BAB LXXVI: D-Day

1.9K 242 23
                                    


D-Day

Tersenyum kepada omega itu, dia membalasnya dengan santai. "Kenapa aku tidak pernah tau ya?"

Erza tau mereka bermaksud membodohinya sekarang, terlihat jelas diwajah tegang mereka. Apakah mereka lupa jika dirinya ikut serta dalam mengelola Red Moon Pack selagi Alex pergi.

Selama menjalankan tugasnya, Erza tidak pernah menemukan satupun berkas yang berisikan rencana pembangunan sebuah bar dikota dan tidak mungkin jika dia melewatkan berkas sepenting itu.

Ia tau apa yang mereka maksud adalah barrier yang dibuat khusus untuk dirinya, barrier yang terletak didekat perbatasan. Barrier yang akan membakar siapapun yang berani menerobosnya tanpa izin dari Alex.

Erza tau dan paham akan hal itu setelah mendapatkan penjelasan panjang dari Reon, setidaknya setelah dia menerima dunia fantasy ini dengan seluruh logikanya.

"Aku pikir kalian kurang menambahkan garam dimakanan ini, rasanya sedikit hambar" ucap Erza tiba tiba mengubah topik pembicaraan, membuat wajah tegang dari beberapa omega itu menghilang dalam satu helaan nafas.

"Maafkan kami Luna, mungkin kami lupa" ucap mereka meminta maaf sambil membungkuk dihadapannya.

Duduk bersandar disofa setelah menaruh sendoknya, Erza mengamati mereka membereskan sarapan yang hanya dimakannya beberapa suap saja. Setelah dipikir lagi, ada untungnya dia menjadi monster seperti ini.

Dia tidak perlu memikirkan bekalnya sendiri sekarang, dan karena pergerakannya cukup cepat dia tidak perlu merisaukan anak anak yang akan tertinggal. Sekarang Erza hanya perlu memikirkan cara untuk keluar dari barrier yang enchanter itu buat.

'Kira kira, dimana mereka bersembunyi?'

.

.

.

"Luna, apa anda yakin tidak ingin ditemani?" tanya omega itu setelah mereka berdua sampai didepan ruang kerja Alex.

"Aku yakin tidak memerlukannya" tolak Erza melempar senyum ramah miliknya.

"Tapi, bagaimana jika penyusup itu tiba tiba datang menyerang anda?"

Tertawa remeh, Erza menunjukkan kepalan tangannya dihadapan omega tersebut. "Aku akan memukulnya sampai dia tidak bergerak" ucap Erza selayaknya candaan semata.

Ikut tertawa, omega itu membalas. "Akan saya panggilkan beberapa warrior untuk berjaga didepan pintu"

"Simpan mereka untuk dirimu sendiri, aku tidak membutuhkan mereka. Apa kau dengar?" tolak Erza lagi sambil mendengus kesal, apakah penolakannya terdengar tidak jelas ditelinganya atau bagaimana.

Lagipula bagaimana mungkin Erza menyerang dirinya sendiri, itu terdengar lebih tidak masuk akal baginya. Perlukah dia mengatakan jika satu satunya penyusup di pack ini adalah dirinya agar omega itu mengerti untuk apa penolakannya barusan.

"Jangan lupa untuk menyiapkan sarapan yang kuminta, letakkan dimeja setelah itu tutup rapat pintu ruanganku" ucap gadis itu merubah topik pembicaraan.

"Aku hanya ingin mengambil beberapa berkas disini, dan aku ingin makanan itu siap saat aku kembali" imbuhnya membuat seorang omega dihadapannya mengangguk angguk paham.

"Baik Luna, akan segera saya siapkan. Saya berdoa atas keselamatan anda" ucap omega itu setelah membungkuk dan pergi dari hadapan Erza.

Menatap kepergian omega itu dengan wajah datar, Erza mengatupkan giginya kesal. Dia tidak habis pikir, setinggi itukah sebuah gelar ditempat ini. Mereka menghawatirkan dirinya seolah jika dia mati maka mereka akan mati, hanya karena dia calon Luna ditempat ini.

Sniper Mate: Demon BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang