Bab 33

24.8K 1.7K 40
                                    

Darren membuka pintu mobilnya sedikit agak kasar. Matanya mengisyaratkan aura permusuhan. "Masuk!"

Karren berdecak kesal, Darren ini memang semena-mena. "Sabar! Nggak perlu emosian juga!"

Bukannya apa-apa, semenjak Darren datang menjemputnya di bandara, lelaki itu tampak emosian sekali. Karren yang awalnya berpikir akan seru-seruan karena sudah lama tidak berjumpa malah menerima ocehan panjang dari kakaknya. Lelaki itu seperti tampak ingin terlihat keren di depan calon istrinya.

Mobil melaju dengan sangat pelan. Karren tahu situasi ini, Darren ingin mengintrogasinya lebih dulu. Terbukti karena dia duduk di depan, sedangkan Alika duduk di belakang. Bicara tentang itu, introgasi kekejaman Darren jauh lebih kejam daripada Farren. Bukan kejam dalam artian sering melakukan tindak kekerasan, tetapi mulutnya itu yang tajam, setiap bersuara pasti ketus dan menusuk hati.

"Mau jelasin langsung apa mau ditanya dulu?" Darren memulai sesi introgasinya. Nada suaranya masih kalem dan lembut, tapi kalau dilihat dari lirikan matanya siapa pun dapat menebak kalau mood laki-laki itu sedang kacau.

Karren menghela napas dalam-dalam. Oke, sesi tanya-jawab sudah dimulai. "Tanya aja, aku nggak mau banyak omong."

Selain malas bicara panjang lebar, Karren juga merasa butuh istirahat. Jadi, lebih baik dia menurut apa mau kakaknya.

"Oke. Pertanyaan pertama, gimana kabar kamu?"

Karren melirik kaget, tak menyangka kalau kakaknya akan bertanya seperti itu. "Baik."

"Kenapa jarang menghubungi Mas?"

"Takut ganggu."

"Ganggu apa?"

Karren tak menjawab, tapi lirikan matanya yang mengarah kepada Alika sudah cukup membuat Darren paham. "Kamu tetap harus kasih kabar. Gimana kuliahmu?"

"Lancar kok."

"Kapan lulus?"

"Baru jalan satu semester padahal." Karren cemberut. "Udah ditanya kapan lulus aja," gerutunya.

Ini nih, padahal dia baru mulai kuliah, sudah ditanya kapan lulus. Nanti setelah dia berhasil lulus pasti ada pertanyaan baru, kapan bekerja. Setelah dapat pekerjaan pasti ditanya sudah punya calon atau belum. Kalau seperti itu pasti akan timbul pertanyaan baru, kapan menikah? Karren sadar kok, memang sudah mendarah daging bagi kaum manusia untuk saling mengurusi masalah orang lain.

"Belajar yang bener, lalu pulang ke rumah," sahut Darren. "Kamu ada di luar negeri dan jauh dari keluarga, sejujurnya membuat Mas kurang tenang. Tapi, apa boleh buat, kamu pergi pun karena mengejar cita-cita kamu. Mas berharap kamu bisa lebih baik dari kedua kakak kamu dan lebih membuat bangga orang tua."

"Iya," sahut Karren kalem.

"Sering-sering hubungi keluarga, meskipun kamu di sana senang dan baik-baik saja. Apa salahnya kasih kabar?"

"Iya."

"Kalau ada waktu kamu sempatkan pulang ke rumah. Jangan hanya beralasan mau fokus belajar padahal kamu lagi liburan. Jangan alasan nggak ada duit untuk pulang, cuma orang bodoh aja yang bakalan percaya."

"Lah, ini aku pulang lho."

"Oh, iya. Kenapa tiba-tiba pulang?"

"Ada yang mau nikah, aku mau ikut foto."

Darren berdecak kesal dengan mata memicing curiga. "Kalau Mas nggak menggelar acara pernikahan pasti kamu nggak akan mau pulang ke rumah."

"Sayang waktu, Mas. Lebih baik belajar kan? Supaya cepat lulus."

Oh, My Ex! (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang