Apapun kehidupan, mau seberapa lelahnya kita. Waktu mewajibkan kita untuk terus menjalaninya.
***Tepat selesai sarapan keluarga Kusumahdinata pergi meninggalkan kerajaan. Raja, ratu dan juga Ratna juga ikut mengantar mereka. Keluarga mereka di bilang begitu baik dengannya, hati Ratna seolah ragu dengan semuanya.
"Pergi ke pasar jika ingin menemuiku, aku ada di sana sampai sore hari. Bukankah kita memang harus saling mengenal." Ucapan Kusumahdinata di taman waktu itu masih terngiang di otak Ratna.
Bahkan dirinya sibuk melamun tanpa memperdulikan keluarga Kusumahdinata yang telah hilang di balik gerbang.
"Nyimas," panggil Ratu.
Ratna yang sadar menoleh dengan cepat, tanpa ingin membuka pembicaraan dirinya langsung pamit untuk kembali ke kamarnya.
Dari kemarin dirinya tidak bisa tidur memikirkan semuanya, pusing dengan cara bagaimana dia pulang kini di tambah satu masalah lagi.
"Tinggalkan aku!" pinta Ratna pada dayang pribadinya.
Dayang tersebut undur diri dan menyuruh pengawal untuk menutup pintu, membiarkan putri mahkota istirahat.
Lama duduk terdiam, Ratna mendapatkan ide. Ide yang mungkin bisa membantunya, jika dirinya tidak ingin terlibat dengan masalah ini, cukup mencari putri yang asli bukan? Begitulah ide Ratna, meskipun dia sendiri tidak tahu di mana keberadaan putri mahkota yang asli.
Ratna teringat dengan ucapan Kusumahdinata yang tadi, apakah dirinya harus meminta bantuan pada laki-laki itu? Namun, dirinya takut jika Kusumahdinata malah tidak percaya dan menganggap dirinya konyol.
Namun, mengingat kejadian di taman, bukankah itu menandakan jika Kusumahdinata tau yang sebenarnya? Sudah di putuskan jika Ratna akan menemui Kusumahdinata nanti sore.
"Jika dia tau aku bukan putri yang asli, kenapa dirinya memaksaku untuk mengingat hal yang tidak pernah terjadi?" tanya Ratna yang masih dihantui beberapa pertanyaan.
***
Mungkin karena dirinya tidak bisa tidur membuat Ratna bangun terlalu sore, ia melewatkan makan siang dan bahkan senja hampir habis."Bodoh! Kenapa bisa ketiduran!" kesal Ratna sembari memukul-mukul kasurnya, sedikit sakit tapi dia tidak peduli.
Turi--dayangnya hanya melihat perilaku putri mahkota itu dengan tatapan khawatir.
"Dewi, berhenti memukul ranjang," ingat Turi yang membuahkan hasil.
"Apa Kusumahdinata masih ada di sana?" lirih Ratna.
Netranya melihat ke arah jendela yang mulai gelap, pasar pun pasti sudah tutup. Namun, jika dirinya tidak cepat-cepat memberitahu rencananya itu sama saja menunda kepulangannya kan?
"Turi, antar aku ke pasar sekarang!" perintah Ratna yang langsung bersiap-siap, dia langsung mengambil selendang favoritnya.
"Ayo!"
"Tapi hari sudah mulai malam Dewi, apa tidak besok saja? Saya akan membelikan kebutuhan Dewi," ucap Turi yang mencoba menjelaskannya.
Bukan tanpa alasan Turi mencegah dewinya, tapi ini menyangkut nyawa mereka dan juga raja pasti tidak mengizinkan mereka.
"Aku ada urusan dengan Kusumahdinata," ucap Ratna.
"Dan kami sudah membuat janji, ya kita sudah berjanji akan bertemu di pasar," imbuh Ratna yang mencoba membuat Turi percaya.
"Kalau begitu kita izin dulu ke ra-"
"Tidak perlu, jika seperti itu kita tidak akan mendapat izin. Aku ingin mencari ingatanku, lagi pula aku akan bertemu dengan Kusumahdinata bukan? Jadi, ini akan baik-baik saja," ujar Ratna kembali.
Turi ragu, tapi melihat mata dewinya yang begitu serius akhirnya dia luluh.
"Tapi, jika pangeran tidak ada di sana, kita segera pulang, jangan menghilang seperti dulu," ucap Turi, biarkan saja dirinya berani berbicara seperti itu, dia masih sayang kepalanya.
Ratna mengangguk cepat, lama-lama dayang pribadinya ini ketularan sikapnya. Biarkan saja, urusan nanti biarkan nanti.
Dengan mengendap-endap mereka keluar dari jalan rahasia yang Turi tahu. Jalanan yang gelap membuat keduanya merasa lega sudah keluar dari istana.
Ratna menghampiri sebuah rumah dan mengambil satu obor dari sana, dia perlu obor itu untuk menerangi jalanan.
"Dewi apa sebaiknya kita kembali?" tanya Turi yang melihat keadaan pasar sudah kosong dan begitu sepi.
"Tunggu sebentar, aku ingin memastikan Kusumahdinata," ucap Ratna sembari mencari arah di mana letak gubuk kecil saat dirinya melihat Kusumahdinata waktu itu.
"Tapi ini hampir mendekati jam makan malam Dewi, raja dan ratu pasti mencari keberadaan kita," ucap Turi lagi.
"Ini akan selesai sebentar lagi," ucap Ratna.
Setelah sampai di sana, dirinya menemukan gubuk tersebut kosong, rasa kecewa hinggap di hati Ratna. Ini gara-gara dirinya yang ketiduran, seharusnya dia bisa mencari keberadaan putri mahkota yang asli itu besok.
Suara pukulan membuat Ratna menoleh kebelakang dengan cepat, dirinya menemukan Turi yang sudah tergeletak pingsan. Dengan hati-hati Ratna melihat sekeliling, dia melupakan satu hal jika di jaman ini banyak sekali perampok.
"Sialan, apa mereka ingin mati!" desis Ratna, dia sudah amat kesal dengan kecerobohannya sekarang harus berada di situasi seperti ini.
Merasa ada pergerakan dari arah belakang, Ratna mengambil ancang-ancang untuk memukul orang tersebut dengan obor, tapi dengan cekatan seseorang itu menangkap tangan Ratna. Membuat obor tersebut jatuh dan mati, kini tempat itu benar-benar gelap.
"Ya-"
"Diamlah," potong orang itu saat Ratna ingin berteriak, tangannya menutup mulut Ratna.
Merasa Ratna mengenalinya, laki-laki itu melepaskan tangan Ratna.
"Kusumahdinata?" tanya Ratna ragu, karena yang terlihat hanya pakaian laki-laki itu, itu pun remang-remang.
"Iya," hati Ratna merasa lega. Sadar dirinya ingin mengatakan sesuatu, dengan cepat Ratna membuka suaranya lagi.
"Oh iya, aku punya pertanyaan dan ide untukmu. Ini soal putri mahkota yang asli, ki-"
Lagi-lagi Kusumahdinata menutup mulut Ratna. Dengan cepat laki-laki itu menarik Ratna bersembunyi di belakang gubuk. Ratna yang masih terkejut mencoba menetralkan napasnya.
"Kenapa kau menarikku ke sini hah!" desis Ratna.
"Orang-orang itu kembali," bisik Kusumahdinata.
Dan benar saja, suara rombongan kaki terdengar di telinga mereka. Ratna terdiam, begitu juga dengan Kusumahdinata. Namun, otak Ratna langsung tertuju pada Turi yang pingsan di sana, dengan cepat Ratna berdiri ingin keluar dari sana.
"Apa dirimu bodoh!" kesal Kusumahdinata.
"Tapi Turi masih ada di sana!" kesal Ratna.
"Dia sudah aman dengan adikku," jelas Kusumahdinata.
Akhirnya Ratna menurut dan tetap bersembunyi di balik rerumputan di belakang gubuk tersebut. Jujur dirinya begitu ketakutan, tapi Ratna tidak ingin memperlihatkannya. Sementara Kusumahdinata tau jika tangan gadis di sampingnya ini bergetar karena takut. Bagaimana tidak, tanpa sadar tangan mereka bertautan.
Kusumahdinata tidak bodoh soal dosa, tapi lagi-lagi keadaan yang memaksa dirinya berbuat dosa, ya sebut saja itu kebodohan.
'Krakk'
Ratna menoleh cepat ke arah Kusumahdinata yang juga menatapnya, kakinya menginjak kayu yang rapuh.
"Siapa!" tegas salah satu orang yang berpakaian serba hitam dan tertutup.
Wajah Ratna pucat pasi melihat bayang-bayang orang tersebut mendekati posisi sembunyi mereka.
***
Semangat puasanya, minal aidzin walfaidzin ya🙏 atas kesalahan yang di sengaja dan tanpa di sengaja.Barakallah, sampaikan salam saya pada keluarga ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Himbar Buana
Historical FictionBisikan yang selalu dia dengar terpampang jelas di matanya hari ini. Dia tidak boleh mati dan tidak akan mati. Ratna terus-menerus mencari jalan keluar, agar bisa menemui sang nenek kembali. Berharap setelah menyelesaikan cerita dirinya bisa kembali...