Satu detik yang akan datang sama sekali tidak bisa Darren bayangkan sedikit pun. Manusia selalu punya segudang rencana, namun Tuhan yang menentukan. Tak sedikit pun Darren ingin celaka, tapi apa boleh buat kalau Tuhan mau mengujinya dengan sebuah musibah kecelakaan.
Darren menghela napas bosan. Sejak dia kembali ke penginapannya, yang dia lakukan hanya berdiam diri tanpa boleh melakukan banyak pergerakan. Sebenarnya Alika sendiri yang membatasi pergerakannya, padahal Darren merasa baik-baik saja.
Suara kekehan membuat Darren menoleh. Ekspresinya langsung berubah muram ketika melihat seseorang di sudut kamarnya. Bukannya senang kedatangan tamu, Darren justru merasa sangat kesal. Kalau boleh memilih dan tak takut melawan, tentunya dia memilih untuk tidak menerima kunjungan siapa pun apalagi posisinya saat ini sedang bulan madu.
Kali ini orang tersebut tertawa tanpa bisa ditahan lagi. Darren ingin mengumpat, seandainya saja boleh. "Mas, suaranya bikin pusing!"
Orang itu menutup mulutnya lalu memandang adiknya dengan ekspresi pura-pura khawatir. "Adikku, kamu kenapa?"
Darren memutar bola matanya dengan ekspresi jengah. "Mas, aku baru dapat musibah lho. Pantaskah sikap Mas tertawa kayak gitu?"
Farren meluruskan kakinya sambil bersiul. "Kamu dapat musibah? Kapan? Bukannya lagi bulan madu?"
Darren berdecak kesal. Sudah dia bilang kan kalau dia sedang tidak ingin menerima tamu siapa pun itu. Apalagi tamunya adalah kakaknya sendiri. "Kenapa Mas bisa di sini? Alika yang telepon, ya?"
"Yo'i. Istri kamu gesit banget kasih kabar keluarga di Indonesia, kakak ipar kamu lebih gesit lagi buru-buru datang ke sini."
"Lagian kenapa sih, kalian ke sini? Aku lagi bulan madu lho, aku dan Alika butuh waktu berduaan."
Farren tergelak. "Kalau mau bikin geger keluarga besar nggak perlu jauh-jauh ke Hawaii. Buat apa? Supaya terlihat keren?"
"Mas, memangnya siapa yang mau dapat musibah?!" kesal Darren. "Aku lagi bulan madu tentunya kepengen happy-happy aja."
"Terus kenapa bisa ada tragedi jatuh terus keseleo?"
Darren mengumpat dalam hati. Sialan! "Kejadiannya nggak terduga, Mas. Aku nggak pikir panjang karena aku kelewat panik. Alika jatuh dari batu-batuan yang tingginya kurang lebih dua meteran, mana ada adegan kesapu ombak segala."
Farren mengangguk-angguk paham. Dia sendiri sudah mendengar cerita versi Alika. "Yah, namanya juga panik. Kalau Mas yang ada di posisi kamu tentunya Mas juga bakalan panik."
"Nah, benarkan?" Kali ini Darren cukup puas mendengar jawaban kakaknya. "Alika nggak apa-apa kan, Mas?"
"Lho, kan kamu sendiri yang ngobatin dia."
"Di sini cuma ada sedikit obat, Alika juga nggak mau dibawa ke rumah sakit."
"Kalau kamu ngotot bawa Alika ke rumah sakit kayaknya kamu cuma menyusahkan Alika." Farren memerhatikan kondisi adiknya dengan pandangan kasihan. "Secara kondisi kamu lebih mengkhawatirkan daripada Alika."
Darren bergeming, tapi dia setuju dengan pendapat Farren. Tragedi kemarin sangat tidak terduga. Darren pikir Alika akan terluka parah, dia sudah sangat ketakutan karena Alika jatuh dengan posisi kepala yang membentur bebatuan. Kemudian, ombak datang dan menyapu tubuh istrinya. Beruntung sekali ombak itu tidak besar sehingga Alika masih bertahan di posisinya.
Jangan tanya bagaimana kondisi Darren saat itu. Lantaran kelewat panik dia ikut terjun menyelamatkan Alika. Namun, kenyataannya dia malah tidak sengaja mencelakai diri sendiri. Posisi jatuhnya sangat tidak elit, berbeda dengan Alika yang terpeleset kemudian membentur bebatuan. Sedangkan dia mendarat dengan kondisi kaki yang tidak seimbang sehingga menyebabkan pergelangan kakinya keseleo. Hampir saja dia mengalami patah tulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh, My Ex! (END)
Romance⚠ Pastikan dulu usia Anda cukup. 👉Series kedua Argadinata . . . Selama tiga tahun tak pernah bertemu, Darren akui bahwa mantan kekasihnya telah berubah menjadi perempuan anggun dan mempesona. Darren tidak munafik, perubahan mantan kekasihnya saat...