XLIII BAB: Just, say good bye 2

5.3K 435 78
                                    


Just, say good bye


Cklak!

Erza terdiam ditempat, disaat dia menunggu berjam jam diluar sambil melihat lewat jendela. Ternyata pintu rumah itu tidak terkunci.

Tanpa permisi pun gadis itu masuk sambil berteriak melampiaskan kesalnya. "Vano! Kalau bercanda jangan keterlaluan! Kau sedaritadi dirumah kan?" bunyi teriakan Erza.

Tapi kosong, tak ada yang menyahuti teriakannya. Bahkan Erza juga tidak mendengar ada orang didalam rumah ini, alisnya tiba tiba kembali menaut. Dia merasa ada sesuatu yang janggal sedang terjadi sekarang, dan gadis itu memutuskan untuk berkeliling didalam rumah selagi Amon dan Albert menunggu diluar.

Mulai dari kamar tidur, ruang ganti, kamar mandi, dapur, gudang, sampai roof top dan ruang bawah tanah yang biasa digunakan Vano menyimpan coklat coklatnya. Tidak ada siapapun dirumah ini, lalu kenapa rumah tidak terkunci.

Dengan panik, Erza kembali keatas sambil berlari. Namun langkahnya sempat terhenti saat melihat sebuah note yang tertempel di piano hitam milik Vano. Setelah membacanya Erza berlari keluar rumah, melewati Amon juga Albert yang terkejut melihatnya berlari tanpa mengatakan apapun.

"Kau bisa menemukanku ditempat pertama kali kita bertemu" itu adalah isi notenya.

Bukan isi notenya yang membuat gadis itu semakin panik, tapi karena tulisan di note itu bukanlah milik Vano. Sambil berlari Erza mengeluarkan salah satu pistolnya, membuka pengamannya. Gadis itu sama sekali tidak memperhatikan orang sekitar yang mulai berpencar ketakutan melihat senjata api yang dipegangnya.

Sambil menatap beberapa kendaraan yang hampir menabraknya, Erza tetap fokus berlari menuju sebuah taman tua disudut kota. Dimana saat itu dia terpisah dari kawanannya dan hampir terbunuh oleh seorang buronan dan Vano menyelamatkannya.

Meski sedikit menguras waktu karena dirinya berlari, pada akhirnya Erza sampai ditaman itu. Sambil mengatur nafasnya dia berjalan perlahan mendekati sebuah kotak kado yang tergeletak di sebuah bangku.

Sambil memperhatikan sekeliling yang tampak sangat sepi, Erza mengambil note yang tertempel di kotak kado itu.

"Selamat hari natal Erza, aku harap kau suka kadoku" hanya kalimat itu yang tertulis rapi dalam gaya latin dan itu benar benar tulisan Vano. Dan disaat yang bersamaan salju pertama turun, rasa cemas yang dirasakan sedari kemarin kini sedikit sirna. Gadis itu tersenyum sambil menatap sekitar, mengira ngira dimana Vano bersembunyi sekarang.

"Vano, aku akan memukulmu setelah membuka kado ini!" ucap Erza bergurau diantara rasa kesalnya karena dipermainkan seperti ini.

Mamasukkan pistolnya kembali kedalam saku celananya, gadis itu membuka pita yang mengikat kado itu. Setelah dibukanya, dia membuka penutupnya sambil tersenyum senyum.

Pak!

Tapi apa yang didapatkannya, senyumnya seketika luntur dan tubuhnya terpaku menatap isi dari kotak cantik itu. Bahkan tutup kado yang dibawa gadis itu pun juga jatuh begitu saja karena reflek dari rasa terkejutnya.

Kakinya gemetar, Erza yang merasa tak kuat berdiripun ambruk, terduduk disana dengan wajah terkejut bukan main. Matanya terbelak, wajahnya pucat, dan mulutnya terlihat menggigil seperti ingin mengatakan sesuatu namun tak bisa. Sedetik setelahnya gadis itu berteriak kencang sambil menangis.

"Vano!" rancaunya disela tangisan juga teriakannya.

Menarik narik rambutnya sendiri dengan kasar, Erza merasa tidak percaya kalau yang ada didalam kotak itu adalah potongan kepala Vano lengkap dengan bunga lily putih.

Sniper Mate: Demon BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang