BAB XV: School

13K 926 15
                                    

SCHOOL

Lama tidak ke sekolah gadis itu hampir tersesat saat mencari ruangan kepala sekolah. Namun sekarang dia sudah berdiri didepan pintu ruangan itu sambil mengetuknya, tak lupa berteriak teriak. “Mr. Glenn? Mr. Glenn?” panggilnya beruntun.

Pintu kayu itu terbuka perlahan, menampakkan wajah Glenn yang seputih susu dengan rambut pirangnya yang menjuntai. Pria itu tampak tersenyum kearahnya dan Erza membalasnya. Sudah tidak terkejut dengan penampakan pria yang satu ini.

Pria itu keluar dari ruangannya, membuat Erza memandangnya silau. Bagi Erza tidak pernah ada pria yang memiliki kulit yang seputih bersih milik Glenn, yang memuatnya terlihat sangat cerah jika terkena pantulan matahari.

“Akhirnya kau datang!” ucap pria itu lembut sambil menarik Erza dalam dekapannya.

“Mr. Glenn kau tetap sama” komentar Erza membalas pelukan pria itu. Dan dari semuanya, gadis itu paling suka dengan sifat lembutnya. Setidaknya pria ini tidak cengeng seperti Mia, sangat merepotkan jika hal itu terjadi.

“Kau tidak mempersilahkanku masuk?” tanya Erza setelah merasa sudah cukup lama pria itu memeluknya.

Glenn melepas pelukannya lalu tersenyum. “Tentu, masuklah” pria itu berjalan masuk mendahului Erza, kembali duduk dimejanya sambil memperhatikan Erza yang menutup pintu dan duduk disofa.

“Panggilanmu terdengar semakin aneh disetiap kita bertemu Erza, apa aku memang setua itu? Apa kau tidak ada panggilan lain?” tanya Glenn lembut dengan raut menyedihkannya.

Seketika Erza menjadi kikuk, dia mengaruk tenguknya yang tak gatal sambil tersenyum senyum sendiri. “Lalu aku harus memanggilmu apa?” tanya Erza kebingungan.

“Kau tentu lebih tua dariku, meski aku tidak tau pasti berapa umurmu. Tidak mungkin aku hanya memanggil namamu?” ucap Erza sambil bertanya balik.

Glenn mengangguk angguk, membernarkan ucapan Erza. “Bagaimana kalau papa Glenn? Cukup bagus menurutku, lagipula senang bisa memiliki putri sepertimu Erza” ucap Glenn senang.

Gadis itu menepuk dahinya pelan, tidak habis pikir dengan Glenn yang sangat anti terlihat tua. “Kurasa cukup sopan, baiklah papa Glenn. Mana semua bukuku untuk hari ini?” ucap Erza menyetujui Glenn lalu meminta semua bukunya.

“Kau yakin ingin mengikuti kelas Erza? Aku rasa itu bukan tipemu” canda Glenn sambil menertawakan Erza.

“Lalu, untuk apa papa Glenn menelfonku untuk datang ke sekolah kalau bukan mengikuti pelajarannya?” tungkas Erza dengan wajah cemberutnya.

Menghentikan tawanya, Glenn hanya tersenyum. “Aku merindukanmu yang selalu membuat ribut disini, membuat masalah dengan beberapa guru lalu bersembunyi dalam ruanganku. Kurasa dulu hal itu cukup menghiburku. Untuk sekarang, kita jalan jalan memutari sekolah saja, sambil menyapa beberapa guru yang masih menyimpan kesal padamu” ucap Glenn panjang lebar, namun membuat Erza kembali semangat.

Erza tertawa lalu mengangguk menyetujui ucapan Glenn. “Papa Glenn yang terbaik!” pekik Erza sambil mengacungkan jempolnya.

Gadis itu membuka pintu lalu menarik Glenn keluar dari ruangannya, mengajaknya berlari menyusuri lorong lorong ruangan yang ada disekolah. Membuat pria yang tangannya tertarik itu menggeleng geleng pelan melihat betapa semangatnya gadis ini.

.
.
.

Erza berhenti tepat ditaman, nafasnya sudah hampir putus berlari sedari tadi. Dia menoleh kebelakang, menatap Glenn yang bahkan hanya bernafas biasa. Tidak tersenggal senggal sepertinya, namun rambut panjangnya yang acak acakan membuat Erza menahan tawa.

“Erza. Kenapa?” tanya Glenn kebingungan.

Diam sejenak untuk menoleh kesetiap sudut taman, dan akhirnya dia menemukan kursi taman. Erza kembali menarik Glenn namun kali ini dia berjalan. Didudukkannya pria itu dikursi taman lalu beralih dirinya berputar dan berdiri dibelakang Glenn.

“Papa Glenn, rambutmu berantakan” ucap Erza sambil mulai menyisir rambut lembut itu dengan jari jarinya.

Glenn hanya diam, dia membiarkan gadis itu kembali merapikan rambutnya yang mungkin sudah kusut dan terbang kemana mana setelah berlari tadi.

Erza mengepangnya dengan senang hati sambil menyelipkan beberapa bunga, tersenyum melihat betapa cantik karyanya. Entah bunga apapun itu, yang dekat dengan jangkauannya Erza petik sesuka hati.

Setelah selesai gadis itu berjalan memutar lalu menatapi Glenn dengan kepala yang sedikit dimiringkan, tersenyum lebar lalu tertawa keras. Membuat Glenn kebingungan oleh Erza yang tiba tiba tertawa, bahkan sudah jelas tawa itu ditujukan kepadanya karena tidak ada satupun orang lagi disini selain mereka berdua tentunya.

Dengan penasaran pun Glenn bangkit mendekati air mancur, beniat melihat pantulan dirinya disana. Dan bunga bunga itu membuatnya terdiam seketika. Glenn kembali menatap Erza yang tampaknya belum menyudahi acara tawanya. “Apa yang kau selipkan disetiap rambutku ini, anak nakal!” tanya Glenn dengan wajah serius namun bisa terdengar dari suaranya yang terdapat syarat akan candaan.

“Bunga. Oh, maafkan aku papa Glenn. Bukankah karyaku terlihat cantik?” ucap Erza menyahuti candaan Glenn.

Pria itu masih diam, mencoba tuk tersenyum. “Bunga bunga itu terlihat cocok untukmu, papa Glenn” lanjut Erza sambil tertawa kecil.

“Sungguh?” tanya pria itu sambil memetik bunga dalam jumlah yang tidak sedikit, sambil menghampiri gadis itu dia tersenyum.

“Kalau begitu, mari kita lihat apa yang bisa aku lakukan juga” ucapnya, membuat Erza menghentikan tawanya seketika lalu mendongak menatap Glenn.

“Em, papa. Boleh aku lari?” tanya gadis itu dan langsung lari tunggang langgang begitu saja. Dan tentu saja pria itu ikut mengejarnya.

.
.
.

Tbc

Jangan tanya kenapa endingnya selalu menggantung dan aneh. Ceritanya terlalu panjang kalau buat 1 chapter. Jadi aku potong menjadi 3

Sniper Mate: Demon BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang