Bab 5

64.5K 3.5K 18
                                    

Mendengar pergerakan sedikit saja, Alika sudah tersentak. Apalagi kalau lelaki itu bergeser hingga duduk tepat di sampingnya, Alika pasti tak akan bisa bernapas dengan normal.

Lagi-lagi pergerakan terasa dari arah tempat duduk lelaki itu. Dengan tingkat kewaspadaan yang tinggi, Alika memasang pertahanan diri. Tangannya sudah mengepal kuat, kalau-kalau lelaki itu berani macam-macam.

Lelaki itu tiba-tiba saja menghembuskan napas panjang. Kalau benar tebakannya, lelaki itu sudah seperti orang frustasi saja. Padahal seharusnya Alika yang merasa frustasi. Jujur saja, dia merasa amat tertekan berada di dalam satu ruangan bersama lelaki itu. Kalau tidak mengingat pesan Julian sudah pasti Alika lebih memilih melarikan diri.

Sebenarnya Alika sempat berpikir untuk kabur saja, tapi bila ditelaah lagi maka itu bukan sikap yang baik. Dirinya sudah diamanahi untuk menunggu sebentar, maka Alika mencoba untuk bertahan. Statusnya yang merupakan orang baru di rumah sakit ini tentu membuat Alika takut untuk berbuat seenaknya. Bisa-bisa dia dipecat dihari pertamanya bekerja.

"Hei, kenapa diam?"

Kepala Alika sontak menoleh dengan kening mengernyit bingung. Apa salah kalau dia memilih diam? Diam itu emas!

"Rasanya canggung kalau kamu diam begitu."

Lah, terus gue harus jingkrak-jingkrak gitu?

"Ngomong dong. Kayak kuburan, sepi banget."

Alika mendelik. Ya, memang kuburan, kan lo setannya!

Lelaki itu mengelus lehernya. Merasa canggung karena diabaikan. "Aku merasa kayak setan karena ngomong sendiri."

Diam-diam Alika tertawa puas. Tanpa perlu diingatkan, laki-laki itu sudah menyadari siapa dirinya yang sesungguhnya.

"Aku mau minta maaf, Al."

Suara itu lagi, masih berasal dari Darren. Namun, Alika mencoba untuk mengabaikan seperti biasanya.

"Al, aku jujur mau minta maaf."

"Minta maaf untuk apa?" ceplos Alika.

Rasanya gatal kalau harus terus mengabaikan. Itulah sebabnya Alika menjawab, lagipula jawaban Alika terkesan ketus dan cenderung sinis.

"Untuk masa lalu kita," jawab Darren dengan suara pelan.

Tiba-tiba saja alarm dalam tubuh Alika melonjak naik. Logikanya langsung berjalan, bahwa situasi saat ini tidaklah baik. Membahas masa lalu mereka disaat seperti ini tentu bukan waktu yang baik apalagi tepat.

"Nggak perlu," desis Alika tajam.

Jika diingatkan lagi dengan kejadian masa lalu, Alika merasa sakit hatinya kembali menyerang. Sangat sulit untuk menutupinya lagi. Bahkan, kalau boleh jujur Alika masih sulit memaafkan kejadian masa lalu itu. Teringat sebentar saja, Alika langsung merasa tertekan.

"Aku tau, pagi itu aku egois." Darren kembali bersuara, namun suaranya tak sepelan tadi. "Aku memang berengsek, ya, setelah kita bersenang-senang dimalam hari dengan nggak berperasaan aku menyakiti kamu besok paginya."

Alika menoleh dengan mata menipis tajam. "Nggak perlu kamu ingatkan lagi kejadian itu. Sangat memalukan!"

Darren menatap lurus Alika. "Setelah aku pergi dari sana, aku kepikiran satu hal. Malam itu aku nggak pakai pengaman lalu kamu pun nggak ada persiapan pil KB karena sejujurnya itu pertama kalinya kita berhubungan."

Alika mengangkat satu tangannya. "Tolong, jangan kamu teruskan!"

"Dengan kondisi begitu aku sempat cemas kalau hubungan kita malam itu membuahkan hasil." Darren menghela napas. "Aku udah berjaga-jaga kalau saja kamu datang dan minta pertanggungjawaban."

Oh, My Ex! (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang