Bersatunya dua hati dengan keberanian meminta dan menikahi, itu benar-benar menggambarkan tanggung jawab laki-laki. - Kusumahdinata.
****
Mata Ratna masih setia terpejam meskipun para dayang sedang meriasnya. Ingin rasanya Ratna mengundur hari ini agar bisa lanjut tidur, tapi itu tidak mungkin kasihan Kusumahdinata yang terus-menerus dirinya ghosting."Dewi, coba buka matamu," pinta Tari.
Ratna dengan enggan membuka matanya, menatap pantulan dirinya yang nampak berbeda di dalam kaca.
"Cantik," puji Ratna untuk dirinya sendiri. Riasan masih belum sepenuhnya jadi. Namun, Ratna saja terpukau melihat dirinya sendiri.
Tidak terlalu banyak alat rias di jaman ini membuat wajahnya nampak natural. Sebenarnya di jaman ini pun ada riasan yang super duper menor, tapi Ratna menolak. Baginya, cantik itu penilaian dari orang yang menyukai dirinya. Mau secantik apa jika orang itu tidak menyukainya, maka akan tetap buruk rupa dia dihadapannya.
Berlanjut penataan rambut yang begitu rumit, Ratna bisa merasakan rambutnya tertarik kesini-kesana.
"Akh! Pelan-pelan sedikit!" ujar Ratna yang membuat mereka ketakutan.
"Mohon ampun, Dewi."
"Tidak apa-apa, lanjutkan, pelan-pelan saja," ujar Ratna.
Mereka segera melanjutkan kegiatan tadi. Kali ini Ratna fokus melihat ke cermin, masih tidak percaya jika dirinya akan merubah status jomlo.
Sentuhan terakhir untuk rambutnya adalah pemasangan tiara dengan beberapa intan berwarna putih dan biru. Terkesan mewah dan terlihat mahal, pasti itu bukan tiara abal-abal.
Selepas itu para dayang membantu Ratna untuk berganti baju, tidak ada gaun mewah di jaman ini. Hanya gaun yang sederhana, tapi bisa Ratna percayai jika harganya lebih mahal dari gaun-gaun modern yang pernah dirinya lihat.
Tari berjalan membawa sebuah kotak dan memberikannya kepada Ratna.
"Apa ini?"
"Dari pangeran, Dewi."
Dengan perlahan Ratna membuka kotak tersebut, isinya hanya sebuah kain berwarna putih dengan corak yang terlihat seperti glitter. Ratna mengambil kain tersebut yang ternyata sebuah selendang, selendang yang sama persis seperti kepunyaannya dulu yang hilang.
"Dari Kusumahdinata?" tanya Ratna yang tidak percaya.
"Pangeran ingin Dewi memakainya," ujar Tari yang menyampaikan pesan dari Kusumahdinata kemarin.
Sepulangnya dari desa kemarin Kusumahdinata memang menemui Tari, memberikan kotak tersebut untuk hadiah Ratna. Jangan berpikiran buruk tentang mereka, tidak ada gadis lain yang bertahta di hati Kusumahdinata, hanya Ratna seorang.
Ratna tersenyum kecil mendengar ucapan Tari, kakinya melangkah menuju cermin. Melepas tiara dan memasang selendang tadi di sela-sela gulungan rambutnya, sedikit merapikan agar selendang itu tidak terlepas nantinya. Nampak sempurna ketika Ratna kembali memasang tiara tadi.
"Bagaimana?" tanya Ratna kepada para dayang yang ada di ruangan itu.
"Cantik, Dewi," ucap mereka serempak.
***
Seluruh anggota kerajaan menyaksikan ijab qobul Kusumahdinata, jangan tanyakan mahar atau apa karena yang istimewa adalah masuknya Ratna kedalam Islam beberapa menit yang lalu.Merinding, saat Ratna dengan lancarnya membaca syahadat. Senyum manisnya bertambah manis ketika gadis itu berjalan mendekati Kusumahdinata seusai ijab dilaksanakan.
"Terima kasih," kata Kusumahdinata yang membuat Ratna bingung, tapi tak urung dirinya mengangguk.
"Terima kasih telah kembali dan terbangun, mungkin dirimu memang bukan putri mahkota, tapi hatimu sebaliknya. Kamu bukan pengganti atau apa, kamu tetap Ratna, orang yang membuatku jatuh cinta, lagi." Entah angin darimana yang membuat Kusumahdinata berujar begitu manis seperti itu.
Bahkan Ratna sendiri tersipu, di tambah lagi Kusumahdinata mencium dahinya. Hari ini Ratna benar-benar menjadi ratu dengan laki-laki yang tepat.
Awal dirinya bertemu dengan Kusumahdinata, Ratna menganggap laki-laki itu sebuah bencana karena menggagalkan dirinya mencari jalan pulang. Namun kini sebaliknya, kini Ratna percaya sebuah pepatah yang mengatakan, jangan terlalu membenci nanti jatuh hati.
Kusumahdinata dan Ratna berjalan menghadap raja dan ratu yang berada di singgasana. Keduanya membungkuk memberi salam, setelah itu raja melepaskan mahkotanya dan memasangkannya di kepala Kusumahdinata begitu juga yang dilakukan oleh Sinta.
Tiara yang menurut Ratna cantik tadi telah di gantikan dengan mahkota sang Ratu. Di hari yang sama pengangkatan Kusumahdinata dan Ratna dilaksanakan.
"Sambutlah Raja dan Ratu baru kalian!" tegas Mahapatih.
Semua orang yang ada di sana bersorak bahagia. Bisa dilihat ratusan masyarakat yang hadir, bahkan Ratna bisa melihat jika ada Arum di barisan depan. Beruntung semuanya tidak saling berdesakan, sekecil Yuda yang berada di gendongan Arum juga tengah tersenyum ke arahnya seolah anak itu tahu apa yang terjadi.
"Selamat nyimas, ibunda turut bahagia melihatmu. Jaga baik-baik kerjaan, sungguh cepat rasanya melihatmu telah sedewasa ini," tutur Sinta dengan mata yang berkaca-kaca.
Ratna memeluknya, setidaknya hal ini membantunya meredakan rindu kepada ibu kandungnya.
"Beribu terima kasih ibunda," ucap Ratna.
Sebelum Sinta melepaskan pelukannya, Ratna terlebih dahulu menghapus air matanya. Dia tidak boleh terlihat sedih di hari kebahagiaannya.
Hidup baru untuknya benar-benar di mulai, ini awal pembukaan yang sebenarnya. Masalah-masalah yang di hadapi kedepannya pasti akan sulit, tapi Ratna yakin, karena....
"Aku selalu ada, jangan takut," ucap Kusumahdinata kala itu saat tak sengaja Ratna membentaknya.
"Sekarang aku benar-benar milikmu?"
"Perlu aku buktikan dihadapan semua orang?" tanya balik Kusumahdinata.
"Tidak perlu, aku percaya, sejak kapan aku tidak mempercayaimu."
"Tidak sadar dirikah kamu, padahal kamu gadis yang selalu membangkang ucapanku, nyimas," protes Kusumahdinata.
Ratna terkekeh, bukan Ratna jika tidak melawan. Lagi pula Ratna juga harus hati-hati dengan orang yang tidak dirinya kenalkan?
"Jam berapa acara ini selesai?" tanya Ratna yang asik melihat semua orang bergembira.
"Lapar?" tanya Kusumahdinata.
"Tidak, aku hanya lelah karena kemarin," kata Ratna.
"Kubur harapanmu jika acara ini selesai beberapa jam lagi, kamu tau nyimas, acara ini diadakan selama 3 hari," jelas Kusumahdinata yang sukses membuat Ratna melotot.
"Are you kidding me!" Tanpa Ratna sadari dirinya berteriak.
Beruntung suara musik yang mengiringi penari lebih keras di banding teriakannya tadi.
"Aku tidak mengerti bahasamu nyimas," tutur Kusumahdinata.
"Kamu bercandakan? Mana ada pernikahan 3 hari!"
"Ada, pernikahan kita ini, sekaligus pengangkatanmu menjadi Ratu, sudah nikmati saja," ujar Kusumahdinata dengan santainya tanpa menggubris Ratna yang sudah ingin menangis.
Ratna mengantuk, tubuhnya lelah, kakinya pegal-pegal, bahkan mahkota di kepalanya ini lumayan berat siapa yang tahan? Frustasi rasanya, Ratna benar-benar menyesal kenapa tidak memundurkan acara hari ini atau sekedar bertanya tentang acara hari ini.
Beginilah jika dirinya hanya terima ikut tanpa memastikan, sungguh pelajaran yang harus Ratna ingat agar tidak terulang.
Sadar dengan kediaman Ratna membuat Kusumahdinata memandang ke arah wanitanya. Dia sama sekali tidak bercanda tentang lamanya acara, tapi mana mungkin Kusumahdinata membiarkan wanitanya kelelahan.
"Kamu bisa kembali jika lelah," ujar Kusumahdinata.
"Apa boleh?"
"Ingat, kamu Ratunya sekarang, Raja mengizinkan nyimas untuk istirahat."
.
.
Nyengir kalian. 😌
KAMU SEDANG MEMBACA
Himbar Buana
Historical FictionBisikan yang selalu dia dengar terpampang jelas di matanya hari ini. Dia tidak boleh mati dan tidak akan mati. Ratna terus-menerus mencari jalan keluar, agar bisa menemui sang nenek kembali. Berharap setelah menyelesaikan cerita dirinya bisa kembali...