Darren termenung di dalam kamarnya. Perasaannya masih tak menentu dan pikirannya sangat kalut, jam dinding sudah menunjukkan tengah malam namun matanya enggan terpejam. Dengan posisi duduk di lantai, menekuk salah satu kaki dengan tangan kanan terkepal, Darren merenungi kesalahannya.
Bukannya tak mau mencoba menghubungi Alika, dia sudah berulang kali menghubungi perempuan itu namun berakhir diabaikan, yang paling kejamnya Alika sengaja menolak dan setelah Darren menghubungi lagi untuk kesekian kalinya ponsel perempuan itu dalam kondisi tidak aktif lagi. Alika dengan sengaja memutus komunikasi dengannya.
"Darren?"
Lelaki itu mendongak ketika suara kakak iparnya terdengar dari arah luar kamar. "Masuk, Mbak," jawabnya pelan. Seluruh wajahnya terasa kaku dan nyeri disaat yang bersamaan.
"Belum diobatin?" Keyra menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia juga membawa sekotak obat-obatan. "Mbak udah bilang luka-luka kamu harus diobatin dulu. Kamu kan dokter, harusnya lebih tahu masalah beginian."
Darren menunduk dengan senyuman tipis. "Aku lebih butuh Alika, Mbak."
Keyra menghela napas panjang. "Duduk di ranjang!" perintahnya.
Darren menggeleng. Lelaki itu mendongak dengan ekspresi kasihan. "Mbak, tolong bujuk Mas Farren. Aku nggak bisa duduk diam di sini, Mbak. Aku harus bicara langsung dengan Alika, Mbak."
"Percuma, Dar. Udah malam, kamu mau ganggu tidur orang?"
"Mbak ...."
"Hey, kamu tenang dulu. Kakak kamu dari tadi keluar, Mbak nggak tau dia pergi ke mana. Sampai sekarang belum pulang, tapi dugaan Mbak sekarang ini kakak kamu lagi mengurus sesuatu."
Darren terkekeh pelan. "Seharusnya Mas Farren nggak melarang aku keluar rumah."
"Dan memangnya kamu mau melakukan apa? Keahlian kamu cuma membuat masalah."
Darren memejamkan kedua matanya. Rasanya memang benar, dia hanya bisa membuat masalah. Sejak kecil ataupun sekarang. Semua masalahnya selalu dia alihkan kepada Farren, dan sekarang pun begitu. Dulu ketika Farren terancam batal menikah, lelaki itu menyelesaikan masalahnya sendiri, lalu dirinya? Dia malah duduk menunggu di kamar ini. Ternyata apa yang dikatakan papanya memang benar, Darren sama sekali tidak berguna.
"Lihat sini, wajah kamu lebih jelek dari badut. Zayyan sampai takut lihat kamu!" ketus Keyra.
Darren mendongak, menuruti apa kata kakak iparnya. "Aku pikir Mbak Key mau bikin bonyok wajah aku lagi."
Keyra melirik sinis, tangannya masih menuangkan obat-obatan di kapas. "Maunya sih begitu. Tapi, Mbak udah merasa cukup."
"Yah ... Gimana nggak cukup, tadi Mbak ngamuk melebihi banteng." Darren tersenyum tipis, "lebih-lebih suami Mbak kayak kerasukan iblis."
"Sesama iblis jangan saling menghina." Keyra menekan kuat luka di wajah Darren dengan kapas. "Istrinya bisa ngamuk lagi."
"Aw! Mbak, pelan dong!"
"Diam kamu!"
Darren berdecak. Lebih baik diam daripada mendapat amukan banteng betina untuk kedua kalinya.
"Kamu buat masalah apa, Dar?" Keyra memandang sekilas adik iparnya. "Ancamannya nggak main-main ini mah."
Darren menghela napas panjang. "Itu! Masalahnya itu ... aku nggak tau apa kesalahanku, Mbak. Makanya aku minta tolong, aku mau bicara langsung dengan Alika."
"Tengah malam begini? Kamu mau bicara sama Alika atau sama poci?"
Alis Darren terangkat satu. "Poci?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Oh, My Ex! (END)
Romance⚠ Pastikan dulu usia Anda cukup. 👉Series kedua Argadinata . . . Selama tiga tahun tak pernah bertemu, Darren akui bahwa mantan kekasihnya telah berubah menjadi perempuan anggun dan mempesona. Darren tidak munafik, perubahan mantan kekasihnya saat...