Alika keluar dari kamarnya dengan kepala yang celingak-celinguk. Pasalnya dia sangat penasaran dengan mamanya yang entah kenapa terdengar sangat berisik. Dugaan Alika saat ini adalah mamanya kedatangan tamu, mungkin teman-teman sosialitanya.
Kebetulan sekali Aryo berjalan melewatinya. "Pa, ada tamu, ya?"
Aryo mengangguk. "Tamu penting."
Kening Alika mengernyit. "Palingan teman-teman mama, iya, kan?"
"Bukan kok." Aryo melengos pergi ke dapur.
Lantaran kelewat penasaran Alika memutuskan untuk mengecek langsung ke ruang tengah. Melihat siapa yang bertamu, ekspresi wajah Alika berubah kesal. Ini toh tamu penting kata papa tadi, penting banget, ya? Alika berbalik badan, dia tidak mau mendekati tamu penting itu.
"Alika, kok putar balik?" seru mamanya yang tidak sengaja melihatnya.
"Mau buat minum, Ma!" sahut Alika beralibi. Mamanya langsung percaya karena Alika menuju dapur, kebetulan Darren juga belum disuguhi minuman sama sekali.
Alika bersedekap menatap gelas di depannya. "Udah diusir padahal, kenapa balik lagi sih?" gerutunya.
"Siapa yang diusir?" tanya Aryo dari arah belakang.
"Bukan siapa-siapa, Pa. Eh, Papa makan apa?"
"Kue, kamu mau?" Aryo membuka lebar bungkus kue kering yang baru dibeli itu. "Enak lho, rendah gula dan garam nih, kata si penjual."
"Penjualnya bilang begitu karena lagi narik pelanggan kali, Pa." Alika mencomot satu potong kue, setelah mencicipinya dia mengangguk-angguk keenakan. "Tapi, kuenya memang enak sih, Pa."
"Enak, ya? Padahal harganya murah meskipun dari toko kue besar. Darren memang nggak salah pilih."
Tiba-tiba Alika tersedak. "Hah?"
Aryo menyodorkan gelas minumnya. "Minum dulu nih."
"Kue ini bukan Papa yang beli?"
"Bukan, kue ini Darren yang beli."
Lidah Alika mendadak menjadi pahit setelah menelan habis kue yang dikunyahnya. Buru-buru saja dia menetralkannya dengan banyak minum air.
"Nanti bawa kuenya ke depan sekalian minumannya," ucap Aryo sebelum beranjak pergi.
Alika menghela napas panjang, rasanya kurang ikhlas kalau harus menyajikan minuman untuk laki-laki itu. Alika sempat memiliki ide jahil untuk mengerjai laki-laki itu, namun dia juga tidak tega kalau harus mengganti gula dengan garam. Sekesal apa pun Alika pada Darren, dia tetap tidak tega kalau harus berbuat jahat kepada calon suaminya itu. Yah, dia memang terlalu bodoh karena masih memperdulikan laki-laki itu.
Selesai dengan urusannya, Alika menuju ruang tengah dengan kue dan minuman yang dibuatnya. Kali ini Darren hanya sendirian, mungkin mamanya sedang keluar menerima paket. Katanya hari ini paket berisi parfum favorit kesukaan mamanya diantar ke rumah.
"Mama kamu ada di luar, katanya mau nyamperin kurir," jelas Darren.
"Udah tau."
"Terima kasih minumannya."
Alika mengangguk. Matanya memicing tiba-tiba. "Kamu datang sama papa, ya? Buat apa? Bukannya udah aku usir? Kenapa balik lagi?"
"Papa ngajakin mampir, nggak sopan kalau aku tolak," kilah Darren.
"Kalian habis dari mana?"
Darren menyeruput minumannya sebelum menjawab, "Kantornya Mas Farren."

KAMU SEDANG MEMBACA
Oh, My Ex! (END)
Romance⚠ Pastikan dulu usia Anda cukup. 👉Series kedua Argadinata . . . Selama tiga tahun tak pernah bertemu, Darren akui bahwa mantan kekasihnya telah berubah menjadi perempuan anggun dan mempesona. Darren tidak munafik, perubahan mantan kekasihnya saat...