasa takut bila harus sendirian di tempat yang menurutnya asing.

"Bisa gila...." gumam Alika.

Sebaiknya Alika bergegas pergi dari apartemen Darren. Rencananya dia akan pulang sebentar ke rumah Susan, barulah dia menuju rumah sakit. Sebenarnya Alika memiliki banyak waktu luang karena hari ini dia bertugas siang nanti.

Alika bukan perempuan yang harus mandi dengan waktu yang lama. Melihat dari kondisinya saat ini, mandi secukupnya pun jadi. Selesai dengan mandi, Alika menuju dapur. Ya, tujuannya adalah untuk sarapan.

"Kasian, dia udah repot-repot siapin sarapan. Sebagai tanda terima kasih aku mau makan sarapan buatan dia."

Untuk sarapan pun Alika tergolong cepat. Dia memang buru-buru menyelesaikan sarapannya. Secepat mungkin dia harus meninggalkan apartemen Darren. Setelah mencuci piring dan merapihkan meja makan, Alika menyambar tasnya yang dia letakkan di sofa ruang tamu. Namun, gerakan tangannya terhenti saat melihat beberapa figura berukuran sedang yang tersusun rapih di meja.

Oh, My Ex! (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang