BAB XLIV: Last Night

5.2K 458 68
                                    


Last Night


Dan benar saja, apa yang Albert perkirakan waktu itu. Nonanya benar benar berubah sekarang, hanya dengan kehilangan 1 sahabat yang juga teman pertamanya. Erza lebih sering berdiam didalam rumah tanpa melakukan sesuatu yang berarti, mungkin akan berlatih dengan Amon dibeberapa waktu.

Itu pun dengan raut datar, tak ada senyum yang tampak diwajahnya. Padahal sudah hampir seminggu berlalu sejak kematian Vano, tapi dirinya, Amon, Lina, dan tuannya pun tak tau bagaimana caranya menghibur gadis itu agar bisa tersenyum walau secuil saja.

Mereka tau cepat atau lambat kejadian seperti ini memang akan terjadi, tapi melihat reaksinya yang seperti sekarang. Mereka tau bahwa Erza belum siap menerima semua kenyataan tentang dirinya sendiri, dan belum benar benar belum siap menjadi seorang Demon Blood bahkan mengemban tugasnya.

Sambil membawakan sebuah nampan berisi secangkir teh yang Erza inginkan, Albert terus memperhatikan nonanya itu sedang duduk di bangku putih sambil melamun. "Nona, teh anda" ucap Albert meletakkan cangkir itu di sebuah meja kecil dihadapan Erza.

Menatap teh yang ada dihadapannya sejenak, gadis itu menoleh kearah Albert lalu tersenyum simpul. "Terima kasih" ucapnya singkat, dan tentu saja senyum itu luntur beberapa detik setelah seutas kalimat itu selesai terucap.

Albert terdiam disana, dia ingin mengatakan sesuatu namun saat melihat nonanya tampak tidak ingin diganggu dia mengurungkannya. Membungkuk pria itu berjalan kembali kedalam rumah dan saat dirinya membuka pintu belakang rumah itu Amon tampak berdiri diseberang sana sambil menatapnya.

Ia tau pria itu menginginkan penjelasan darinya tentang nonanya itu, tapi apa yang bisa dilakukannya untuk menghibur Erza. Dirinya tidak seperti Amon yang memang mengetahui segalanya tentang Erza, dia hanya orang baru yang dikirim untuk membantu.

"Aku tidak tau harus melakukan apa untuk menghiburnya, Amon" ucap Albert dengan wajah pasrah, dia benar benar bingung.

Setelah itu Amon terlihat menepi, membiarkan Albert untuk lewat mengerjakan tugasnya yang lain.

Berjalan mendekati jendela, Amon melihat nonanya tetap duduk diam disana tanpa suara. Wajahnya pucat dan terlihat menyedihkan.

Lagi, Amon memegang dadanya dengan sebelah tangan, terasa sangat menyakitkan melihat nonanya yang seperti sekarang. Bahkan beberapa saat pria itu meragukan dirinya sendiri. Dirinya memanglah kotor dan patut dijadikan iblis, tapi mengapa dia baru memiliki hati saat dirinya bukan lagi seorang manusia.

Bisakah dia menyesal sekarang, dia ingin kembali menjadi manusia dengan hati yang baik. Dia ingin sekali menghibur lalu tersenyum lembut dihadapan nonanya dengan wujud manusia.

Amon memukul mukul dadanya keras, rasa itu mengganggunya namun dirinya tak dapat mengeluarkan apa yang dirasakannya seolah dirinya tak memiliki hak untuk hal itu. Inikah hukumannya, memiliki hati tanpa bisa mengeluarkan bagaimana perasaannya.

Itu benar benar sungguh menyakitkan, lebih menyakitkan dari bangkit dari kematian. Ia benar benar menyia nyiakan hidupnya sebagai manusia dan berprilaku layaknya iblis menghabisi orang tidak berdosa, sedangkan disaat dirinya benar benar menjadi iblis ia ingin menjadi seorang manusia. Itu salahnya sendiri, karena perbuatan kejinya.

Bug! Bug! Bug!

"Amon! Apa yang kau lakukan! Kenapa kau memukuli dirimu sendiri!" celetuk Lina yang baru saja lewat membawa makanan untuk Erza dan melihat Amon yang memukuli dirinya sendiri dengan kasar.

Pria itu menoleh dan dengan cepat menghampiri Lina, Amon menekuk lulutnya dihadapan wanita itu dengan wajah menderita.

Lina terkejut. "Apa yang kau lakukan, kenapa kau bertekuk lutut didepan-"

Sniper Mate: Demon BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang