BAB XXIII: Flufy

8.6K 654 17
                                    


FLUFY


Hari hari berganti dengan cepatnya, bahkan tak sadar 1 bulan sudah berlalu. Luka luka gadis itu mulai sembuh secara total, dan itu semua terjadi karena Erza tak keluar dari rumah sama sekali. Setidaknya dengan syarat dengan pelatihan sistema dari Amon dan berpedang dari Albert.

Erza duduk di kursi putih yang ada dibalkon kamarnya, meminum teh hangat buatan Amon sambil menikmati pemandangan hutan dimusim gugur. Disana, tidak ada pemandangan hutan hijau yang bisa dilihatnya, semua daun itu menguning dan rontok.

Membuat himpunan bukit kecil dari tumpukan daun yang menguning. Beberapa dari mereka terbang bersama angin, dan terkadang menghampirinya. Erza tersenyum simpul menikmati semua sensasi yang dirasakannya saat ini.

Tidak seperti biasanya yang selalu mengeluh bosan tanpa habisnya, ia saat ini hanya ingin diam dan duduk sambil menikmati teh.

Gadis itu bangkit dari duduknya, mendekati batas lalu menengok kebawah. Dilihatnya disana Amon dan Albert yang bertengkar, Amon memang kaku dan tidak seperti Albert sangat jail dan menyebalkan layaknya anak kecil.

Maka tak hayal jika mereka sering bertengkar karena Amon tidak peduli dan selalu mengacuhkan Albert. Dan yang paling lucu adalah saat Lina tau mereka bertengkar. Wanita itu akan marah sambil membawa sendok sayur atau benda apapun yang berhubungan dengan dapur.

Saat Lina marah, wanita itu terlihat seperti seorang ibu yang memarahi 2 anak nakalnya. Erza tertawa pelan, ia tidak bisa menyembunyikan tawanya jika melihat hal itu.

"Apa mempunyai seorang ibu semenyenangkan itu?" gumannya kalut.

Erza tau nama ibunya, ia bahkan tau wajahnya meski hanya berupa selembar foto. Tapi merasakan mempunyai seorang ibu, gadis itu tidak pernah merasakannya.

Ia hanya hidup berdua dengan papanya, setidaknya itu sebelum Amon datang mengasuhnya dan memindahkannya kemari.

"Nona? Apa anda lapar?" teriak Albert dari bawah saat menyadari Erza menatap kearahnya.

"Ah, apa?" responnya terkejut dan seketika membuat lamunannya buyar.

"Nona, apa anda sudah lapar lagi?" pertanyaan itu terdengar jelas dibelakangnya, gadis itu berbalik lalu tersenyum kecil kearah Amon yang tidak tau kapan datangnya.

"Tidak Amon, aku masih belum lapar" jawab Erza kembali duduk dikursi putihnya, menjauhkan cangkir putih dengan motif bunga yang cantik dipandang.

Tehnya sudah habis, ia benar benar menyukai setiap tetesnya. "Kau bisa mengembalikan cangkir ini, aku ingin jalan jalan ditaman" ucapnya.

Amon menuruti permintaan Erza, pria itu berjalan menghampirinya lalu mengambil cangkir beserta piring kecil putih dengan corak yang senada. "Apa ada hal yang bisa saya bantu lagi nona?" tanya Amon menawarkan dirinya.

"Tidak, Amon" tolak gadis itu untuk yang kedua kalinya.

"Baiklah kalau begitu, saya permisi" pamit pria itu sopan sambil membungkuk seperti biasa. Amon berjalan meninggalkan kamar Erza sambil membawa cangkir itu bersamanya.

Erza hanya menatap kepergiannya dan termenung sejenak. Hari tampak mulai beranjak sore, langit berwarna jingga itu tampak senada dengan warna hutan yang menguning. Dan tidak ada tanda tanda Glenn atau Vano akan berkunjung seperti biasanya.

Dua orang itu tak menampakkan diri sama sekali, bahkan menghubunginya saja tidak. Padahal Erza menunggunya sedari tadi.

Ia bangkit dari duduknya, berjalan meninggalkan kamarnya sendiri lalu menuruni anak tangga. Matanya melirik kebawah, menatap wanita itu sambil tersenyum kecil. Seperti yang biasa dilihatnya, Lina selalu berada didapur. Wanita itu selalu disana, seolah hidupnya hanya bergantung pada dapur.

"Kau tidak lelah berada didapur terus maid Lina?" intrupsi Erza yang baru saja menuruni anak tangga terakhir.

Lina menoleh kebelakang lalu tersenyum hangat kearah Erza. "Tidak nona, ini adalah tugas saya" balas Lina dengan lembutnya.

"Ah, nona. Saya membuat cemilan untuk anda, anda mau memakannya sekarang?" tanya Lina bersemangat sambil memperlihatkan kue kue yang dibuatnya.

Gadis itu sekilas terlihat tergiur dengan semua kue yang tersedia di meja, tapi entah kenapa nafsu makannya tidak sebesar seperti biasanya. Ia masih belum lapar, mungkin dirinya hanya akan mencicipi sedikit.

"Sedikit saja maid Lina, sisanya simpan saja dulu. Aku mau jalan jalan ketaman" ucapnya sambil mendekati meja makan dan duduk disalah satu kursinya.

Erza meraih kue yang ingin dimakannya sambil menerima garpu yang diberikan Lina. "Maid Lina bisa menyimpan yang lain, aku akan makan yang ini"

"Anda tidak merasa kurang nona? Nafsu makan anda menurun akhir akhir ini. Apa anda sakit?" Lina tampak khawatir, sembuh dari beberapa lukanya membuat gadis itu kehilangan nafsu makan.

"Tidak maid Lina, aku sehat. Hanya tidak lapar" jawab gadis itu dengan mulut penuh.

Lina hanya tersenyum melihat tingkah nonanya yang sekarang, mengatakan tidak lapar tapi memakan kue kue itu dengan rakus. Lalu bagian mana yang harus disimpannya?

"Anda kelaparan nona, jika anda mau saya bisa membuat cemilan lagi" ucap wanita itu menahan tawanya.

Erza, gadis itu hanya tersenyum konyol sambil menatapi Lina. "Tapi aku sungguh tidak lapar tadi" ungkapnya kebingungan.

.

.

.

Gadis itu hanya menatapi taman bunga yang dirawat oleh Amon, taman yang seharusnya kosong itu kini terisi berbagai bunga warna warni. Harum semerbaknya membuat Erza tenang dan ingin tertidur sekarang juga.

"Sepertinya menambahkan ayunan disini tidak terlalu buruk, benarkan Erza" sela Albert tiba tiba berbicara.

"Benar, jika aku bosan. Mungkin tidur disini akan sangat menyenangkan" balas Erza.

Ia berjalan menyusuri taman bunga itu, dan bukan hanya sekedar bunga yang ditemukannya. Makhluk besar berbulu kelabu itu berdiri diseberang, duduk menatapnya yang berdiri dibelakang pagar putih. Telinganya tampak turun dan matanya terlihat menyedihkan. 

Membuat Erza seketika terbelak dan tersenyum senang. Gadis itu tiba tiba saja berlari masuk kedalam rumah lalu keluar lewat pintu depan. Ia memutari rumah sampai dihalaman belakang, dan serigala itu masih disana tampak menunggunya.

"Wah... Flufy, aku merindukanmu" teriak Erza senang sambil menghambur pelukan. Terlihat tidak seperti Erza kaku yang biasanya.

Aaauuuu

.

.

.

Tbc

Aku tau kalian hafal sudah:)

Sniper Mate: Demon BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang