Tujuhlikur

417 64 1
                                    

Bukankah kita harus selalu mengikhlaskan apa yang telah terjadi? Sekaligus apa yang telah pergi. - Kusumahdinata
****
3 bulan berlalu begitu cepat, Ratna memimpin Sumedang Larang dengan tegas. Membantu sang suami menyebarkan agama Islam, meskipun beberapa masalah datang. Ratna bisa mengatur semuanya, siapa sangka perempuan yang kini memakan buah-buahan dengan begitu polos adalah wanita yang hebat.

"Jangan banyak-banyak," ucap Kusumahdinata yang kini duduk di samping sang istri.

"Kenapa? Ini enak, loh!"

"Perutmu nanti sakit, kalau lapar makan nasi saja."

"Nanti, apa kamu mau pergi ke pasar?" tanya Ratna.

Pasalnya beberapa Minggu ini Kusumahdinata hanya diam di kerajaan, mengikuti kemana saja langkah Ratna, laki-laki aneh itu berulah.

"Mau ikut?" tawar Kusumahdinata.

"Boleh? Aku ingin melihat-lihat baju," ujar Ratna.

"Bersiap-siaplah, kita berangkat setelah itu," kata Kusumahdinata yang langsung diangguki oleh Ratna.

Dengan segera Ratna ganti baju dan melepaskan mahkota Ratu. Menggantinya dengan Tiara yang waktu itu dirinya pakai di pernikahan. Mahkota membuat kepala Ratna pusing, meskipun kali ini sudah terbiasa.

Seusai bersiap-siap Ratna berjalan menuju tempat tadi, menemukan Kusumahdinata yang juga telah berganti pakaian santai.

"Apa kita akan membawa pengawal?" tanya Ratna.

"Tidak, tapi jangan jauh-jauh dariku. Beberapa kerajaan sedang mengalami masa sulit, jadi kita tidak tahu mereka akan meminta bantuan atau malah menyerang," ucap Kusumahdinata.

Ratna mengangguk, memang sudah sebulan ini beberapa kerajaan mengalami konflik dan karena itu pula Ratna tahu jika dirinya berada di masa masuknya Islam ke Nusantara.

Dirinya tidak begitu suka pelajaran sejarah, tapi tidak benci juga. Netral saja belajar ya belajar, kalau tidak ya tidak.

Pasar makin ramai karena banyak pendatang, meskipun begitu Ratna tidak langsung menerima mereka. Seleksi makin Ratna perketat karena kejadian sebelumnya menimbulkan masalah, yang terpenting petani di tanah ini yang Ratna dahulukan.

"Coba lihat warna ini, manis," celetuk Ratna saat melewati toko kain.

"Untukmu? Atau untuknya," tanya Kusumahdinata sembari melirik perut Ratna.

"Tapi belum tentu dia perempuan," sambung Kusumahdinata.

"Kau benar, mari kita temui orang-orang di gubuk dahulu," ajak Ratna sembari menggandeng Kusumahdinata menuju gubuk yang menjadi tempat pertemuan keduanya.

Di sana sudah terlihat Aryan, bahkan Arum dan adiknya. Desa Arum lumayan jauh dari sini, tapi karena Aryan menikahinya, jadilah Arum tinggal dengan Aryan.

"Dewii!" Ratna merentangkan tangannya, menyambut pelukan dari batita itu. Saat mau menggendongnya, Kusumahdinata langsung mengambil alih.

"Jangan membuat dirimu susah, ingat ada yang harus kamu jaga di tubuhmu!"

"Baiklah, kangmas!" kesal Ratna sembari menekan ucapannya.

Sejujurnya Ratna geli memanggil Kusumahdinata dengan sebutan kangmas. Akan tetapi mau bagaimana lagi, dia istrinya sudah seharusnya Ratna patuh.

Namun, yang dikatakan Kusumahdinata ada benarnya, dirinya tengah mengandung anak pertama mereka. Meskipun baru berjalan 2 bulan dan selama itu Kusumahdinata bertambah ketat menjaganya. Hal itu pula yang membuat Kusumahdinata enggan terpisah dengan Ratna.

Himbar BuanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang