Bab 16

41K 2.4K 34
                                    

"Alika ke mana, ya?"

"Alika siapa sih, Ma?"

"Temannya Darren, Pa."

"Perempuan?"

"Iya. Bentar, Mama bangunin Darren dulu."

"Cepet bangunin, kita sarapan."

Langkah kaki Juwita semakin terdengar jelas dari dalam kamar. Wanita berumur itu seperti kebakaran jenggot karena tidak bisa menemukan Alika di mana pun. 

"Darren! Dar, buka pintu! Kamu belum bangun, ya? Dar, lihat Alika nggak?" 

"Gimana, Ma?"

"Belum bangun, Pa."

"Udahlah, biarin. Kita sarapan duluan."

"Nggak bisa gitu dong, Pa. Mama mau cari Alika dulu."

"Sarapan dulu, Ma."

"Cari Alika dulu, Pa."

"Ayo, sarapan!"

"Pa!"

Sepasang muda-mudi yang berada di dalam kamar tampak baru membuka mata karena suara berisik yang terdengar dari luar kamar. AC yang masih menyala membuat keduanya kedinginan karena kondisi tubuh hanya berbalut selimut.

"Al, udah bangun?" tanya Darren dengan suara serak.

"Hm."

Darren mengintip, mata Alika masih terpejam. Tetapi, dia tahu kalau Alika sudah bangun. Darren berinisiatif untuk merapihkan helaian rambut Alika. Wajah wanita itu terlihat sangat cantik meskipun baru bangun tidur.

"Al, kamu lapar? Aku dengar suara perut kamu," gurau Darren.

"Lapar, tapi aku malu," cicit Alika. Tadi malam Alika yakin meskipun dia menyesali perbuatannya, dia tidak akan ambil pusing soal itu. Namun, Alika tidak memprediksi bagaimana respon kedua orang tua Darren bila mengetahui kelakuannya ini.

Darren sedikit mengangkat kepalanya agar bisa melihat dengan jelas. "Alika?"

Mata wanita itu sudah terbuka sempurna. Dia menghela napas panjang sambil menaikan selimutnya. Jujur saja dinginnya AC cukup membuatnya menggigil. 

"Kenapa melamun?"

Alika menggeleng. "Capek," keluhnya.

Darren terkekeh. Ya, jujur saja semalam Darren begitu berstamina menggempur Alika. Bagaimana tidak, sudah bertahun-tahun dia tidak melakukan itu. Rasanya semalam Darren seperti balas dendam karena telah lama berpuasa.

"Wajar sih, sampe capek. Dajun juga capek katanya," canda Darren dengan gigi yang berjejer. "Tapi, katanya dia masih mau, gimana tuh?"

Alika sontak melotot. Kekuatannya sudah terkumpul menjadi satu di ujung tangannya. Tanpa belas kasih dia menonjok dada laki-laki itu.

"Dasar sinting!" kesal Alika.

"Dajun mau bernostalgia, Al. Nggak ada puasnya," sahut Darren enteng.

"Dasar maniak!"

"Bukan maniak. Tapi, candu."

"Dajun jelek kamu itu dikasih hati, malah minta jantung!"

Darren membelalak. "Jelek apa? Kamu nggak lihat bentuknya sempurna gitu? Kokoh, perkasa, dan tangguh. Lagian Dajun mintanya lubang kamu, bukan hati apalagi jantung."

"Berisik, Darren! Kamu pikir Dajun kamu sekeren itu?!"

"Oh, ya, jelas!" jawabnya bangga. "Tapi, lebih keren aku sih, Al."

Oh, My Ex! (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang