Setelah beberapa hari dirinya berada di dalam kamar, akhirnya Ratna bisa keluar dan kembali jalan-jalan di sekitar istana. Raja memberikan dayang lebih untuk menjaga Ratna, serta beberapa prajurit yang Raja utus untuk menjaganya dari kejauhan.
Kakinya sudah sembuh maka dari itu dirinya bisa jalan-jalan sepuasnya. Ratna kembali berdiri di tempat yang sama, tempat yang mungkin menjadi favoritnya.
Memikirkan kembali kejadian beberapa hari yang lalu saat dirinya di serang oleh sekelompok penjahat di tepi sungai.
Lama melamun, Ratna di sadarkan oleh segerombolan orang-orang yang memasuki istana. Salah satu dari mereka adalah orang yang Ratna kenal, laki-laki itu yang menyelamatkan dirinya.
"Untuk apalagi dia ke sini," gumam Ratna.
Seharusnya dia sudah bisa kembali jika laki-laki itu membiarkan dirinya pergi. Dirinya benar-benar merindukan keluarganya.
"Ampun putri, Raja dan Ratu memanggil," ucap salah satu dayang yang bersimpuh dengan jarak satu meter dari tempatnya berdiri.
"Bilang saja aku tidur," ucap Ratna.
"Tidak bisa putri, ada hal penting yang ingin Raja dan Ratu bicarakan."
Ratna mendengus kesal, dia kurang suka di perhatikan sedemikian rupa atau di atur sedemikian rupa. Dirinya... Hanya belum terbiasa dengan hal itu, hatinya memang menghangat, tapi siapa yang betah menjadi orang lain?
Dengan berat hati Ratna mengangguk dan berjalan menuju aula. Sesampainya di sana sudah banyak orang-orang yang di lihatnya tadi di koridor depan kamarnya. Ratna melihat dua orang parubaya yang duduk berhadapan dengan Raja dan Ratu.
"Ada hal penting apa yang ingin di bicarakan?" tanya Ratna, anggap saja ini tidak sopan. Perasaannya tiba-tiba menjadi kesal karena harus melihat laki-laki menyebalkan itu.
"Duduk di sini, ibu akan memberi tahu kamu," ucap Sinta sembari menepuk kursi tepat di sampingnya.
Akhirnya Ratna melunak dan menuruti apa yang di perintahkan oleh sang ratu.
"Silahkan!" perintah Raja pada Kusumahdinata yang duduk berhadapan dengannya.
Ratna masih enggan melihat ke arah laki-laki itu, jadi dia memilih membuang muka.
"Saya menerima perjodohan ini," kalimat tersebut membuat Ratna menoleh ke arah laki-laki yang juga tengah memandangnya.
Mata Ratna melebar, telinganya tidak kelirukan? Siapa yang di jodohkan dengan laki-laki menyebalkan itu?
"Nyimas?" panggil Sinta yang sejak tadi di abaikan.
"Kamu menerima?" tanya Sinta lagi.
"Menerima apa?" ucap Ratna yang masih tidak mengerti.
"Perjodohan, sudah lama sekali kita sekeluarga membuat kesepakatan ini." Penjelasan dari sang Ratu membuat Ratna tidak bisa berpikir.
Dia di jodohkan? Bukan, seharusnya yang menerima ini bukan dia kan? Orang-orang belum tahu jika dirinya bukan putri yang asli.
"Kenapa? Aku tidak mencintainya, Bu," ucap Ratna.
Beberapa dari mereka tidak terkejut, tanpa Ratna tau berita yang tersebar adalah ingatannya yang belum sembuh.
"Kamu mencintainya, sepertinya ingatanmu belum sembuh sepenuhnya," ucap Sinta, tutur katanya sangat lembut membuat Ratna tidak rela menyakiti wanita itu.
Namun, bagaimana bisa dia mencintai laki-laki itu? Apa putri mahkota dulu mempunyai hubungan dengannya? Setelah beberapa menit terdiam, akhirnya Ratna membuka suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Himbar Buana
Historical FictionBisikan yang selalu dia dengar terpampang jelas di matanya hari ini. Dia tidak boleh mati dan tidak akan mati. Ratna terus-menerus mencari jalan keluar, agar bisa menemui sang nenek kembali. Berharap setelah menyelesaikan cerita dirinya bisa kembali...