Tidak salah mengambil keputusan, asal itu keputusan dari dirimu sendiri.
****
Ratna dengan diam menyimak semua ucapan-ucapan Kusumahdinata, serius belajar dan sesekali kagum dengan cerita yang disampaikan Kusumahdinata.Belajar seperti ini lebih seru ketimbang melihat google atau situs online lainnya, mengingat hal itu Ratna baru sadar sudah lama dirinya tidak memegang ponsel. Pasti jika terbawa ke masa ini akan menjadi fenomena, ah tidak, mungkin dari beberapa negeri yang ada saat ini sudah mulai mengenal, mungkin.
"Kapan pernikahan kalian dilaksanakan?" tanya seseorang yang terlihat lebih tua dari Kusumahdinata.
Ratna hanya diam karena dirinya memang tidak tahu, beberapa orang pergi ketika Kusumahdinata bicara hari ini pembelajaran usai.
"Kusumahdinata sedang menunggu saya memberi jawaban," jawab Ratna, bukan kenapa, dia hanya tidak mau Kusumahdinata disalahkan.
Ratna sangat tau dalam agama Kusumahdinata pernikahan tidak boleh ditunda-tunda.
"Apa yang membuat nyai tidak segera memberi kepastian?" tanya orang itu lagi.
Posisi Ratna kali ini seperti tukang ghosting saja atau memang dirinya telah mempermainkan perasaan Kusumahdinata? Sampai sekarang perasaan cinta pun belum menyentuh hatinya, benarkah?
Bukankah saat kesulitan yang Ratna cari adalah Kusumahdinata? Saat Ratna membutuhkan seseorang yang ada di benaknya adalah Kusumahdinata.
"Saya ingin masuk Islam, setelah itu saya akan menjawab lamaran Kusumahdinata," ujar Ratna dengan tegas.
Kusumahdinata bergetar mendengar ucapan itu, matanya melihat ke arah Ratna. Ada keseriusan di sana, Kusumahdinata tidak memaksa apa agama Ratna nantinya setelah menikah, tapi....
"Bukan karena Kusumahdinata, saya pernah bertemu dengan seorang teman yang begitu baik. Saya kagum dengannya yang selalu damai, bukan karena agama saya membuat saya sengsara, bukan. Ini keputusan sulit yang saya putuskan sendiri, setidaknya saya tidak akan menyesal nantinya," jelas Ratna, suasana menjadi begitu serius.
"Biar saya menemani Kusumahdinata menyebarkan agama Islam di negeri ini," putus Ratna.
Keza, satu nama yang membuat Ratna ingin menangis. Bagaimana tawa gadis lugu itu yang selalu menghiburnya, begitu sabar menjawab rasa ingin tahu Ratna, gadis yang setiap saat Ratna temani.
"Di kehidupan selanjutnya, aku hanya ingin berbicara sefrekuensi dengan Keza, aku ingin bertemu dengannya lagi," batin Ratna.
Tidak terasa air mata Ratna menetes, dengan segera tangannya mengusap.
"Teman?"
"Benar, sahabat terbaik selama saya hidup," ucap Ratna dengan senyumannya.
"Alhamdulillah, semoga kalian diberi kelancaran, saya pamit dahulu, wassalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
"Shalom," lirih Ratna.
"Kalau begitu aku pulang terlebih dahulu," pamit Aryan juga, lelaki itu pergi setelah mengucapkan salam. Meninggalkan Kusumahdinata, Ratna dan para pengawal Ratna yang masih ada di sana.
"Kamu serius?" tanya Kusumahdinata.
"Apa ucapanku saat kemarin bercanda setelah paginya kamu ikut sarapan? Kini kamu meragukannya?"
"Bukan, aku tidak masalah jika kamu masih tetap di agamamu."
"Sudah aku bilang ini keputusanku, lagian itu juga bukan untukmu, aku hanya sedikit membantu saja. Bukankah nantinya kamu yang akan menjadi raja, jadi sebagai ratu aku harus bisa mendukungmu," jelas Ratna yang membuat Kusumahdinata terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Himbar Buana
Historical FictionBisikan yang selalu dia dengar terpampang jelas di matanya hari ini. Dia tidak boleh mati dan tidak akan mati. Ratna terus-menerus mencari jalan keluar, agar bisa menemui sang nenek kembali. Berharap setelah menyelesaikan cerita dirinya bisa kembali...