BAB (lupa): I'm Demon

2.3K 270 69
                                    


I'm Demon

Ia benar benar ingin membuat gadis itu menyukai rumahnya yang sepi dan menyeramkan.

.

"Berjalanlah disampingku atau kau akan hilang dibelakang sana" ucap Amon sambil memperlambat jalannya agar Luna dapat menyusul langkahnya.

"Rumahmu sedikit jauh dari kota tuan" komentar Luna sambil memandang kesekitarnya bingung dan tanpa sadar sudah menggandeng tangan Amon.

"Mau kugendong?" tanya Amon tetap berjalan sambil sesekali memperhatikan Luna yang sepertinya memang ketakutan.

Mendongak menatap Amon, gadis itu menggeleng kecil. "Tenang saja, kita akan segera sampai" lanjut Amon membersihkan salju yang menempel dirambut Luna lalu memberikan syalnya hanya untuk menutupi kepala gadis itu.

Kebingungan melihatnya memberikan syal itu, Luna kembali mendongak menatapnya bertanya tanya. "Saljunya lebat, dan aku tidak menerima orang sakit masuk kedalam rumahku" ucap Amon sambil mengalihkan pandangannya kembali fokus kejalanan yang licin.

Tertawa kecil gadis itu mengucapkan terima kasih, tak lupa Luna juga memeluk lengan Amon agar pria itu menunggu jalannya.

"Kenapa tempat ini sangat sepi, tuan?" tanya Luna tiba tiba karena dia tidak melihat satupun rumah diujung ujung jalan.

"Karena tidak ada orangnya" jawab Amon membuat gadis itu mencebik.

"Maksudku, kenapa tidak ada orang lain yang membuat rumah disekitar sini?" tanya Luna lagi, menjelaskan apa maksud dari pertanyaan pertamanya.

Tapi Amon hanya diam tidak menjawab apapun, bisakah dirinya berkata jujur jika dia memang menghindari tempat ramai. Selama dirinya tinggal ditempat ini, belum ada tanda tanda mereka menemukannya. Setidaknya jika hari itu memang tiba, Amon harus mencari rumah baru.

"Jika kau ingin mengunjungiku lagi setelah ini, aku harap kau tidak kesini sendirian" Luna seketika mengangguk mendengar nada bicara Amon yang serius.

Kriet

Memiringkan kepala, Luna baru sadar jika mereka sudah sampai ketika Amon membuka pagar besi besar dihadapannya.

"Ayo masuk" ucap pria itu membuat Luna tersadar dari lamunannya.

Amon berjalan menuju rumahnya sambil sesekali menatap Luna yang terlihat ragu setelah memasuki halaman rumahnya. Menghela nafas, Amon sudah menduga hal itu.

Sekarang lihat saja bagaimana rupa rumahnya, tembok batu itu penuh lumut dan tanaman merambat, beberapa dinding yang kayunya terlihat tua dan berjamur, lalu cat putih rumahnya yang terkelupas hampir disemua bagian.

Bagaimana gadis itu tiba tiba tidak ragu saat diajak masuk. Sambil memikirkan semua itu, Amon membuka pintu rumahnya dan masuk begitu saja kedalam tanpa memperhatikan Luna. Pria itu melepas mantelnya juga sepatunya sebelum gadis itu berteriak dan berlari kearahnya.

"Boleh, boleh aku pinjam ini" ucap gadis itu terlihat sangat senang membawa selimut putihnya yang tertinggal disofa.

Hampir menepuk jidatnya, Amon mencoba untuk mengambil selimut itu. "Itu kotor, akan aku ambilkan yang lain" sambil meraih selimutnya namun dijauhkan begitu saja oleh Luna.

"Aku mau yang ini" kukuh Luna sambil mencebik, membuatnya sekali lagi menghela nafas dan mengiyakan permintaan Luna.

"Tapi setidaknya lepas syal, mantel, juga sepatumu lebih dulu" ucap Amon sambil menunjuk lantai dengan dagunya.

Menoleh sadar jika dirinya membuat genangan air dilantai, Luna dengan cepat melepaskan syal, mantel juga sepatunya tanpa membiarkan Amon membawakan selimut itu sebentar saja.

Ia benar benar kebingungan sekarang, Amon kira gadis itu tidak akan mau masuk kedalam rumahnya. Ternyata tidak, Luna terlihat senang. Bahkan tanpa sepengetahuannya genangan air itu juga sudah gadis itu bersihkan sendiri tanpa mengatakan apapun.

Hanya bisa tersenyum, Amon berjalan menuju dapur untuk mengambil minuman juga beberapa kue yang sudah dibuatnya sebelum menjemput gadis itu. Hanya satu yang Amon harapkan setelah gadis itu memakan semua ini, dia harap Luna tidak sakit gigi karena seluruhnya terbuat dari coklat.

.

Dihari hari berikutnya, saat mereka kembali bertemu dihutan gadis itu selalu membelot mengajak Amon untuk kerumahnya saja. Luna bukan hanya menyukai cemilan yang selalu dibuatnya, tapi selimut putih yang menemaninya tidur itu seperti bukan miliknya lagi sekarang.

Bukan hanya itu Luna sekarang bahkan selalu ingin tau dengan semua senjata yang dibawanya, gadis itu bahkan berani bertanya apakah dia mau mengajarinya menggunakan senjata itu dengan alasan sekedar ingin tau.

Hal hal mengejutkan mulai mendatangi Amon secara bergantian, mulai dari Amon yang mengajari gadis itu menembak sesuatu, tembakan yang sebenarnya membuat Luna terpental tidak pernah sedikitpun meleset. Membuat pria berumur 35 itu terdiam kebingungan, bagaimana hal itu bisa terjadi.

Seorang pria bernama Farks yang tiba tiba berada dirumahnya hanya untuk mengatakan hal yang tidak masuk akal seperti. "Aku tidak tau siapa kau, tapi mateku sangat mempercayaimu. Aku mohon jaga dia dengan baik, gadis itu istimewa. Karena bukan hanya aku saja yang bisa mencium aromanya"

Entah mulai kapan gadis itu jadi selalu memanggilnya papa. Mungkin setelah Luna bercerita jika sebernarnya dia adalah seorang yatim piatu.

Dan satu hal lagi yang membuat Amon hampir 2 hari tidak bisa tidur dengan tenang, dimana gadis itu bertanya dengan raut senang sambil membawa Farks kerumahnya. "Apa anda bisa menjadi wali nikahku?"

"Mau ya, papa"

"Tapi papa harus memberiku 2 hadiah karena hari itu juga hari ulang tahunku yang ke-20" gurau Luna mendapatkan penuturan dari Farks saat itu juga karena tidak sopan, walaupun Amon bisa memakluminya.

'Apa yang harus aku lakukan?' pikir Amon berulang kali, dia tidak pernah menjadi wali nikah seseorang sebelumnya. Dia cukup frustasi hanya dengan memikirkan raut senang gadis itu yang memintanya menjadi wali, kenapa dia tidak bisa menolak sedikitpun.

Apalagi setelah mendengar banyak sekali ucapan terima kasih yang gadis itu lontarkan setelah mengatakan iya, Amon tidak akan bisa melihat betapa kecewanya gadis itu nanti saat dirinya tidak datang.

Bangkit dari duduknya sambil mematikan perapian, pria itu berjalan masuk kedalam kamarnya setelah menyahut selimut putih miliknya. Dia butuh istirahat walaupun benaknya sudah berteriak keras jika itu tidaklah mungkin.

.

Mengusap wajahnya dengan kasar, Amon ingat dimana saat malam pernikahan tiba dihalaman pack. Saat itu dia sudah menggandeng tangan gadis itu dan siap mengantarkannya menuju Farks.

Namun satu detik setelah kembang api tiba tiba dinyalakan, setelah Amon mendengar gadis itu berterima kasih kepadanya. Gadis itu tergeletak dialtar dengan gaun putihnya yang bersimbah darah, gadis itu tewas tertembak tepat dibagian jantung.

Dan yang dirinya bisa lakukan hanyalah tetap diam membeku ditempat sambil terus menatap mayat gadis itu. memang benar tidak ada satupun orang yang menyalahkannya, tapi saat melihat raut kecewa yang Farks berikan kepadanya membuatnya cukup merasa bersalah.

Berjalan diantara semua undangan yang panik, dia menemukan suatu bukti tentang siapa yang menembak gadis itu dan apa tujuan dari misinya selama ini.

Gadis yang dirinya kira bernama Luna sebenarnya bernama Erza, dan misinya mengawasi hutan terlarang selama ini adalah untuk membunuh gadis itu. 

.

.

.

Tbc

Flasbacknya berakhir:) mungkin tinggal 1 bab lagi I'm Demon ini. 

Bagaimana, sudah terjawab? 

Sniper Mate: Demon BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang